Kadang-kadang reuni-an itu beda-beda tipis kayak kondangan. Pertanyaan gak jauh-jauh dari: Sudah punya anak berapa? Kerja dimana? Jadi apa? Suami/Istri kerja apa? dimana? Memang sih, reuni itu tujuannya silaturahim. Saya juga kalau dateng ke reuni, niatnya begitu plus sedikit nyari jaringan buat kepentingan nyari rejeki. Tapi ujungnya, reuni cuma jadi ajang bertemunya orang-orang yang saling kepo. Kok, gw kok kayaknya baper banget ya.. Hahaha.. Mungkin inilah derita jomblo ngenes,suka sensitif duluan kalau ditanya status. Hahahaha…

Soal pekerjaan apalagi. Paling males kalau ada yang menyodori pertanyaan yang tidak bisa dijawab dalam 1-2 kalimat pendek. Misal: Kerja dimana? Dan saya jawab: Oh, saya konsultan freelance untuk pengelolaan fasilitas publik (beuh…contoh kok ribet amat..). Si penanya pun mengernyitkan dahi tanda bingung. Jaman saya (apalagi sebelum saya) dan mungkin sebagian orang jaman sekarang, menjawab pertanyaan seperti itu dengan merek-merek keren seperti:  Saya kerja di Pertamini, Saya kerja di Bank Midun atau Saya kerja di Oil Company pasti akan keliatan lebih keren, mantep dan membuat derajat kita seolah naik tiga level. Masih sulit rasanya membuat wajah si penanya terkagum-kagum jika kita menjawab: “Saya sekarang punya bisnis online, jualan lewat instagram. Kesannya pasti lebih mewah jika dijawab: Saya sekarang dinas di Kementerian Keuangan. Uhuk.

Ujung-ujungnya reuni sering bahkan selalu berujung gengsi. Percaya deh, pasti banyak yang males, kalo setelah lebih dari sepuluh tahun terpisah, dan kita masih naik bajaj datang ke lokasi reuni. Reuni seolah menjadi ajang pembuktian kesuksesan yang diukur dari “penampilan” kita saat datang. Jadi bahan obrolan seru, jika si Udin yang dulu dekil, kumel, item dan jelek sekarang hanya 11-12 dengan bintang iklan televisi dan bergaya bak eksekutif muda. Lebih enak digosipin jika si Wati yang dulu tidak pernah dilirik cowok di kampus tetiba menjadi bintang reuni. Atau bahkan sebaliknya si Robert yang dulu keren, kini beda tipis dengan pencandu narkoba sama hebohnya jika si Bianca yang dulu bunga sekolah sekarang sudah menjanda tiga kali.

Memang, reuni itu niat utamanya silaturahim, apalagi menurut agama saya, silaturahmi adalah media untuk memperpanjang umur. Tapi saya pribadi lebih senang datang ke reuni-reuni kecil dengan teman-teman dekat yang memang sudah mengenal saya, plus masih sering kontak meskipun tidak intens. Saya paling males untuk “mempresentasikan” diri dalam  sebuah reuni. Kini kecanggihan teknologi membuat “reuni dunia maya” bisa dilakukan kapan saja. Di beberapa kejadian, saya malah sering kagok datang ke sebuah reuni besar sendirian. Bertemu orang-orang lama membuat kita butuh sedikit waktu untuk “menyesuaikan diri”. Namun adanya grup-grup chat di smartphone membuat rasa kagok itu sedikit berkurang.

Lucunya, selain alasan-alasan diatas ada hal lain yang membuat orang enggan datang ke reuni. CLBK! Yes, dari beberapa rubrik relationship, saya sering sekali membaca banyak perselingkuhan yang terjadi adalah buah dari reuni. Ini benar-benar patut diwaspadai oleh suami/istri yang pasangannya punya niat reuni. Serius! Mungkin dulu banyak cinta yang belum kesampean. Dan kini kita bertemu lagi sang mantan dalam rupa yang lebih kinclong dan lebih mengejutkan lagi, seperti Bianca diatas, dia sudah kembali single. Tiba-tiba anak istri di rumah pun terlupakan! Beware!

