Ada rencana ke Sydney? Bingung mau bikin itinerary? Berikut saya rekomendasikan beberapa agenda yang bisa dilakukan di Sydney. Tenang, semuanya bisa dilakukan cukup dengan jalan kaki saja di pusat kota Sydney. Ngapain aja? Yukk, cekidot…!

1. Tour Gedung Antik hingga Opera House

Yah, kalau ini mah gak usah dibilangin sih sebenernya. Opera House memang sudah jadi maskot alias landmark Kota Sydney. Kalau mau kesini, lebih baik naik kereta dan turun di Central Station lalu lanjut jalan kaki. Agak jauh memang sekitar 2 km, tapi sepanjang jalan banyak obyek foto yang menarik. Banyak gedung-gedung bergaya Mediterania yang sangat instagram-able.

opera
must taken!

Contohnya; museum, taman, perpustakaan, gedung pemerintahan bahkan disinilah lokasi Gereja Saint Mary yang sangat megah dan indah. Siapa pun boleh masuk loh melihat-lihat dalamnya. Saya aja yang pake kerudung, masuk dengan santai kok! Asal tetap tidak mengganggu yang sedang beribadah yah..

perpus1
National Library
gereja
Saint Mary

Kan asyik, satu tujuan tapi bisa dapat beberapa obyek. Sekalian juga bisa melihat lalu lintas dan kehidupan kota Sydney.

2. Eksplore Sydney Harbour Bridge

Deuh, segitu banget ya.. pake kata “berlayar”. Hehehehe. Harbour Bridge sebenarnya satu pandangan mata dengan Opera House. Pilih port Circular Quay sebagai titik awal untuk menjelajah Harbour Bridge. Dari atas ferry melihat sisi lain Sydney dari lautan, foto dengan latar belakang Harbour Bridge dari atas ferry pasti keren banget. Rebutan ambil posisi di geladak kapal. Saya sarankan kesini pada pagi hari sebelum pukul 12 siang, agar pencahayaan fotonya tidak backlight.

bridge
Harbour Bridge

Sepanjang perjalanan dengan feri ini ada beberapa poin-poin menarik yang bisa dikunjungi, seperti Luna Park, Sydney Aquarium, Maritime Museum atau sekedar foto-foto di Pyrmonth Bay Wharf.

Luna Park
Luna Park
pantai apaa...lupa namanya, heheheh..
pantai apaa…lupa namanya, heheheh..

Oya, sempatkan hari minggu saja keliling Sydney. Kenapa?? Karena hari minggu kita cukup mengeluarkan AUSD 2 saja untuk menggunakan seluruh moda transporartasi, tanpa batasan. Mau naik trem, bis, atau ferry berkali kali selama di hari minggu, ongkos cuma dua dollar saja, dipotong saat perjalanan pertama menggunakan kartu transportasi yang namanya Opal Card. 

3. Nonton Kembang Api di Harbour Darling

Pernah nonton kembang api di Hongkong? Kurang lebih di Sydney sama deh dengan disana. Pertunjukan ini ada setiap malam minggu di tepian Harbour Darling. Disini juga ada deretan café lengkap dengan mall. Cuma memang makanan disini agak lebih mahal, kalau mau irit kita bisa membawa cemilan sendiri dari rumah, atau beli di tempat lain dan dinikmati di tepi darmaga sembari memandang kerlap kerlip lampu-lampu kota. Eh, sayangnya waktu saya kesana…sedang ada renovasi jadi untuk sementara show kembang api tidak berlangsung. Tapi duduk-duduk di tepi port, memandang gemerlap lampu-lampu gedung di Sydney sudah sangat menyenangkan kok! 

darling

4. Berfoto di Gedung Sydney University

Entah kenapa saya suka banget bangunan ini. Gedung kuno yang mirip Istana Harry Porter ini ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 2 km dari Central Station yang berlawanan arah dengan Opera House. Aduh, sampai disini saya terkagum-kagum sendiri. Rumputnya hijau seperti karpet, bangunannya megah seperti di film film. Gedung indah itu dibangun pada 1850 dan dinobatkan sebagai salah satu kampus tercantik di dunia. Menuju kesini juga ada taman yang luas dan bagus. Benar-benar seperti back to past! Saat saya kesana, sedang gerimis mengundang tapi sama sekali tidak menghalangi niat saya untuk berfoto. Ternyata tempat ini memang sering jadi lokasi foto, bahkan ada sepasang calon pengantin yang tengah melakukan foto prewedding.

