Hujan semalam membuat pagi ini masih terasa basah. Saya melangkah ringan menuju Suryakencana sebuah daerah pecinan di Bogor. Pagi ini saya ingin merasakan aura tahun baru Cina di salah satu pusat kota Bogor.  Bersama seorang teman pagi-pagi kami sudah nongkrong di depan Vihara Dhanagun. Terlihat sudah banyak umat yang bersiap-siap untuk beribadah. Ternyata banyak juga mereka yang memang cuma pengen lihat-lihat seperti kami. Dan ternyata, Pak Polisi dan penjaga vihara mengijinkan kami masuk hingga ke tempat ibadah daIMG-20160208-WA0015n boleh mengambil foto selama tidak menganggu mereka yang beribadah. Wow!

Vihara Dhanagun, bagus banget, dan konon sudah berusia 300 tahun. Meski letaknya berhimpitan dengan pasar, tidak menghilangkan suasana magis dan sakral yang melingkupinya. Ornamen merah dan emas memenuhi ruangan kelenteng yang membuatnya terasa mewah. Di halaman kelenteng dihidupkan banyak lilin-lilin raksasan berwarna merah. Kata penjaganya, lilin-lilin itu masing-masing mempunyai pemilik yang namanya tertulis di batang lilin dalam huruf China. Konon, lilin adalah media untuk menyampaikan doa.

Lepas dari Vihara Dhanagun, kami menyusuri jalan Suryakencana untuk mencari Sarapan pagi. Jalanan sepanjang tidak lebih dari 3 km ini terkesan semerawut. Deretan toko-toko di kawasan yang padat ini, masih memiliki bangunan-bangunan tua  yang sebagian besar masih difungsikan untuk berdagang. Disini ada toko-toko legendaris Bogor yang sudah berdiri sejak puluhan tahun lalu. Beberapa diantaranya mulai terlihat sepi, tergerus era digital marketing dan modern channel lainnya. Ada satu dua gedung yang masih memperlihatkan sisa-sisa kolonial, sayangnya kesan tidak terawat tampak sangat menonjol. Salah satu bangunan tua itu digunakan sebagai cabang Bank Mandiri.

20160208_103019
gedung tua di Suryakencana

Suryakencana adalah salah satu pusat kuliner di Kota Bogor.  Bukan cafe mewah yang menjadi andalan, tetapi justru pedagang kali lima dan ruko-ruko tua yang mungkin sudah berdagang puluhan tahun yang jadi destinasi.  Makanan itu pun masih diolah secara tradisional. Saya menemukan satu orang Bapak yang sudah berjualan martabak lebih dari 30 tahun dan, ia tetap mempertahankan cara memasaknya yang menggunakan arang. Di Gang Aut salah satu jalan disini, tersedia bermacam-macam makanan perpaduan Tionghoa dan Sunda. Walaupun letaknya agak blusukan, kalau hujan pun becek, ternyata tiap akhir pekan daerah ini pasti penuh dengan pengunjung. Oh ya, tahun lalu, saya sempat kesini juga, menyaksikan Pesta Rakyat yang memang digagask bersamaan dengan perayaan Imlek.

20160208_085249

Hampir seluruh daerah di dunia ini memiliki daerah Pecinan bahkan Banda Aceh yang terkenal dengan kota syariah pun memiliki daerah pecinan. Dan kenyataannya mereka berbaur sebagaimana mestinya.  Sementara itu, dua daerah pecinan di luar negeri sangat berkesan bagi saya adalah Pecinan di Malaka, Malaysia dan China Town San Francisco.Suasana Pecinan di Malaka, sangat kental dengan arsitektur perpaduan Melayu, Muslim dan Portugis, sementara di San Francisco, China Town tidak saja jadi pusat souvenir tetapi seperti menjadi pusat peradaban orang Asia di Amerika. Tidak saja didiami orang China, namun tempat ini menjadi pusat perdagangan barang-barang Asia. Meskipun arsitekturnya terkesan modern, tetapi ornamen China Town di San Francisco, meriahnya sama dengan perayaan imlek di Indonesia yang hanya satu tahun sekali.

