Kalau ada travel blogger paling kasian di Indonesia mungkin sayalah orangnya. Bayangin, udah setua dan selama ini saya belum pernah ke Labuan Bajo. Goblok gak sih? Ceritanya ini adalah destinasi impian saya sejak dulu. Sungguh, bukan Amerika yang jadi mimpi saya. Tapi entah kenapa selalu saja batal kesini, bahkan beberapa tahun lalu, saya pernah menang lomba blog yang hadiahnya tiket Garuda gratis ke satu destinasi pilihan di tanah air dan saya pilih kesini. Itu pun nggak bisa digunakan, karena berbagai alasan. Mungkin memang belum takdirnya kesana sih, jadi ya sudahlah..

Bulan lalu, salah seorang teman baik memberikan saya hadiah ulang tahun tiket Jakarta-Labuan Bajo (PP). Sudah siap-siap deh saya 11 oktober merayakan ulang tahun di Pulau Padar. Lucunya, dua hari menjelang hari keberangkatan, teteppp ajaaa harus dimundurkan. Gw tetiba berasa menteri-nya Jokowi banget, yang super duper sibuk. Daripada hangus total, akhirnya saya mundurin deh, dengan konsekuensi nambah biaya.

Dengan waktu disana hanya tiga hari dua malam, dan persiapan pun yang kurang lebih nggak sampe dua hari, saya cuma mengeluarkan dana satu juta rupiah saja (di luar tiket pesawat), untuk hotel, makan, transportasi dan biaya trip keliling beberapa pulau. Mahal atau murah? Mungkin relatif ya, tapi untuk semua fasilitas dan kenyamanan private yang saya dapat sih, menurut saya ini murah banget untuk solo traveling. Malah mungkin bisa lebih murah loh, kalau perginya rame-rame.

Kalau saya bikin trip liburan mahal di Labuan Bajo, pasti nggak bakal banyak yang baca. Makanya  saya bikin tips ala sobat Misqueen dan berikut tips dari saya.

Nginep di Hostel

Disini, kisaran tarif penginapan dari yang cuma 150 ribu semalam hingga 10 juta pun ada. Bener deh, Labuan Bajo sudah menjelma menjadi surga wisata bahari untuk semua kelas dan golongan. Nah ke tujuan manapun komponen yang bisa menghabiskan budget terbesar itu adalah hotel, so saya menemukan beberapa hostel lucu imut, murah pake banget, instagramable, bersih dengan view yang nggak kalah dengan hotel bintang 5. Serius! Namanya One Tree Hill Hostel. Saya cuma bayar kurang lebih 300 ribu untuk menikmati panorama seindah ini (lihat foto).  Jangan gengsi, tempatnya enak banget kok!

Saya memilih kamar dormitory paling atas, yang seharusnya dihuni kurang lebih 10 orang, soalnya ini yang paling bagus posisinya. Thank God, ketika saya kesana kamarnya kosong dan saya sendirian. Jadi tetap berasa kamar private dengan balkon yang juga private. Sejujurnya ini bukan total liburan, karena saya masih menenteng laptop buat menyelesailkan beberapa pekerjaan. Meski bekerja, suasananya sangat mendukung, sepi, adem dengan aroma biru laut sejauh mata memandang membuat semua terasa menyenangkan. Ini suasana liburan yang saya suka.

Kontur dataran hostel ini berundak-undak seperti bukit. Makanya kamarnya terpisah-pisah dan dihubungkan dengan banyak tangga. Lucunya bentuk setiap kamar seperti rumah-rumah pantai di Brighton Beach, Melbourne Australia. Kamar mandinya bersih, terawat dan karyawannya pun memiliki keramahan khas orang Indonesia Timur. Di sisi paling atas ada bar dengan konsep terbuka yang cocok banget buat duduk “ngegalau” sambil memandang birunya laut Labuan Bajo yang luarrr biasa. Makanannya pun cukup murah, bahkan jika mau lebih hemat, disediakan dapur untuk memasak sendiri.

Oya, jarak antara hotel ini ke tengah kota atau pelabuhan memang sedikit jauh. Kurang lebih 5 km. Tapi, hostel menyediakan mobil yang siap mengantar kemana saja dengan biaya Rp30 ribu saja per trip. 