blog1

blog2

Saya juga sempat masuk ke dalam gedung, bagus banget. Speechless deh! Sempat kepikiran, kalau saja dulu saya pinteran dikit, pasti bisa deh kuliah disini. Hehehehe

5. Ngopi ngopi cantik!

Seperti biasa, kalau ke luar negeri, titipan yang paling sering saya terima adalah aksesoris Starbucks. Mulai dari mug sampau membercard. Thank God! di Sydney ternyata Starbucks-nya gak sebanyak di Amerika (Ya iyalah, kan Amerika emang asalnya….), jadi saya gak repot nyari titipan. Tapi sebagai gantinya, setiap sudut Sydney punya warung kopi yang autentik! Meski kedai-kedainya, tidak mengusung merek mahal, tapi kopinya dijamin mantep surantep! Mengingatkan saya dengan Aceh Lon Sayang. #uhuk

ngopi3

Saya sempat menjajal beberapa kedai kopi dan semuanya memuaskan. Di Jakarta atau Bogor, saya sering coba-coba warung kopi yang baru dibuka. Hasilnya sih lebih sering mengecewakan, sampai akhirnya saya hanya punya satu dua tempat ngopi langganan. Tapi di Sydney semua warung kopi asyik buat berlama-lama dan kopinya bikin saya -yang pencinta kopi ini-, sakau! Bahkan di ferry harbour bridge, saya sempat iseng membeli secangkir kopi di cafeteria yang posisinya agak nyempil deket toilet. Kirain akan dikasih kopi instan, ternyata di kapal pun, kopinya di-grill di tempat itu juga! Luar biasa!! Harga secangkir latte atau cappuccino rata-rata AUSD 3, sekitar 30 ribuan Standarlah yaa… gak jauh beda dengan kopi enak di tempat kita.

ngopi1

Oya, kalau mau pesan makanan samping/cemilan di kedai kopi, jangan kaget kalau porsinya geudee banget. Memang hampir semua makanan di Australia porsinya besar-besar. Jadi kalau sama teman, mending beli seporsi dan bagi dua. Hehehhe.. (irit ala anak kost)

6. Belanja di Paddys Market

Ini dia nih…liburan ala orang Indonesia. Belanja, belenjong, shopping dan ngabisin duit! Kebetulan banget, hostel saya menginap hanya beberapa blok dari Paddys, jadi deh saya belanja (seadanya) di Paddys juga. *Maklum horang kayahh…* Hehehe.. Pasar yang serupa hanggar besar dengan lapak-lapak ini, menjual berbagai barang mulai dari pernak pernik, souvenir, baju kaos, sepatu hingga kosmetik. Catat, Paddys hanya buka dari hari Rabu hingga Minggu. Kalau di Sydney, Paddys memang rekomendasi utama untuk membeli oleh-oleh. Tapi jangan terkecoh, untuk dapat harga murah lebih baik muter dulu seluruh bagian, cari perbandingan harga baru belanja, karena para pedagang disana tidak memiliki standar harga untuk satu barang.

Di Melbourne, ada Queen Victoria Market yang harganya lumayan lebih murah dari Paddys. Jadi, kalau masih mau ke Melbourne setelah dari Sydney, tahan tahan dulu deh belanjanya.

paddys1

Di lantai atas gedung yang sama dengan Paddys, ada mall yang tidak seberapa besar. Serunya, disini ada beberapa Factory Outlet baju dan sepatu merek-merek terkenal disini. Kalau punya uang lebih, silakan mampir. Lumayan bisa dapat kaos branded seharga 5 dollar alias 50 ribu saja.

paddys2

Oya, yang kangen makanan Indonesia, ada restoran bernama Podomoro, jalan sedikit sekitar 100 meter dari seberang Paddys. Tapi porsinya tetep gede, seperti porsi orang Australia pada umumnya. Biar aman (dan irit) pesen seporsi buat berdua aja (kan jadi romantis tuh…).