Hits: 1241

Bogor memang tidak punya pantai. Tapi kalau soal air terjun -yang di tanah Sunda sering disebut dengan nama “curug”-, wah..Bogor memang gudangnya. Tidak heran jika di musim kemarau seperti sekarang pun, air di Bogor masih cukup melimpah minimal untuk kebutuhan sehari-hari, sangat lebih dari cukup. Nah, akhir pekan lalu, kalau biasanya saya sebagai orang Bogor cuma leyeh-leyeh di rumah, kali ini saya tergoda juga untuk mengunjungi Leuwi Hejo yang lagi hits di kalangan pencinta trekking. Lucunya lagi, setelah baca-baca beberapa artikel, wah.. ini mah deket banget sama rumah gw! Yuk lah cus…

Menuju Leuwi Hejo
Menuju Leuwi Hejo

Berbekal Berbekal satu tulisan blog, saya pun meluncur kesana. Eh, dilala blog tersebut ternyata “menyasarkan” saya melewati jalan kampung kecamatan Babakan Madang yang blusukan, jalannya pun sedang dalam renovasi sehingga yang bisa digunakan hanya 1 jalur. Setelah berjuang hampir 40 menit eh…nembusnya di belokan Jungle Land, yang sebenarnya dari rumah saya bisa ditempuh hanya sekitar 15 menit saja. Pengen nonjok rasanya!!leuwi hejo 1

So, bagi teman-teman yang mau kesini, disarankan lewat tol Jagorawi,exit tol Sentul City. Dari gerbang tol, belok kiri ikutin terus tanda menuju Jungle Land (kurang lebih 4 km, jalanan super mulus) Menjelang pintu gerbang Jungle Land, belok kanan setelah deretan ruko ruko baru. Dari sana ikuti terus hingga ketemu pertigaan Gunung Pancar. Dari situ, belok kiri satu arah menuju Leuwi Hejo. Oya, jika belok kanan kalian juga bisa mampir ke Pemandian Air Panas Gunung Pancar. Sepanjang jalan, mata akan dimanjakan dengan pemandangan perbukitan dan sawah yang indah. Jalannya lumayan sempit, berkelok, berliku dan mendaki. Disini ada beberapa buah curug dan Curug di Leuwihejo adalah yang paling jauh.

leuwi hejo 4Perhitungan saya sih jarak dr jungle land ke lokasi kurang lebih 7 km, tapi karena beberapa jalan lumayan rusak, perjalanan bisa memakan waktu hingga 40 menit. Patokan Leuwihejo terdekat adalah jembatan kayu non permanen. Jika sudah melewati jembatan tersebut, siap-siap merasakan jalanan yang lumayan off road-nya, menanjak, berbatu dan berkelok-kelok. Banyak banyak bismillah aja deh.. hehehe..

Tidak berapa lama dari sana, kita akan melihat gapura masuk Leuwihejo. Disediakan beberapa tempat parkir disini. Karena saya datang saat musim panas, bagian tebing banyak yang rawan longsor dan tanahnya yang cokelat muda jadi berhamburan. Tapi itu bisa jadi lokasi foto yang menarik. Ini contohnya foto saya…(narsis mode on). Dari parkiran menuju air terjun kita masih jalan lagi sekitar 1 km di jalan setapak. Di beberapa bagian sudah ada warung-warung kecil yang menyediakan makanan. Fasilitas toilet pun mudah ditemui, yang keliatannya didirikan belum lama. Sampai di lokasi yang kita temui hampir semuanya bebatuan yang dialiri air jernih. Kalau panas-panas rasanya pasti ingin mandi. Curug-nya yang diberi naleuwi hejo 3ma Curug Barong atau curug Hejo harus ditempuh dengan naik lagi sekitar 200 meter. Memang unik, karena di tengah bebatuan besar itu ada lekukan yang menyerupai kolam renang tanpa bebatuan. Tinggi curug ini pun hanya sekitar 2 meteran yang membuat pengunjung bisa menjadikan puncaknya sebagai start awal untuk terjun bebas. Airnya memang berwarna hijau dengan pemandangan menakjubkan. Sayangnya saat saya datang di akhir pekan, lokasi ini ramai sekali, kalau agak sepi pasti saya lebih betah berlama-lama berendam di airnya yang segar. Curug Hejo memang keindahan alam yang tersembunyi,

