Dua tiga bulan lalu, ketika nama-nama capres belum resmi diumumkan, saya bertanya kepada Ibu asisten di rumah. “Bu, nanti pilpres pilih siapa?” Ia dengan santai menjawab: Tentu saja tidak pilih Jokowi, karena posturnya sama sekali tidak mendukung untuk jadi Presiden. Saya pun tertawa. Bisa jadi121, saat itu saya berpikiran yang sama dengan si Ibu, apalagi saya berharap ada jagoan lain selain Jokowi dan Prabowo yang akan bertarung di 9 Juli 2014 nanti. Sama seperti kebanyakan orang, Saya keukeuh bahwa Jokowi harus menyelesaikan tugas besarnya membenahi Jakarta.  Saya juga tidak terlalu suka dengan PDIP dan menganggap Jokowi hanya “suruhan” Megawati yang sudah dua kali bisa dibilang gagal total dalam Pilpres langsung.

Namun waktu berkata lain, kita semua dihadapkan pada hanya dua pilihan. Prabowo atau Jokowi. Bagi saya, ini adalah pilihan yang gampang. Ibarat ujian sekolah, tanpa belajar mati-matian pun, saya yakin lulus. Secara mantap saya akan pilih Jokowi. Alasannya; saya tidak pernah tahu Prabowo selain kemunculannya dengan iklan yang bertubi-tubi menjelang Pilpres.  Rasanya Saya pengen nanya: Bro, kemana aja lo? Tiap lima tahun sekali nongol, kemaren-kemaren lo ngapain? Ah…okelah, kalian mungkin bisa menganggap saya kurang gaul. Tapi memang begitu toh kondisinya?! Kedua, saya ingin sekali Indonesia ini dipimpin oleh orang-orang yang fresh. Bukan mereka yang masa lalu-nya masih abu-abu antara dosa dan pahala. Meski Prabowo belum terbukti secara hukum melanggar HAM, tapi adalah nyata dan jelas bahwa ia diberhentikan dengan homat (mungkin kalo bahasanya “dipecat” jadi kurang etis) dari TNI. Saya rasa kegagalan Mega-Pro di Pilpres 2009 salah satunya “disumbang” dari kesalahannya memilih Wapres. Hahahaha. Lalu, tanpa mengurangi respek terhadap keberhasilan pembangunan di jaman Orba, saya ngeri membayangkan jika Prabowo rujuk kembali dengan mantan istrinya yang putri Soeharto. Apa tidak mungkin kroni-kroni iparnya kembali menguasai ekonomi bangsa. Apa artinya nyawa-nyawa yang habis demi menurunkan Soeharto di 1998?.

Oke, masa lalu adalah masa lalu. Mari kita tutup, karena toh semua tidak ada sempurna. Mari melihat Jokowi dan Prabowo dari masa kini dan masa depan. Saya awalnya mulai mencari tahu, dimana sih hebatnya Prabowo dan dimana sih lemahnya Jokowi. Namun, belum apa-apa kita sudah disodori berita, janji Prabowo yang ingin memberikan jabatan menteri kepada ARB, Ketua Partai Golkar sekaligus pengusaha yang berkasus Lapindo yang belum benar-benar rampung.  Saya respek dengan keberhasilan pemerintahan SBY, tapi banyaknya menteri yang tidak kredibel salah satunya adalah karena sistem jatah kursi per partai yang dilakukan oleh SBY. Apa nanti kondisi yang sama akan terulang? Saya percaya keduanya, Prabowo dan Jokowi punya ketulusan yang sama untuk Indonesia tercinta ini. Tapi jangan menutup mata melihat siapa yang ada di belakang mereka. Lihat kredibilitasnya. Lihat track record-nya. Bikin komparasi untuk analisis sederhana.

Kita mungkin lama terlena dengan gaya pemimpin yang “gak enakan” jadi berkesan tidak tegas. Prabowo tahu betul itu, makanya ia muncul dengan sosok penuh ketegasan dan didukung latarnya yang datang dari kalangan militer. Tapi apa iya, tegas harus dari orang militer. Bentuk ketegasan apa sih, yang absolut diinginkan oleh orang Indonesia. Sejujurnya saya tidak menangkap makna “tegas” dari sosok Prabowo. Mungkin yang tahu ketegasan Prabowo hanya mereka yang hidup lama di jaman Orba. Sayangnya, bukan saya dan generasi Saya. Ketegasan yang sudah beda generasi.