7. Nongkrong di Taman Kota

Enaknya di kota maju yang tetap mengutamakan kenyamanan penghuninya, adalah tersedianya Ruang Terbuka Hijau (RTH). Begitu juga di Sydney, banyak sekali taman-taman yang bisa jadi tempat mencari inspirasi saat galau (hmmm…). Asyiknya, taman-taman ini ada di pusat kota, yang bisa dijangkau dengan mudah karena transportasi yang memadai bahkan bisa cukup dengan jalan kaki.

taman1

Emmm.. tapi, kalau saya sih senang liburan yang gak too rush alias buru-buru kayak harus ngabsen di kantor. Saya lebih senang liburan yang santai dan bisa dinikmati. Bisa berlama-lama di satu tempat, mengamati lingkungan, melihat tingkah polah penduduknya dan belajar dari banyak hal baru di sekeliling kita. Saya gak mau jadi turis check list. Itu loh, yang datang ke suatu tempat cuma buat sekedar udah sampe disana dan cekrek foto sekali, lalu berlalu.

taman3

Nah, karena itulah kalau kalian liburan yang tidak dikejar deadline, bawa buku, cemilan dan segelas kopi (dalam paper cup), di taman, pasti akan jadi sangat menyenangkan.

Hits: 1243

Mencari hotel yang dekat dengan pusat kota, tapi berstandar internasional sebenarnya susah-susah gampang. Jangankan di kota kecil, di Bali yang jumlah hotelnya sudah gak kira-kira pun tetap jadi tantangan sendiri. Ada yang ekonomis, tapi fasilitas dan pelayanannya pun ekonomis. Ada juga yang murah, tapi posisinya kurang strategis. Mau lebih bagus dikit, siap-siap deh merogok kocek lebih dalam

Bulan lalu, saya beruntung banget bisa mencicipi bermalam di dua hotel dalam jaringan Best Western Internasional (BW). Oya, dua bulan sebelumnya saya juga sempat menginap di Best Western Premier Solo Baru. So, ini adalah kali kedua saya merasakan fasilitas BW. Di Kuta Bali sendiri, ada tiga jaringan yaitu: BW Kuta Villa, BW Kuta Resort dan BW Kuta Beach. BW Kuta Resort dan Kuta Beach berkonsep hotel seperti pada umumnya, sedangkan BW Kuta Villa, selain kamar hotel berstandar bintang 4, juga ada villa villa yg dilengkapi kolam renang pribadi. Hari pertama saya dan teman-teman menginap di BW Kuta Resort, hari kedua kami pindah ke BW Kuta Beach.

BW Kuta Villa
BW Kuta Resort

Ini dia beberapa hal yang bisa dijadikan pertimbangan kenapa kalian harus memilih Best Western Kuta Bali.

Berstandar Internasional

Buat saya, poin ini penting banget! Kadang kita suka terkecoh dengan foto-foto keren dari sebuah hotel di situs-situs booking online. Kalau pilihannya di hotel yang memiliki jaringan worldwide, gak usah repot deh nanya-nanya atau baca review tentang fasilitasnya bagaimana, kebersihan gimana dan lain-lainnya. Nama besar BW yang sudah hadir di puluhan negara pasti jadi jaminan. Bahkan BW Kuta Resort beberapa tahun terakhir berturut-turut mendapat penghargaan Service Excellence dari Head Quarter BW di Arizona, USA.

Deluxe Room BW Kuta Beach
Deluxe Room Best Western Kuta Beach
Deluxe Room BW Kuta Villa
Deluxe Room Best Western Kuta Resort

Lokasi Strategis

Yes, BW Kuta Beach letaknya hanya sekitar 200 meter saja dari bibir pantai Kuta. Bagi yang memang liburannya penuh aktivitas di sekitar Kuta dan Jimbaran, udah paling pas deh memilih BW Kuta Beach. Cocok banget buat yang ke Bali pengen seseruan merasakan atmosfir keramaian dan hedonisme ala Kuta. Sementara BW Kuta Villa dan Kuta Resort posisinya memang tidak tepat di pinggir jalan, namun sesuai bagi yang menginginkan suasana tenang, private dan senyap tetapi tetap dekat pusat keramaian Bali. Jadi tidak perlu jauh-jauh ke Ubud atau Nusa Dua.