Kalau punya waktu lebih gak ada salahnya mampir juga ke beberapa curug lain sebelum Leuwi Hejo dan sekalian juga main ke pemandian air panas yang searah dengan jalan pulang.  Oya, untuk kesini kesini setiap pengunjung harus merogoh kocek Rp15.000,. Sepuluh ribu bayar di gerbang awal, Rp5000, saat mau masuk puncak curug. Biaya parkir mobil Rp10000 dan biaya motor Rp5000,- tanpa hitungan jam.

Hits: 840

Pagi ini Bogor masih basah karena hujan yang mengguyurnya sejak tadi malam. Setiap tetes hujan yang jatuh memberi bermacam cerita. Bogor kini sudah banyak berubah. Lima-sepuluh tahun lalu saya masih harus tidur berkaus kaki di siang hari, dinginnya air di kamar mandi membuat Bogor selalu ngangeni. Ini adalah minggu terakhir saya menikmati Bogor tanpa  berbarengan dengan rombongan turis Jakarta yang saban akhir pekan membuat Bogor sesak. Mulai minggu depan, Jakarta (kembali) akan menjadi bagian hari-hari saya dan Bogor hanya tersisa untuk tidur pulas di akhir pekan.

blog-101

Seharusnya laporan yang banyak itu hari ini sudah selesai. Tapi saya sedang malas.  Apalagi ada beberapa masalah yang belum juga terselesaikan. Mumet. Hmm, saya perlu mood booster. Rasanya sudah mulai bosan duduk di kafe ditemani secangkir kopi sembari jari-jari sibuk mengutak-ngatik keyboard. Tiba-tiba saja tercetus ide menuju Telaga Warna di Cisarua Puncak. Berharap disini ada adrenalin dan hormon endorphin bisa memacu otak melahirkan ide-ide baru.

blog-102Menuju Telaga Warna sangat mudah. Letaknya kira-kira 200-300 meter sebelum Restoran Rindu Alam di Puncak Pass. Papan tulisan Telaga Warna memang agak kecil, jadi jika sudah melewati Pasar Cisarua dan jalan makin menanjak, ada baiknya selalu melihat ke kiri, biar gak kelewatan. Jalan masuknya ada di kiri jalan yang didepannya penuh dengan tukang sayur. Kalau lewat daerah Puncak, saya paling suka dengan deretan tukang sayur. Sebagai sahabat si kambing, sebelum masuk ke lokasi saya sempatnya juga membeli sayuran yang menggairahkan itu. Di kanan jalan ada beberapa warung nasi masakan Sunda yang mengundang selera. Dari sini tinggal jalan 200 meter di tengah kebuh teh dan kita akan ketemu sebuah telaga kecil yang memukau. Konon air di sini sering berubah tanpa diketahui dengan pasti apa penyebabnya. Itulah sebabnya dinamakan Telaga Warna. Di sekelilingnya hidup berbagai hewan yang dilindungi. Hutannya lebat, meski hanya berjarak 200 meter dari jalan raya. Konon lagi, ada macan tutul yang hidup di hutan itu.

Benar saja, Telaga Warna memberi warna baru di imajinasi saya. Airnya yang hijau karena pantulan warna pohon-pohonan di sekelilingnya seperti menarik semua kemalasan dan kecemasan yang tadi pagi masih memenuhi kepala. Memandang alam tanpa batas seolah mengecilkan arti semua masalah yang kita hadapi. Saya makin percaya tidak ada masalah yang permanen dalam hidup ini. Hari berganti, matahari selalu terbit di pagi hari tanpa pernah ingkar janji. Begitu pun dengan harapan, selalu ada harapan di tengah semua kerumitan urusan, selalu ada jalan saat semua seolah buntu.