Saya tidak bilang Jokowi sempurna. Sekali lagi, saya bukan fans Jokowi. Bukan! Catat itu! Namun saya melihat Jokowi sudah bekerja. Bekerja di generasi masa kini, meski cacat dan celanya masih banyak. Saya sudah lama mengabaikan berita tentang keIslaman Jokowi, Jokowi yang antek asing, Jokowi yang eks keluarga PKI, Jokowi yang keturunan Tionghoa. Di sisi lain, untuk bersikap netral, saya juga mengabaikan black campaign sejenis terhadap Prabowo. Sayangnya yang sejenis, seperti yang saya sebutkan tadi nyaris tidak ada yang ditujukan untuk Prabowo.  Kalau mau ngarang toh, bisa ditujukan ke kedua kubu capres. Kenapa hanya Jokowi?  Wahai para pencinta rasis, kreatiflah mengusung black campaign, karena tema rasis sudah sangat basi.

Lucunya lagi, makin kesini para pendukung Capres kubu sebelah itu lebih senang fokus pada “kekurangan” Jokowi BUKAN fokus pada kelebihan Capres mereka sebagai bahan obrolan di media sosial.  Obrolan yang kadang minim data dan lebih senang percaya dengan berita di media yang jelas-jelas tidak netral.

Kemudian, lupakan masa lalu, lupakan orang-orang di belakangnya, lupakan black campaign. Semua seneng nonton Debat Capres kan ? Saya berusaha terbuka akan semua ide serta visi misi mereka. Yang saya tangkap, Prabowo-Hatta adalah orator ulung, pengkomunikasi pesan yang baik. Tapi apa isi sesungguhnya dari semua yang mereka bawa? Adakah sesuatu yang benar-benar merupakan terobosan? Saya sedih, sebagian besar masyarakat kita nampaknya masih senang dengan orasi dan retorika yang disampaikan dengan berapi-api dan penuh semangat. Tapi lupa, bahwa program detail adalah tingkat lanjutan dari cuman orasi dan pidato yang sudah dipakai dari jaman majapahit. Jangan mengingkari kenyataan bahwa kepemimpinan SBY selama 10 tahun ini telah banyak memajukan bangsa. Indonesia tidak terpuruk sehingga perlu bangkit. Indonesia sudah hampir menuju gerbang kemajuan, hanya menunggu pemimpin yang tepat untuk mengantarkan itu. Sejujurnya saya kurang sreg dengan gaya kampanye yang menjelek-jelekknya kondisi sekarang. Misal kebocoran anggaran hingga ribuan triliun yang disebut berulang-ulang, lemahnya posisi tawar Indonesia di luar negeri yang dijadiikan senjata untuk menarik orang. Gaya seperti itu hanya membawa aura negatif dan memperburuk tingkat kepercayaan masyarakat bagi pemerintah kini dan bisa juga yang mendatang. Kenapa tidak muncul dengan mau ngapain aja lima tahun mendatang? Dengan hal yang real tentu saja. Gaya debat seperti itu sangat keliatan di awal-awal. Namun sepertinya Prabowo Hatta mulai sedikit menyadari, sehingga pada debat selanjutnya mereka sudah datang dengan program yang lebih rinci. Bravo!

Gimana dengan Jokowi-JK? Jokowi dengan gaya santainya harus diakui bukan orator yang ulung. Namun dia nyaris menggunakan semua bahasa sederhana yang bahkan mudah dimengerti oleh penduduk di Kabupaten Fakfak! Dia sudah muncul dengan program yang lebih matang dan jelas. Jokowi JK masih salah ucap dan ngomong disana sini, masih kurang sempurna, tapi mereka apa adanya. Tidak ada teriakan ala orasi, tidak ada retorika dan tidak ada eforia.

Saya rasa kita tidak perlu dengan slogan yang terlalu pengen “go internasional”. Lama-lama saya bingung dengan slogan “go internasional” capres satu itu. Sebegitu burukkah Indonesia di mata dunia sehingga harus luar biasa bangkit? Wallahualam…

Walau demikian, banyak kesamaan “ujung” dari semua visi misi mereka. Saya menghargai itu.