Best Western Kuta Beach
Best Western Kuta Beach
bw10
Best Western Kuta Villa

Makanan Enak

Sarapan pagi di BW Kuta Resort dan BW Kuta Beach menunya sangat beragam. Saya paling suka soalnya varian sambel-nya buanyakk..Hehehe. Saya ini kan penggemar sambal matah khas Bali, sampe-sampe bisa nambah beberapa kali karena sambelnya bikin gak mau berhenti makan. Heheheh.. Jangan khawatir, sebagai hotel international chain tentu saja menu internasionalnya juga komplit.

Saya juga sempat mencicipi soto ayam khas BW Kuta Villa yang disajikan di tempurung sejenis kelapa kopyor. Rasanya??!!. Hemmm.. soto ayam dengan bumbu spesial terasa unik karena berbaur dengan air kelapa yang masih menempel di tempurungnya. Minuman andalannya Pinacolada, sejenis jus nanas yang dipadukan dengan susu. Enak? Enak pake bangedd!

bw8

Oya, di BW Kuta Beach, sebelum sarapan pagi kita bisa ikut latihan yoga. Ada instrukur yang sabar banget membantu kita berlatih. Tempat latihannya pun dekat kolam renang dan restoran. Pas deh, habis yoga biasanya kita kelaperan dan langsung deh makan!

bw3

Harga Bersaing

Ini dia poin yang mungkin paling penting. Siapa sih, yang gak mau hotel terjangkau, lokasi oke, makanan enak, fasilitas keren dan berstandar internasional? Beneran deh, silakan cek rate BW di beberapa situs booking online.

Yuk Cuss… kalau ke Bali ajak-ajak saya lagi yaa!!

 

 

Hits: 1051

Hayo, kapan terakhir kali kamu piknik? Iyaa, piknik! Makan dan bercengkerama di alam terbuka, duduk santai di atas tikar dan menikmati makanan yang dibawa dari rumah. Saya sih, kalau tidak salah sekitar satu setengah tahun lalu bersama beberapa orang teman dari Bogor menuju Gunung Padang di Cianjur. Di tengah perjalanan, kami singgah tepat di tepi kebun teh, menikmati nasi goreng berbumbu Aceh yang dibawa dari rumah. Nikmat banget! Lupa deh sama makanan mall.

Nah, ceritanya minggu lalu saya menyempatkan piknik di alam terbuka. Tidak tanggung-tanggung, kali ini pikniknya di Melbourne, Australia. Jauh banget yaaa!! Setelah nonton Coldplay, muter-muter di Melbourne (yang ini akan saya tulis terpisah), seorang teman mengusulkan untuk piknik di sebuah taman di tepi danau bernama Lysterfield Park, sekitar 45 menit dari pusat kota Melbourne. Jadilah sore itu kami membeli kebutuhan piknik termasuk daging halal di sebuah toko produk-produk Timur Tengah. Niatnya pengen barbeque (bbq) di tengah rimbun pepohonan sembari memandang danau.

blog4

Disana disediakan meja-meja persegi yang besar lengkap dengan bangku yang melingkar sehingga kita tidak perlu gelar tikar lagi. Hebatnya, di beberapa bagian sudah disediakan perlengkapan bbq yang lengkap dan kita tinggal pakai. Wow! Kirain harus bawa perlengkapan dari rumah (kali aja rempong kudu bawa arang segala…)

blog20

Kami memilih satu meja yang paling dekat dengan sebuah tungku bbq.  Ternyata yang piknik, bukan hanya saya dan teman-teman. Di samping kami, berkumpul satu keluarga lengkap dari nenek hingga cucu yang tengah bertukar kado. Di sisi lain, sekumpulan anak muda yang nampaknya sedang reuni, asyik dalam gurau canda. Di ujung sana masih ada satu keluarga dengan dua anak balita. Ramai memang, tapi tetap tenang dan masing-masing kelompok memiliki privacy.