Datang pada bulan bulan Oktober-November

Kata orang bulan dengan akhiran ber-ber bukan waktu yang tepat untuk berkunjung ke daerah pantai, tapi itu tidak berlaku untuk jalan-jalan ke NTT. Provinsi ini diketahui, salah satu daerah dengan curah hujan terendah. Jadi jangan takut, justru ini bulan terbaik karena harga-harga yang murah dan cenderung sepi. Nggak perlu liat Pulau Padar penuhnya kayak cendol dan nggak perlu liat orang di Pulau Komodo seperti komodo semua. Hahaha.. Bulan terbaik memang April-Mei, karena deretan pepohonan sedang menghijau, menjadi perpaduan yang cantik  bersama tosca-nya laut. Tapi tentu saja ini bulan termahal. Ayo, kamu yang nafsu liburan kenceng, tapi dompet tipis mana suaranya?!

Kalo bisa jangan sendirian (kecuali terpaksa)

Ini bukannya ngomongin kaum jomblo ya, tapi barengan dengan beberapa orang teman akan sangat membantu. Di Labuan Bajo, nyaris nggak ada kendaraan umum. So, kalau mau kemana-mana harus sewa kendaraan, lebih irit kalau dengan rombongan kan? Selain itu, kalau nginep di hostel barengan dengan orang-orang yang kita kenal, mungkin akan mengurangi rasa canggung. Mau sewa kapal juga lebih murah urunannya. Makanan pun bisa sharing. Intinya banyak yang bisa dibeli dengan urunan. Katanya sewa motor juga bisa lebih murah loh! Sayang, saya nggak bisa nyetir motor. Hehehe..

Daftar oneday trip setelah tiba di lokasi.

What?! Nggak salah?!! Pasti banyak yang nggak setuju nih, keliatan kurang prepare padahal sekarang jamannya online. Jujur, saya ikut oneday trip juga pesan online duluan dari Jakarta. Ternyata, kalau kita datang pada musim-musim sepi, lebih baik pesan di lokasi. Banyak sekali agen-agen di seputaran pelabuhan dan Kampung Ujung yang menawarkan islands hoping. Biasanya mereka bisa banting harga pada hari keberangkatan atau H-1, daripada kapalnya kosong, iya kann? Gamling? Pasti! Makanya datangnya jangan sendirian. Kalau rame-rame pasti lebih seru. Susahnya juga rame-rame

Beli makan di sekitar pelabuhan dan kampung ujung.

Ini adalah lokasi para pelancong backpacker. Banyak warteg dan rumah makan sederhana disini. Penjualnya rata-rata orang perantauan. Harga seporsi lengkap dengan lauk ayam atau ikan, tidak lebih dari Rp15 ribu saja. Kalau tinggal lebih lama, misalkan seminggu, masak saja di hostel! Dijamin lebih irit, tanpa mengurangi kesyahduan liburanmu.

Gimana, sudah siap ke Labuan Bajo (lagi) ?!

Hits: 3080

Menuju ke Kawasan Lilifuk, benar-benar seperti menonton acara TV My Trip My Adventure. Lokasinya memang tidak terlalu jauh dari pusat Desa Kuanheun, jalanannya pun sudah cukup baik, tapi lumayan menantang buat yang mau kesini. Dari tepi jalan raya, masih perlu jalan kaki ke lokasi sekitar 700 meter. Kalau mau lebih cihuy bisa jalan kaki sekitar 3 km dari pusat desa.

Kontur tanah berbatu karang tajam yang harus dilewati membuat langkah pun menjadi lebih hati-hati. Di tanah gersang itu, terlihat hamparan tanaman kacang tanah dan jagung yang tidak terlalu terawat. Dua jenis tanaman ini, adalah yang paling mampu bertahan di iklim Kupang yang sangat panas.  Siang itu saja, walau masih di musim penghujan, cuacanya cukup terik. “Tapi ini cukup bersahabat, kok”, kata Pak Desa (sebutan untuk Kepala Desa) yang ikut menemani kami. Bahkan katanya ini belum apa-apa dibandingkan musim kemarau disekitar pertengahan tahun. “Saking panasnya, wajah-wajah orang sini juga bisa ikut kering”, lanjutnya sambil bercanda. Meski berpeluh keringat, langit Nusa Tenggara yang biru tanpa asap polusi dengan awan putih berarak dan pemandangan lautan di ujung mata membuat semua tetap menyenangkan.