Hits: 1411

Kalau sesekali berkunjung ke Sumatera Selatan, bolehlah mampir-mampir ke Pagaralam, kota kecil di kaki Gunung Dempo berjarak kurang lebih 6 jam dari Kota Palembang. Enam Jam? Jauh juga yaa, bro.. Tapi tenang, pemandangan indah sepanjang perjalanan tidak akan membuat enam jam itu menjadi perjalanan yang membosankan. Kalau punya dana lebih, bisa juga naik pesawat kecil (yang sayangnya jadwalnya masih terbatas). Atau, jika sedang ke Bengkulu, tidak ada salahnya juga meluangkan waktu sekitar 4 jam menuju Pagaralam.

CIMG1331
Bye.. Jakarta.. 🙂

Mungkin banyak yang berpikir Puncak adalah maskot pegunungan dan kebun teh padahal Pagaralam juga kebun teh yang dikelola oleh PTPN VII. Kontur daerahnya pun nyaris sama dengan Puncak Bogor. Kantor Pemerintahan di Pagaralam menurut saya adalah salah satu lokasi yang paling unik karena berada di perbukitan menuju kebun teh. Dua lokasi kantor pemerintahan yang juga “lucu” menurut saya adalah Provinsi Gorontalo yang juga di perbukitan dan Kantor Bupati Badung, Bali yang mewah, luas ibarat Pura di perbukitan. Uniknya di Pagaralam ada undakan anak tangga yang sering disebut Tangga 1000 di tengah-tengah kebun teh. Lumayan kan, gak usah tracking kalau mau jalan-jalan kesini. Kalau mau menikmati sawah seperti di Ubud, pun ada di Pagaralam. Bedanya, disini daerahnya masih sangat alami. Belum banyak villa-villa mentereng, taman-taman wisata apalagi seperti hotel – hotel di Bali.

IMG_1754
Ini bukan Puncak!

Kembali ke Pagaralam adalah kembali ke alam. Disini ada beberapa air terjun yang masih sangat alami yang bahkan sepertinya kurang “diurus” oleh Pemerintah. Kurang lebih tercatat ada 6 air terjun disini: Curug Ayek Kaghang, Curug Batu Betulis, Curug Basemah, Curug Embun, Curug Lematang Indah, Curung Mangkok. Oya, orang sini menyebut Curug dengan Cughung (dengan penyebutan huruf r yang agak cadel. Nah, di perjalanan menuju Pagaralam pun, akan ditemui jurang berkelok seperti kelok 8 di Sumatera Barat. Bagi yang senang sejarah, Pagaralam juga banyak menyimpan sisa-sisa jaman megalitikum yang lagi-lagi memang belum dianggap aset yang penting. Beberapa tahun terakhir, pemerintah nampaknya mulai melek akan potensi Pagaralam. Karena tanahnya yang subur beberapa hasil perkebunan salah satunya teh dan kopi, sudah dikemas secara ekslusif yang cocok banget buat oleh-oleh. Asal tahu aja, Pagaralam adalah salah satu pemasok sayuran segar untuk wilayah Sumbagsel.

IMG_20140729_133127
paling enak makan di pinggir sawah…

Kalau ingin merasakan liburan ke rumah nenek, seperti lagu anak-anak jaman dulu, Pagaralam-lah tempatnya! Merasakan kembali makan di sawah, memetik sayur dan menangkap ikan sendiri adalah liburan yang terkadang nilainya lebih “mahal” daripada jalan-jalan di mall. Di daerah-daerah lain seperti Bogor, Bandung atau bahkan seperti agrowisata yang sudah penuh Hotel di Bali adalah hal yang sudah banyak dijumpai, namun belumlah demikian di Pagaralam. Biarlah Pagaralam tetap dengan keasrian dan alami-nya. Biarlah (untuk sementara) Pagaralam menjadi Pagar Alam yang sesungguhnya. Jauh dari polusi, jauh dari tangan-tangan jahil dan jauh dari hiruk pikuk dunia kota.

Hits: 896