Di sekeliling taman, terdapat jogging track, terlihat beberapa orang sedang berolahraga, walau suhu saat itu hanya sekitar 15 derajat celcius saja. Tepat di depan mata terbentang danau buatan, yang membuat pemandangan makin cantik. Selain untuk estetika, ternyata danau itu juga merupakan sumber pembangkit listrik.

blog11

Di arah berlawanan dengan danau, ada tanah lapang dan hutan yang masih alami dan itulah habitat asli kanguru. Disini kanguru dibiarkan hidup bebas, loncat loncatan kesana kemari. Sedang asyik ngobrol, tau-tau seeokor melintas di depan kami. Cepat-cepat saya ambil kamera. Sayang, loncatannya lebih cepat daripada bidikan kamera Saya. Hahaha..

blog5
kanguru yang kabur

Tempat ini memang disediakan oleh Pemerintah Melbourne. Tidak hanya Ruang Terbuka Hijau (RTH) semua fasilitas seperti meja dan kursi taman, tempat bersantai, tungku bbq dan toilet yang bersih. Bahkan disediakan perahu-perahu untuk berkeliling danau yang sangat friendly terhadap para disable.

blog7

blog1
fasilitas toilet

Sambil bbq-an, Doddy teman kami yang memang menetap di Melbourne bercerita tentang dukungan pemerintah Australia terhadap keharmonisan keluarga.  Australia menerapkan prinsip Triple delapan (888), yaitu delapan jam bekerja, delapan jam istirahat dan delapan jam pleasure. Sangat jarang ada karyawan overtime alias lembur, karena bayar tenaga kerja untuk lembur muahaalll banget. Tiba-tiba teringat para karyawan bank yang senangnya lembur dan kalau gak lembur, berasa gak kerja. Heheheh..

blog2
rombongan piknik

blog10

Di Brisbane dan Sydney -mall yang tutup jam 6 sore saja- sudah cukup bikin saya shock! Di Jakarta, biasanya jam 7 malem baru nongkrong di mall. Lebih parah lagi di Melbourne, toko-toko rata-rata tutup jam 4 sore! Jadi hampir tidak ada istilah anak mall disini. Belum lagi, transportasi yang mapan membuat tidak ada kamus nongkrong di mall, sembari menunggu macet berakhir. Setelah bekerja selama delapan jam, pilihannya ya cuma satu: pulang berkumpul dengan keluarga.

Kata Doddy, semuanya merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memenuhi prinsip triple 8 tadi. Pemerintah konsisten mendukung komunikasi dan interaksi keluarga, salah satunya dengan tidak ada lembur dan tidak banyak keramaian yang buka sampai malam.

blog11

Saya salut, di tengah maju dan canggihnya fasilitas negara ini, pemerintah “masih percaya” bahwa keluarga adalah pondasi utama majunya bangsa  dan meyakini piknik sebagai salah satu cara mendekatkan hubungan keluarga. Komunikasi dalam keluarga didukung oleh aturan jam kerja dan fasilitas yang memadai. Bener sih, kata sebuah riset, berinteraksi di alam terbuka akan membuat kekerabatan makin baik.

Bahkan pemerintah Australia setiap tahun memberikan dua kali voucher gratis jalan-jalan domestik bagi setiap keluarga. Sambil bercanda, Doddy bilang; kalau ada pasangan yang mau pisah, coba pindah deh ke Melbourne, dijamin bisa baikan lagi.  Tidak heran angka perceraian disini cukup rendah.

blog12

Herannya kok kesadaran begini malah banyak di negara maju ya… Di Jakarta (baca: maskot Indonesia), ruang terbuka hijau tidak banyak, boro-boro deh yang lengkap dengan alat bbq, yang bisa digunakan untuk berkumpul saja sangat jarang. Kita yang dalam kenyataannya “lebih tradisional” malah lebih senang berkumpul di café-café ber-AC dan pusat perbelanjaan. Rasanya bangga kalau bisa nongkrong di café mahal, padahal disana pun seringnya masing-masing sibuk dengan gadget masing-masing.

blog13

Kalau saja Jakarta lebih banyak RTH dan masyarakatnya suka menikmati alam, artinya keluarga makin harmonis. Artinya lagi,keluarga akan mencetak generasi-generasi yang madani yang siap memajukan bangsa. Wah, panjang ya, dampaknya. Ternyata duduk-duduk di taman bersama keluarga bukan cuma menghabiskan waktu, tapi cara kita menjaga keutuhan bangsa.

Bagaimana, kapan kita piknik?

Hits: 1934

Pesawat Wings Air yang membawa kami dari Makassar, mendarat dengan mulus di Bandara H. Aroepalla Selayar. Burung besi bertenaga baling-baling dan bermuatan tidak lebih dari 50 orang ini, hanya punya satu kali penerbangan per hari dari Makassar. Beberapa bulan lalu, malah seminggu hanya tiga kali. Selain terbang, jalur transportasi menuju Selayar satu-satunya hanya menyebrang dari Pelabuhan Bulukumba selama sekitar 5 jam setelah sebelumnya harus menempuh perjalanan darat sekitar 3 jam dari Makassar. 