Indonesia butuh figur yang meng-Indonesia. Kita tidak harus sama seperti negara asing jika ingin sejajar dengan mereka. Indonesia butuh figur yang Indonesia banget. Gak usah sok kebarat-baratan buat sama dengan dunia barat. Indonesia membutuhkan orang yang mengantarkan Indonesia ke gerbang kemakmuran. Mari membuka mata membuka hati, menyingkirkan ego, fokus pada kelebihan Capres. Ibarat beli HP, liat spesifikasinya. Lupakan casing, karena setiap saat casing bisa diganti. Jangan sampai salah pilih, kemudian ngedumel di ujung hari nanti. Saya mantap memilih no 2, dan saya berjanji tidak akan ngedumel di kemudian hari. Karena, saya yakin mereka sedang bekerja.

Terakhir, saya masyarakat biasa yang melihat semuanya dari kacamata biasa. Saya orang awam, gak ngerti politik yang canggih-canggih. saya hanya ingin yang memimpin kita datang dari kita. Pemimpin yang tidak berjarak.

 

Hits: 765

Buat kalian yang berkunjung ke Pulau Weh, ujung terbarat Indonesia, jangan lupa memburu selembar kertas seukuran folio ini. Kayaknya kurang afdol saja kalau sudah dari Sabang, tapi belum mengoleksi dokumen ini. Hehehe.. Saya, baru mendapatkan selembar kertas ini pada kunjungan ketiga saya di Sabang. Biarpun gak bisa dipake ngelamar kerja (apalagi ngelamar pacar), rasanya seneng aja, karena tidak banyak orang yang bisa menikmati langsung indahnya ujung Indonesia. Di sertifikat yang ditandatangani Walikota Sabang  ini tertulis nama dan nomor urut pengunjung kita. Tentu saja nomor ini dikeluarkan berdasarkan jumlah sertifikat yang sudah terdistribusi, bukan hitungan banyaknya orang yang kesana.  Untuk mendapatkan sertifikat ini, sekarang tepat di bawah Tugu KM 0 sudah ada petugas Dinas Pariwisata yang akan menghadiahi wisatawan cukup dengan biaya penggantian Rp20.000 per orang. Jika kalian berkunjung di hari kerja, silakan langsung ke Dinas Pariwisata Kota Sabang, jika petugas di lapangan juga tidak ada.

IMG_20140623_002123
Pada saat saya kesana, Tugu KM 0 sayangnya sedang dalam proses renovasi, sehingga petugas Dinas Pariwisata pun ikut absen. Namun..jangan khawatir, Pemda Kota Sabang telah bekerja sama dengan beberapa toko Souvenir yang juga menyediakan sertifikat ini. Salah satunya adalah Piyoh, toko kecil yang menjual pernak pernik lucu bertuliskan hal-hal lucu dan unik tentang Sabang. Saya yakin, semua pelaku wisata di Sabang pasti bisa mengantarkan kamu ke Piyoh. Sayangnya, jika memesan di Piyoh, tidak bisa langsung jadi, tapi pemilih toko akan dengan senang hati mengirimkan ke Jakarta, asal kita tidak lupa menitipkan uang pengiriman via pos.Kayaknya saya gak perlu cerita soal keindahan Sabang. Semua bisa googling sendiri. Saya cuma ingin berpesan, jangan mengaku jadi traveler dari Indonesia kalau seumur hidup belum pernah ke Sabang. Oya, tolong doanya juga biar saya bisa sampai di ujung paling timur Indonesia di Merauke. Yuk cusss….