Ah, hari ini menyenangkan. Setelah puas bertafakur di alamNya, saya bersama dua orang teman menikmati sebonggol jagung bakar yang pedas dipadu dengan semangkuk sekoteng hangat. Hemmm.. Life is beautiful..

Hits: 1005

Ajakan seorang teman untuk menyusuri kaki gunung salak di pagi hari, sungguh sulit ditolak. Hampir dua puluh tahun menjadi penduduk Bogor tidak berarti saya sudah khatam lekuk-lekuk daerah ini.

Ada beberapa deretan gunung yang melingkupi Bogor diantaranya Gunung Salak, Gunung Gede, Gunung Halimun dan Gunung Bunder. Saya tidak tahu pasti posisi letak geografis mereka. Pagi itu kami hanya menyusuri kaki Gunung Salak hingga sampai lereng Gunung Halimun dan Gunung Bunder.

Path 2014-12-19 11-42 (1)Cuaca pagi itu agak mendung, rasanya saya belum siap untuk mandi dan belum mood buat sarapan. Dengan si Jus Alpukat mobil kecil saya menuju Ciapus, sebuah desa terdekat sebagai meeting point kami. Berharap disana saya bisa menemukan makanan yang pas buat sarapan. Benar saja, baru memasuki pedesaan kami bertemu dengan pedagang tahu bulat keliling. Lucunya, jika yang lain menggunakan gerobak, pedagang yang satu ini cukup kreatif (dan bermodal cukup), dengan menggunakan mobil bak terbuka. Terang saja dia laris, karena cuma mobil jenis ini yang bisa naik sampai ke desa terujung yang jalannya menanjak dan berliku. Ah sayang, seharusnya tahu garing itu bisa dinikmati dengan secangkir kopi hitam dengan pemandangan alam pegunungan.

Saya yang berKTP Bogor baru tahu di sepanjang jalan menuju Gunung Salak banyak ditemui Situs-situs peninggalan purbakala peninggalan zaman Megalitik. Walaupun saya tidak sempat masuk melihat-lihat, selalu ada papan penanda Situs yang dibuat oleh Dinas Pariwisata Bogor. Belum optimal memang, namun setidaknya Pemda sudah memberi perhatian untuk obyek-obyek tersebut. Sebagian besar situs tersebut berbentuk batu-batu yang dulu nampaknya merupakan wujud sebuah bangunan. Ya, jalan menuju Gunung Salak ibarat jejak-jejak tradisi megalitikum.

Hal lain yang juga baru saya tahu, ternyata disini-lah pusatnya Curug. Curug adalah sebutan air terjun di Bogor. Sepanjang jalan kita akan selalu melihat penanda masuk ke berbagai Curug, diantaranya Curug Nangka, Curug Seribu, Curug Cigamea, Curug Ngumpet dan Curug Cihurang. Kami sempat mampir ke Curug Ngumpet yang tempatnya asyik buat ngobrol karena agak landai. Lebih asyik lagi kalau kesini bawa bekal, karena hampir tidak ditemui pedagang makanan disini. Yah, bagus sih… Itung-itung untuk menjaga kebersihan alamnya.

ngobrol di Curug Ngumpet
ngobrol di Curug Ngumpet

Di areal Gunung Salak (sering disebug Gunung Salak Endah) ada tiga jenis spot yang bagus yaitu berbagai curug, hutan pinus dan Kawah Ratu, Namun jika ingin ke kawah Ratu kita harus siap disana pukul 07.00 pagi. Butuh waktu sekitar 3 jam untuk jalan kaki menuju kawah. Selain harus pagi-pagi banget tentu butuh fisik yang kuat. Spot paling cihuy untuk berfoto adalah Hutan Pinus. Kami menemukan beberapa pasangan yang sepertinya sedang melakukan foto prewedding disini. Hemm…kayaknya sih masih gratis ya.. Bandingkan kalau berfoto yang sama di Kebun Raya Bogor kita diharuskan membayar cukup mahal. Untuk masuk kawasan wisata ini, dikenakan tarif yang wajar, saya bersama dua orang teman dan satu mobil dikenakana Rp30.000,-. Lumayan murah kan?