Buat saya yang punya darah Bugis dan pernah menetap di Makassar, Selayar sangat tidak asing. Namun sebagian orang di luar Sulawesi, bisa jadi belum mengenal daerah ini. Jadi gak heran deh, masih banyak yang bilang:  “Haa ? Selayar? dimana tuh?” kata seorang teman. Sayangnya, meski pernah lama menetap di Makassar, saya belum pernah sekalipun mampir ke Selayar. Makanya, ketika diundang kesini, saya bersemangat sekali. Horeee…!!

Sunset courtesy @agus_syaiful_arief_es
courtesy IG @agus_syaiful_arief_es

Secara geografis Kepulauan Selayar yang tepat di bawah Pulau Sulawesi dan masuk dalam provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten ini terdiri dari pulau-pulau kecil yang kaya potensi maritim. Selayar berbatasan langsung dengan NTT dan Wakatobi yang lebih dulu tenar wisata bahari. Nah, kalau sudah pernah dengar Taman Nasional Laut Takabonerate, Yes…itu masuk wilayah Kepulauan Selayar. Takabonerate adalah salah satu surga diving, yang ditempuh sekitar 2 jam dengan kapal cepat dari Banteng, ibukota Selayar.

Kaya Situs Sejarah

Tapi apakah, potensi wisata Selayar cuma wisata bahari? Ternyata Selayar juga kaya akan situs situs sejarah, yang mungkin belum banyak dikenal.

Baru tiba saja, saya dan teman-teman sudah diajak ke Kampung Bitombang, kampung tertua di Selayar yang konon sudah ada sebelum Islam masuk ke Selayar. Menuju Bitombang, membutuhkan waktu sekitar 30 menit dari Benteng, ibukota Selayar, dengan jalan mendaki dan berliku ditemani pemandangan kebun kelapa, cengkeh dan jambu monyet di sepanjang jalan. Cukup jauh untuk ukuran pulau kecil ini dan posisinya pun seperti terisolir. Namun setiba disini, rasanya seperti berada negeri atas awan. Posisinya yang berada sekitar 2500 mdpl membuat pemandangan sekitarnya indah sekali.

blog4

Rumah-rumah di kampung ini berdiri di atas tiang setinggi minimal 10 meter. Kata orang, selain mengikuti kontur daerahnya yang berbatu, rumah bertiang tinggi ini dulunya sebagai tempat perlindungan dari musuh dan binatang buas. Uniknya lagi, ada beberapa rumah yang sudah berusia ratusan tahun dan masih kokoh terawat. Kayu penopang yang kuat itu, disebut holasa oleh penduduk setempat dengan seluruh atap rumah terbuat dari daun kelapa dan rumbia. Konon, mereka tidak menggunakan genteng dari tanah liat, karena filosofinya tanah adalah tempat kembali (tempat manusia dimakamkan) dan harus terletak dibawah, bukan diatas (sebagai atap) Hemmmm…

bitombang

Kami sempat berbincang dengan Bapak Kepala Dusun yang mengaku sudah berusia 75 tahun. Ia bercerita banyak tentang kampungnya, dimana sebagian besar penduduk hidup dari pertanian. Ingatannya masih sangat jelas, bicaranya pun runut dengan bahasa Indonesia yang bercampur dengan Bahasa Selayar.

DCIM100MEDIA
Bitombang

Wah, si Bapak panjang umur juga, pikir saya. Tiba-tiba di tengah obrolan kami, muncul seorang Bapak yang kelihatannya lebih tua dan ternyata lelaki itu adalah mertua Bapak Kepala Dusun. Wow, berarti usianya sudah lebih dari 90 tahun! Ternyata, populasi manula di Kampung Bitombang memang cukup tinggi. Saya lupa menanyakan datanya sih, tapi keunikan lain kampung ini, memang dihuni banyak orang yang berusia lebih dari 70 tahun. Konon, mereka panjang umur karena menerapkan hidup yang sangat alami. jauh dari makanan instan dan jauh dari polusi udara. Hmm, sayang saya hanya mampir beberapa jam saja. Kalau ada rejeki lagi, ingin rasanya menginap satu dua malam untuk belajar tentang kearifan lokal kampung kecil ini. Pasti banyak yang bisa digali.

blog5

Tidak cuma Bitombang, Selayar juga punya sisa-sisa peninggalan sejarah lain seperti nekara dari jaman perunggu yang berbentuk seperti gong dengan gambar berbagai hewan dan simbol kehidupan sekelilingnya. Banyak filosofi kehidupan yang tergambar di gong tersebut. 