menuju Lilifuk
menuju Lilifuk

“Panen ikan di lilifuk dilakukan dua kali dalam setahun, biasanya bulan Juni dan Desember”, ujar Pak Desa kembali. Memang, pertama kali menjejakkan kaki di desa ini, Ia sudah menawari saya dan teman-teman untuk melihat kolam Lilifuk, kebijakan lokal masyarakat Desa Kuanheun. Cerita punya cerita, ternyata Lilifuk adalah tradisi menjaga alam khususnya laut dan ikan-ikannya yang sudah dimulai sejak tahun 1940an. 

Intinya begini: Lilifuk adalah kolam air laut raksasa yang dibentuk dengan cara menutup satu kawasan laut selama 6 bulan- 1 tahun. Selama masa itu, ribuan ekor ikan dibiarkan berkembang biak bebas tanpa diganggu populasinya. Pada saat ditutup, tidak boleh dilakukan penangkapan ikan di daerah tersebut baik oleh masyarakat setempat ataupun orang luar, Bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi adat seperti denda berupa uang atau hewan (babi dan kambing).

Saat panen, kolam Lilifuk dibuka satu hari penuh dimulai saat surut terjauh sekitar pukul 4 pagi. Seluruh penduduk bahkan masyarakat luar desa bisa datang untuk mengambil ikan sepuasnya. Saking banyaknya ikan, kita bahkan tidak memerlukan alat bantu yang canggih untuk menangkap ikan-ikan itu. Bijaknya lagi, masyarakat tidak diperkenankan untuk menggunakan alat tangkap yang merusak lingkungan, cukup menggunakan serok saja.

Keunikan lain, sehari sebelum panen dan saat pembukaan biasanya dilakukan upacara adat lengkap dengan doa dan tari-tarian dan penyembelihan hewan untuk  dimakan bersama-sama.

Wah. sebagai mantan mahasiswa kelautan  yang kenyang dicekoki ilmu-ilmu tentang perikanan, saya terkagum-kagum sendiri, ternyata masyarakat disini sudah memikirkan kelestarian alam jauh sebelum berbagai kampanye lingkungan menggempur kita.

Mereka sudah memikirkan pola konservasi yang mengedepankan kekerabatan dimana hasil panennya dinikmati bersama. Kegiatan ini juga diikuti upacara dan ritual sebagai wujud rasa spiritual yang dalam kepada Pencipta. Hmm dulu, mungkin di kuliah dulu, saya tidak belajar sampai sejauh itu. 

Ngobrol dengan Pak Desa  di tepi Lilifuk
Ngobrol dengan Pak Desa di tepi Lilifuk

Lilifuk kini sudah banyak dikenal di masyarakat NTT. Tidak heran, saat panen banyak masyarakat luar Desa Kuanheun yang datang. Desa pun mengeluarkan kebijakan retribusi bagi pengunjung yang hasilnya menjadi pemasukan desa. Sayangnya, upacara ini belum sepenuhnya menjadi atraksi wisatawan. Dari bincang-bincang dengan Kepala Desa dan Kepala Adat, mereka belum sadar bahwa local wisdom ini dapat menjadi sebuah pertunjukan yang bisa dikemas dan dijual. Padahal, jika dikelola dengan baik, ritual ini dapat menghasilkan sumber pendapatan baru bagi desa Kuanheun.

Lokasi Desa Kuanheun yang hanya sekitar 25 km atau kurang lebih 40 menit dari Kota Kupang seharusnya dapat menjadi faktor pendukung datangnya para wisatawan.  Desa ini juga memiliki potensi pantai-pantai cantik nan perawan seperti Pantai Bali dan Pantai Asem yang bisa jadi obyek wisata pendamping. 

Menuju Pantai Asem
Menuju Pantai Asem
pantai bali
Pantai Bali

Nah, saya masih penasaran untuk kembali saat panen Lilifuk di bulan Juni atau akhir tahun ini. Namun, sepertinya, Desa Kuanheun perlu binaan dan sentuhan pihak ketiga agar kebiasan baik ini lebih dikenal dunia luar dan menjadi inspirasi bagi daerah-daerah pesisir lain.  Ada yang berminat membantu?

Hits: 1072