mencari spot terbaik di Hutan Pinus
mencari spot terbaik di Hutan Pinus

Sambil mengunyah tahu goreng dan membiarkan teman saya menjadi supir, saya menikmati pemandangan padi yang menguning dan sisa-sisa panen yang indah. Jalan yang meliuk-liuk dengan sesekali terlihat pemandangan kota Bogor membuat perjalanan ini terasa beda.’ Kalau biasanya nuansa pegunungan selalu identik dengan Puncak ternyata disini ada yang lebih kental suasana pedesaannya dan bisa ditempuh sekitar satu jam saja dari Bogor. Bandingkan dengan puncak yang sudah makin penuh dengan villa serta toko-toko modern. Disini memang sudah ada beberapa villa yang disewakan, penginapan dan hotel pun mulai bermunculan. Hmmm..belajar dari Puncak yang makin banyak kehilangan pohon dan hobi mengirim air ke Jakarta, semoga daerah ini lebih diawasi pembangunannya.

Hits: 1176

Mau kemana wiken ini? Bogor? Puncak lagi? Ohh, tidak! Pasti macet pake banget!

Saya sih sebagai orang Bogor tidak siap bersaing dengan ratusan atau bahkan ribuan mobil per plat B. Jangankan sampai Puncak, lepas tol Jagorawi saja macetnya sudah minta ampun DJ!! Nah, kalau sudah bingung begini, mungkin Sentul City bisa jadi alternatif, baik yang bagi yang berkeluarga maupun yang mau pacaran doang (uhuk).

Dulunya saya pikir dari Kota Bogor harus lewat tol Jagorawi untuk menuju daerah ini. Setelah tol BORR selesai saya tidak perlu lagi melalui tol Jagorawi tapi dengan membayar Rp5500 hanya dalam 15 menit sudah sampai di Sentul City. Cukup mahal buat panjang jalan tol yang hanya sekitar 1 km! Kemudian, surprise banget, ternyata saya bisa sampai disini melalui jalan kampung biasa dari rumah saya di Sukaraja Bogor juga dalam waktu 15 menit saja. Sekarang, jadilah Sentul City alternatif tempat nongkrong yang asyik . Selain dekat rumah, banyak alternatif dan yang pasti nyaman banget.Sentul

Sentul City menjadi primadona baru wisata di Bogor. Letaknya yang bisa dijangkau dari tol Jagorawi menjadi pilihan akhir pekan selain masuk ke dalam kota Bogor yang (pasti) macet. Sentul City awalnya adalah komplek perumahan kelas atas yang dibangun oleh beberapa pengembang. Kini didalamnya sudah berdiri pusat perbelanjaan, pusat kuliner hingga Jungle Land Thematic Park.

Pasar Apung
Pasar Apung

Bicara soal kuliner, pasti sudah banyak yang pernah berkunjung Pasar Ah Poong. Memang, pusat jajanan ini telag menjadi maskot Sentul City. Ah Poong adalah Food Court raksasa yang berdiri di tepian sungai dan harus dilalui dengan berjalan kaki melalui jembatan goyang. Disini berdiri banyak gerai makanan lokal yang enak-enak. Harganya sih lumayan mahal menurut saya. Tapi terbayar dengan view dan suasana yang pasti susah didapatkan di Jakarta. Kalau kesini pas akhir pekan, dipastikan sulit mendapatkan tempat parkir. Jadi saya sarankan, jangan kesiangan dari Jakarta jika ingin makan siang disini.

Nah, yang belum dikenal banyak orang adalah Taman Budaya. Lokasinya sekitar 2 km dari Pasar A Poong. Disini juga ada Food Court yang menyerupai kantin dengan harga yang relatif lebih murah. Meski tidak ada pemandangan sungai, rindangnya dedaunan dengan pemandangan Gunung Salak membuat kita betah berlama-lama. Di tengahnya ada arena outbound mini, cocoklah buat bermain dengan anak-anak.

