Metamorfosa Commuter Line


Obrolan, Opini / Tuesday, October 10th, 2017

Anker alias Anak Kereta. Mungkin julukan itu tepat buat saya. Meski nggak sampai punya gank di gerbong kereta (eh, ini ada loh!) Saya sudah mengalami peralihan dari KRL Bogor-Jakarta dari yang kumuh, lusuh, panas dan tidak pernah ontime hingga sekarang jadi Kereta Rel Listrik (KRL) atau Commuter Line yang membuat saya bangga sebagai orang Indonesia.

Dulu, waktu stasiun masih jorok dan penuh PKL, saya berpikir apa bisa nih dibenahi mengingat kondisinya yang super amburadul. Belum lagi, karena sistem ticketing yang masih manual, banyak penumpang gelap yang masuk membuat kereta berdesakan, sampai di atap pun penuh orang. Dari sisi penumpang, jelas mengancam keselamatan jiwa, sementara dari sisi perusahaan tidak heran kalau bertahun-tahun PT KAI merugi.

Kini berbeda. Hampir semua stasiun sudah terlihat mewah dan keren. Meskipun belum sama persis dengan transportasi negara tetangga, setidaknya banyak sekali (baca; banyak banget) perubahan yang signifikan infrastruktur dan moda transportasi publik ini. Sistem ticketing pun semua sudah digital dan cashless. Tidak ada lagi penumpang gelap. Kebayang nggak, ketika pertama kali diaplikasikan, banyak suara-suara sumbang yang menolak sistem ini. Antrian di gate mengular, karena banyak yang belum paham cara kerja mesinnya. Tidak lama setelah itu, vending machine pun mulai beroperasi.  Penumpang mau tidak mau harus belajar lagi cara penggunaannya yang serba otomatis. Secara tidak langsung KRL (baca: pemerintah) tidak saja membuat fasilitas menjadi lebih baik, tetapi juga mengedukasi masyarakat.

Kalau dulu, naik KRL adalah milik golongan ekonomi menengah ke bawah, sekarang KRL jadi milik semua lapisan. Tidak ada lagi kasta-kasta karena tidak ada lagi kelas-kelas pada gerbong. Memang sudah seharusnya begitu ownership transportasi publik. Jangan heran jika KRL sudah menjadi etalase berbagai jenis profesi, kelas sosial bahkan suku dan ras. Seperti Indonesia kecil. Tidak percaya? Makanya, jangan naik kendaraan pribadi terus dong… Coba deh naik KRL sesekali. Data menyebutkan, saat ini sekitar 900 ribu orang diangkut oleh KRL Jabodetabek setiap hari, dan jumlah ini diprediksi akan naik menjadi sekitar 1,2 juta orag per hari pada 2019. Makanya Pemerintah gencar sekali membangun infrastrukturnya.

Setelah pembenahan bangunan stasiun yang sangat masif, stasiun-stasiun baru pun ditambah. Stasiun paling baru di Jabodetabek adalah Stasiun Bekasi Timur yang baru diresmikan Menteri Perhubungan pada 8 Oktober 2017. Tidak saja menjadi pangkal tujuan ke Jakarta, stasiun ini juga terhubung hingga Cikarang. Jadi sekarang judulnya ada #KRLSampai Cikarang. Lintasan KRL lintas Bekasi-Cikarang memiliki panjang 16,74 km. Dengan waktu tempuh sekitar 21 menit. Frekuensi perjalanan kereta sebanyak 32 kali per hari. Keberangkatan KRL pertama dari stasiun Cikarang pukul 05.05 WIB. Sedangkan kedatangan terakhirnya pukul 23.45 WIB.

Pembangunan stasiun ataupun lintasan Bekasi-Cikarang ini adalah hasil kerjasama Pemerintah Indonesia dan Jepang. Melalui kontrak paket B1 yaitu elektrifikasi lintasan Bekasi-Cikarang yang ditandatangani 2012 lalu dengan nilai kontrak Rp2,3 triliun. Kontrak tersebut meliputi semua aspek perkeretaapian.

Mau tau fasilitas apa saja yang ada di sini ? Peron sepanjang 270 meter yang dapat mengakomodir 1 rangkaian KRL dengan 12 kereta, Closed circuit television (CCTV), Lift khusus bagi lansia dan penyandang disabilitas, denah jalur evakuasi, toilet, musholla bahkan pos kesehatan. 

So, sekarang ke Cikarang bisa naik KRL! Anti macet dan waktu tempuhnya pun lebih cepat. PR kita sebagai pengguna cuma satu, yuk…kita jaga baik-baik!

 

Hits: 2187
Share