20121215_125148

Hits: 1283

Apa sih musibah atau cobaan paling berat yang kalian pernah alami? Kalau saya saya udah jungkir balik kali..dari masalah keluarga, pekerjaan, pertemanan, keuangan sampai masalah percintaan. #eaaa.. Tapi beberapa hari lalu, saya baru menyadari bahwa selain deretan hal-hal tersebut, ternyata ada satu lagi cobaan yang masuk kategori berat. Yes! Ceritanya MacBook saya kerendem air di rumah sendiri gara-gara kecerobohan Si Ibu yang beberes rumah. Aduhhh…rasanya nyesek banget. Secara MacBook Air 11 inchi kesayangan itu saya beli 2 tahun lalu dengan susah payah, itu pun pake nyicil!. Lebay mungkin ya, tapi begitulah keadaannya. MacBook ini sudah menemani saya saat sibuk, saat banyak kerjaan bahkan saat sendirian gak punya siapa-siapa (curhat mode on).

bye my mac.. hikss
bye my mac.. hikss

Nah, gimana ceritanya sampe bisa kelelep air? Ini bener-bener kena apes atau gue mungkin yang lagi kurang sedekah. Ceritanya tanggal 31 Mei 2014 lalu saya melakukan perjalanan sehari ke Yogyakarta untuk kondangan kawinan seorang sahabat. Saya, yang biasanya saban Sabtu beberes rumah, mempercayakan beres-beres hari itu ke Ibu asisten. Sialnya, saat si Ibu datang, air PAM lagi mati. Namun ia tetep menunggu sampai air mengalir dengan bersih-bersih rumah tetapi membiarkan kran air dalam posisi terbuka. Karena tidak mengalir juga, si Ibu pun pulang ke rumahnya tanpa menutup kembali kran air goblok itu. Bisa diduga tidak lama berselang, air mengalir deras dan membanjiri seluruh rumah, masuk ke kamar, merembes ke rak tas yang kebetulan salah satunya adalah tas laptop. Duh, sial banget!

Jreng….hari berikutnya Mac tercinta dinyatakan tewas oleh service center-nya. Bisa dihidupkan kembali dengan biaya yang nyaris 80% dari harga baru. Nyesek banget sih!!! Banget kan? Mana lagi bokek, gaji sedang numpang lewat doang, mau lebaran dan lagi niat pengen ke Pulau Komodo. Oh, My God!! Masih ada untungnya sih… (orang Indonesia mah untung mulu…), data-datanya masih bisa diselamatkan, meski untuk itu pun harus mengeluarkan kocek yang gak sedikit!  Ada benernya  kalo masih belum kaya, miskin nanggung kayak saya..sebaiknya tidak menggunakan Mac. Memang kalau soal kualitas, Mac nyaris tetap oke dan tidak menurun performa-nya meski sudah digunakan bertahun-tahun. Tapi kalau begini… ? *pengen nangis aja rasanya..

Gusti, kasih sabar deh, semoga bisa kebeli type terbaru dan yang lebih keren lagi.. Aaamin

Hits: 568

Sebelum bekerja di tempat yang sekarang, saya belum tahu bahwa sebenarnya negara ini punya enam istana kepresidenan. Ya, ada enam yang artinya pengelolaan dan perawatan istana-istana tersebut dilakukan oleh negara. Pertama dan kedua tentu saja Istana Merdeka dan Istana Negara yang berada dalam satu kompleks di Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Kedua, Istana Bogor di Bogor, ketiga Istana Cipanas di Cianjur Jawa Barat. Satu lagi ada di Bali, Istana Tampak Siring dan terakhir Istana Kepresidenan Yogyakarta yang lebih sering disebut Gedung Agung. Posisi istana ini tepat di ujung tusuk sate Jalan Malioboro yang menjadi pusat keramaian kota Yogya. Hanya selemparan batu dari jalan maskot Kota Yogya.

Semangat Indonesia...
Semangat Indonesia…
megahnya ruang utama
megahnya ruang utama
pilar kokoh peninggalan kolonial
pilar kokoh peninggalan kolonial

Beruntung banget, tahun lalu saya sempat berlama-lama di Istana Yogya sebagai panitia semua acara nasional yang diadakan kantor saya. Pekerjaan kami memang heboh dan repot, tapi saya sempatkan menikmati gedung bersejarah ini.

Konon istana ini sudah berdiri sejak 1823 sebagai kediaman seorang pimpinan Belanda. Meski sempat beberapa kali direnovasi, Gedung Agung tidak melupakan asal muasalnya sebagai saksi sejarah. Darah Eropa abad 17-19 sudah berpadu dengan ornamen khas Jawa dan bau bau mistisnya terasa sangat kental. Memang Gedung Agung tidak memiliki pergola besar seperti Istana Negara di Jakarta, tapi justru kesan mungilnya membuat istana ini istimewa. Meski tidak seluas Istana di Jakarta dan Bogor tetap saja, namanya istana. Kesan mewah, elegan dan berwibawa sangat kuat terasa. Bangga bisa mondar mandir disini selama acara berlangsung.