Taman Budaya
Taman Budaya

Sebagai pencinta kopi, saya paling sering nongkrong di Kopi Tiam Oey yang juga terletak di Taman Budaya. Gerai franchise ini menawarkan view lapangan pacuan kuda dengan latar belakang Gunung Salak yang asyik banget. Ada wifi disini, cocok buat yang mau numpang kerja (kayak saya). Heheheh.. Saya selalu memilih tempat duduk yang agak keluar biar berasa kerja di alam. Disamping Kopi Tiam Oey ada beberapa restoran lain yang bisa dicoba jika datang bersama keluarga.

Starbucks Jungle Land
Starbucks Jungle Land

Ngomong-ngomong soal kopi, sudah sering saya ceritakan di tulisan sebelumnya, saya adalah pencinta kopi lokal. Sangat jarang saya mampir ke Starbucks. Tapi di Sentul City beda! Dalam satu areal dengan Jungle Land berdiri Starbucks yang bisa dibilang Starbucks terkeren yang pernah saya kunjungi. Kenapa ? Karena pemandangan alam yang mengelilinya bikin kita berasa gak mau pulang! Dengan interior kaca transparan kita bisa menikmati pemandangan jurang plus menikmati hujan yang selalu mengguyur Bogor di sore hari. Saya sering menghabiskan waktu disini, membawa komputer jinjing saya dan duduk di meja yang sepertinya khusus disediakan untuk mereka yang bekerja mobile. Jangan khawatir, selain punya wifi, hampir semua operator punya sinyal yang bagus di sini. Di sebelah starbucks juga berdiri Oh La La Coffee yang tidak ada salahnya juga dicoba.

Menuju Jungle Land
Menuju Jungle Land

Nah..megawisata terbaru di Sentul City, tentu saja Jungle Land. Thematic Park milik grup Bakrie ini jadi alternatif wisata permainan baru mendampingi Dufan di Ancol. Meski baru satu tahun berdiri, pengunjungnya di akhir pekan bisa mencapai ribuan orang Saya sendiri sudah dua kali masuk ke dalam arenanya. Menyenangkan, meski pun beberapa wahana tampaknya belum rampung.

Oya, kalau tidak mau keluar uang banyak, di seputaran Sentul City masih tetap banyak pilihan. Di wilayah yang ditata penuh pepohonan ini sudah berdiri Hypermart dan Giant Store. Mungkin bisa jadi pilihan tempat belanja jika bosan dengan Jakarta. Disini juga banyak pilihan makanan seperti di mall pada umumnya. Ada juga pasar tradisional modern di belakang Hypermart dan mall Bellanova yang juga menawarkan beberapa cafe dan hiburan.

Yuk..mampir!

Hits: 1037

Sejak pulang dari Aceh (huuu…Aceh meluluuuu), saya pengen bilang bahwa sejatinya hidup itu dimulai dari warung kopi. Yes, life begins at coffee shop.  Buat saya,  nongkrong di warung kopi bukan sekedar  untuk bersosialisasi, ngobrol sambil menikmati secangkir latte yang mengepul, tetapi juga tempat mencari inspirasi dengan berlama-lama bekerja di depan laptop tanpa bosan. Bahkan sangat tidak jarang saya nongkrong di warung kopi sendirian untuk menyelesaikan setumpuk pekerjaan  atau sekedar menulis untuk blog ini.  Tahun lalu, saya sempat menulis satu buku yang jika dihitung-hitung lebih dari 50% isi buku itu saya selesaikan di warung kopi. Plok…plok..plok..