Ada pula jangkar jangkar raksasa peninggalan kapal besar asal Tiongkok milik saudagar kaya bernama Gowa Liong Hui yang pernah singgah ke pulau ini. Uniknya, awak kapal Liong Hui kemudian menetap dan berakulturasi dengan penduduk asli. Tidak heran jika penduduk Desa Padang banyak berkulit hitam tapi bermata sipit,

 jangkar

Pantai yang Meneduhkan

Selayar adalah salah satu daerah penghasil kopra di tanah air, tidak heran karena pantainya memang dikelilingi pohon kelapa yang banyak dan sangat teduh. Inilah yang menurut saya, menjadi pembeda utama pantai-pantai Selayar dengan daerah lain. Pantai-pantai itu bisa ditempuh tidak lebih dari 30 menit dari pusat kota.

blog8
Pantai Sunari

Salah satu pantai yang wajib dikunjungi untuk sekedar ngopi-ngopi cantik adalah Pantai Sunari. Pantainya landai meski tidak berpasir putih tetapi bersih sekali. Kita juga bisa bermalam di resor yang baru saja dibangun disini. Duh, rasanya saya gak mau nulis tentang ini, takut makin banyak yang datang kemudian mengotori pantai-pantai cantik ini. Jangan yaaa. Nikmati semua, tapi menjaga lingkungan tetap nomer satu. 

DCIM100MEDIA

Saya juga sempat main ke pulau kecil bernama Liang Kereta yang bisa ditempuh sekitar 40 menit dari kota Benteng, Pulau tidak berpenghuni ini, berpantai sangat tenang dengan air laut biru toska yang menggoda. Garis pantainya memang tidak panjang, tetapi unik karena dipisahkan oleh beberapa tebing. Kita bisa piknik diatas tebing dan memandang laut lepas dari ketinggian. Sayang, pengelolaan pulau ini belum optimal. Namun menurut Saya, tidak perlu pengelolaan yang canggih-canggih, cukup kebersihannya tetap dijaga dan fasilitas seperti toilet diperbaiki. Biarkan Liang Kereta tetap dengan kealamiannya, tanpa banyak pembangunan fisik.

liang kereta
liang kereta
liang-kareta
liang kereta

Sedikit keluar dari kota Benteng, juga masih banyak pantai yang nyaris jarang tersentuh pendatang. Ingin wisata edukasi? Bisa mampir ke Kampung Penyu di Desa Tulang. Posisinya tepat di tepi pantai lengkap dengan nyiur melambai dan hutan mangrove. Disini dilakukan penangkaran ratusan telur penyu berbagai jenis hingga menetas dan siap untuk dilepas ke laut bebas. Menariknya, kegiatan ini awalnya digagas oleh masyarakat sekitar yang melihat keberadaan penyu yang makin lama makin langka. Mereka sadar, berkurangnya populasi penyu akan menganggu siklus kehidupan di laut bebas.

penyu

 Akomodasi

Jangan berharap ada hotel chain nasional apalagi internasional di Selayar, dan sepertinya hotel-hotel yang ada pun belum berkolaborasi dengan situs-situs travel hotel online. Namun kalian bisa googling dan pesan melalui telepon. Di pantai Sunari sudah ada resor sederhana tapi cantik dan menyatu dengan alam. Fasilitasnya pun sudah oke, kalau lagi cari inspirasi dan butuh  ketenangan, cocok banget kesini. Jangan khawatir, harganya masih sangat bersahabat  (lihat kontakanya di bawah tulisan ini).

sunari
Sunari Resor

Transportasi umum di Selayar juga tidak banyak, karena turis yang datang umumnya ikut rombongan travel. Namun kalau mau jalan sendirian juga tidak masalah, pihak hotel akan dengan senang hati mencarikan mobil sewaan. Tenang, kemana-mana di Selayar ini deket banget. Tujuan yang jauh rata-rata bisa ditempuh kurang dari satu jam. Bahkan di dalam kota, kemana-mana paling cuma lima menit dan bisa jalan kaki, hehehe.. Gak habis buat dengerin satu lagu! Beneran!

hotel
rombongan jalan jalan di depan hotel.