Gedung indah ini punya tiga ruang besar utama. Pertama adalah ruang di Gedung Utama yang khusus digunakan oleh Presiden. Sekeliling ruang utama dihiasi foto enam Presiden Indonesia mulai dari Bung Karno hingga Pak SBY. Lucunya, di salah satu dinding kosong sejajar dengan foto Ibu Megawati justru ada foto Ibu Kartini (loh…?) Hehehe.. Saya mikirnya positif saja, mungkin space itu nanti akan digunakan untuk memajang foto Presiden kita yang ke-7. Siapa yaaa?!

minum teh ala tamu negara
minum teh ala tamu negara

Disini juga ada kamar tidur pribadi Presiden dan Wapres jika berada di Yogya lengkap dengan ruang kerjanya. Terharu dehhh.., saya bisa ikutan masuk ke ruang pribadi itu, tapi Bapak Kepala Istana (Kais) sangat mewanti-wanti agar foto-foto ruang pribadi tidak dipublikasikan. Siap pak!!

Ruang lain yang paling sering digunakan untuk acara-acara nasional adalah Ruang Seni Sono dan Ruang Kesenian. Saya kurang paham juga sebenernya bedanya apa, namun kedua ruang tersebut seperti ruang rapat besar dengan panggung yang kuno yang sangat eksotis. Dulu, di jaman Belanda dua ruangan tersebut memang sering digunakan untuk pagelaran kesenian masyarakat Yogya. Bahkan di Ruang Kesenian masih ada beberapa gamelan tua dan perlengkapannya. Ruang Kesenian ini tersambung dengan ruang makan utama. Wah, kalau lewat sini siang-siang sendirian, bulu kuduk bisa ikutan merinding. Apalagi gorden yang membatasinya tipis, tranpasran dan mudah tertiup angin. Hiii…

perlengkapan mandi ala hotel berbintang
perlengkapan mandi ala hotel berbintang

Untuk menampung tamu-tamu, Gedung Agung dilengkapi dengan sekitar 20-an kamar. Kamar-kamar ini juga sebagian besar peninggalan Belanda. Saya dan teman-teman sebenarnya mendapat kesempatan bermalam disini. Beberapa teman sih, dengan senang hati menerima tawaran ini,  karena sekalian uji nyali katanya.. Hehehe.. Saya, sumpah masih takut…dan lebih memilih tidur di hotel di daerah Malioboro. Takut ketemu Noni Belanda.. Saya cuma sempat (eh..berani) leyeh leyeh siang di salah satu kamar (tapi tetep gak sendirian sih…). Hehehe..

Perabot kamar seluruhnya terbuat dari kayu jati yang sudah berumur puluhan tahun dan sungguh menguatkan kesan “spooky”. Ukiran-ukiran antik menghiasi warna cokelat tua yg mendominasi. AC Kamar juga masih dari model keluaran lama. Namun jangan tanya soal perawatannya, nyaris tidak setitik debu pun saya temui disini. Sangat bersih dan terawat ala hotel bintang 5.

mejeng bentar di halaman samping..
mejeng bentar di halaman samping..

Halaman Gedung Agung sangat luas, terawat dan rapih. Di beberapa sudut masih terlihat arca peninggalan candi (saya gak tau candi apa). Ada juga satu bagian kolam renang, namun sepertinya sudah tidak digunakan lagi. Sultan Yogya masih rutin menggunakan halaman gedung ini setiap tanggal 17 Agustus. Selebihnya, hanya acara-acara yang dihadiri Presiden dan Wakil Presiden-lah, Gedung ini digunakan.

Sayangnya, Gedung Agung setahu saya jarang dibuka buat umum. Tapi jangan kecewa dulu, kalau berkunjung ke Yogya, bisa kok foto-foto dari depan pagar-nya. Lumayan lah… Abis itu kita shopping deh di Malioboro., hehehe..

Hits: 1148