Karena saya tinggal di Bogor, saya punya warung kopi favorit. Namanya Telapak café, letaknya persis disamping pool Bis Damri bandara, disamping Botani Square  pas depan Terminal Baranangsiang. Kenapa saya suka disini? Letaknya tidak begitu jauh dari rumah, angkotnya mudah, harganya masuk akal dan kopinya enak. Tidak itu saja, kafe ini menyediakan free hotspot dengan kecepatan yang lumayan lengkap dengan colokan listrik di hampir semua meja. Tidak heran, saya betah berlama-lama disini, bahkan kadang sampai kafe ini tutup di pukul 11 malam. Beberapa bulan terakhir ini, saya pikir ada bagusnya saya mencoba mencari warung kopi lain di seputan Bogor. Tentu saja bukan chain internasional seperti Starbucks atau Coffee Bean yang ada di hampir tiap mall.  Mulainya pencairan melalui Mbah Google. Meski tinggal lama di Bogor, gak berarti saya tahu setiap jengkal Bogor. Maklum, kalau hari kerja lebih banyak di Jakarta.

Kedai Telapak
Kedai Telapak
Kedai Telapak
Kedai Telapak

Read More

Hits: 1601

Lebih dari sepuluh tahun tinggal di Bogor, kadang-kadang membuat gue merasa Sunda Banget. Sttt…tapi tetep aja gue gak bisa berbahasa sunda dengan baik dan benar. Jadi, perasaan itu hanya teridentifikasi dari kedoyanan gue makan daun-daunan dan pepes-pepesan serta sambel-sambelan. Di Aceh 1,5 tahun tentu saja sering membuatku kangen sama makanan-makanan itu. Pernah satu kali aku di pasar deket rumah aku menemukan baby labu siam (alias labu siam kecil-kecil) yang enak banget kalo direbus dan harganya berapa ? sebiji = Rp 1000! Gilingan! Secara di Bogor seribu itu dapet sekilo! Mau beli, tapi kok gue lebih napsu marah-marah dibanding makannya. Sampe kepikir, kalo gue ekspor beginian dari Bogor laku gak ya ?!!

cibiuk24

Akhir taun lalu, finally di Aceh, ketemu juga satu rumah makan Sunda bertitel Cibiuk yang cabang utamanya emang di tanah Jawa Barat sana. Seingatku udah beberapa kali menyambangi tempat ini bersama temen-temen. Menunya lumayan lengkap. Tapi lebih banyak lengkap-nya di daftar menu-nya. Kalo milih menu suka harap-harap cemas, karena keseringan gak ada-nya daripada ada. Sebel kan ? Resto-nya sih keren, tapi biar bagaimanapun tetep lebih enak warung K5 Ibu Atikah di depan terminal Baranangsiang yang hanya buka setelah magrib. Apalagi kalo kalo kesananya jam 2 malem! Nikmat banget deh..

cibiuk11

Semalem, untuk merayakan beberapa perayaan (kalimat yang aneh ?!!) Pusdatin Full Crew makan-makan lagi di Cibiuk. Tapi sayangnya menu ikan jambal plus pete favorit gue lagi gak eksis. Pun pepes oncom dan pepes tahu trade mark makanan Sunda juga berhalangan hadir. Tapi, karena udah menahan lapar dari siangnya, tiba-tiba semua kerasa nikmat. Gak lupa…ujung-ujungnya tetep foto foto.. Cheerss..

Hits: 2153

Dua hari menjelang idul fitri & on MY BIRTHDAY, aku masih menghadapi meja kerjaku di Aceh sementara hampir semua teman-temanku satu persatu mulai tereliminasi dari Aceh alias mudik duluan. Duh,, kebawa suasana rasanya..pengen mudik juga cepet-cepet. Tapi apa daya emang baru bisanya besok.. 🙁
Kangen dengan suasana Bogor,..kamar hejo-ku, suara bising anak2 tetangga dan penjaja keliling yg menawarkan sejuta barang dan jasa. Ah, jadi inget, setahun atau dua tahun yang lalu. Waktu masih di swa tiap lebaran kita dapet bejibun bingkisan lebaran yang sebagian besar kebutuhan pokok yg gak mungkin aku konsumsi sendiri. Terpikir buat memberi ke pedagang dan penjaja jasa keliling. Ada tukang sol sepatu, tukang sampah, tukang sayur tua langgananku.. Rasanya terharu banget, ketika mereka menerima dengan mata berbinar hadiah yang tidak seberapa itu.
Hits: 725