Terakhir, kuliner daerah pantai apalagi kalau bukan seafood. Ada tempat makan asyik seperti Muara Karang disini. Food court tradisional yang menghadap langsung ke pantai. Asyik buat tempat dinner. Pun masih banyak rumah-rumah makan yang sajian khasnya memang seafood. Tidak sulit kok dicari, karena kota Benteng relatif kecil.  Duduk santai sore di tepi pantai sambil menunggu matahari terbenam sambil menikmati sarabba (sejenis bandrek) dan pisang goreng juga bisa menjadi pilihan. 

img20161128174358
kongkow di pantai kota

Saya merekomendasikan Selayar buat yag mencari tempat libur yang benar-benar masih alami. Belum banyak sentuhan manusia, belum banyak tangan-tangan jahil yang merusak lingkungan. Tenang, damai dan waktu seolah berhenti berjalan. Tapi kalau kesini, alamnya sama-sama kita jaga ya.. Jangan selalu mengharapkan pihak ketiga (pemerintah) untuk berbenah. Mulai dari diri kita sendiri untuk merawat alam Indonesia yang kaya ini.

 

Kontak Resor Pantai Sunari, Selayar; Pak Gede Eka (081223808669)

 

 

 

 

 

 

 

 

Hits: 1202

Kalau mendengar kata Brebes, apa yang ada dalam pikiranmu? Hanya bawang dan telor asin saja? Atau justru kejadian macet berhari-hari di Gerbang Tol Brebes alias Brexit lebaran lalu? Sama dong!! Hehehe… Beruntung banget beberapa minggu lalu saya mendapat kesempatan untuk mengeksplore Brebes lebih luas yang akhirnya membuat saya tidak lagi mengira bahwa Brebes hanya bawang dan telor asin. 

Emang ada apa aja?! Wisata Brebes banyak! Brebes punya hutan mangrove yang unik, kalau biasanya di wisata hutan mangrove kita hanya bisa berjalan-jalan saja, di Brebes saking luasnya kita bisa berlayar di area hutannya. Brebes juga punya kebun teh seperti puncak, punya perbukitan yang instagramable seperti Kalibiru dan Tebing Keraton (bahkan lebih keren), punya hutan pinus yang ciamik, ada canyon seperti Green Canyon di Pangandaraan dan hamparan sawah-sawah cantik terasering seperti di Ubud. Gak percaya?!

Plus tentu saja banyak kuliner khas yang jadi daya tarik lain bagi para wisatawan. Semua juga sudah tahu, telur asin khas Brebes itu rasanya gurih dan “masir” kata orang Brebes. Masir artinya bertekstur seperti ada butirannya, tidak amis sama sekali dan enak dimakan dengan nasi panas mengepul lengkap dengan sambal dan lalapan. Buat penggemar rawon apalagi, paling pas deh kalo makannya ditambahi telor asin Brebes. Tidak kalah tenar, Brebes juga memiliki makanan khas sate kambing (muda). Tidak heran jika di setiap sudut Brebes ada yang jual sate. Hemmm, untuk yang ini saya gak bisa komentar panjang deh…soalnya saya gak doyan daging kambing. Hihih…

Kabupaten yang bertetangga dengan Tegal di Jawa Tengah ini, sekarang bisa ditempuh kurang dari empat jam saja dari Jakarta melalui Tol Cipali. Mau mencoba kenyamanan lain, sekarang juga sudah ada kereta eksekutif langsung dari Gambir ke Brebes. Mau dari Cirebon juga bisa, Brebes ke Cirebon bisa ditempuh kurang dari satu jam saja.

Ini beberapa tempat yang highly recommended kalau mau ke Brebes

Hutan Mangrove Pandansari, Desa Kaliwlingi.

Saya sudah mengunjungi beberapa hutan mangrove wisata di Indonesia, yang paling dekat tentu saja di Pantai Indah Kapuk (Jakarta), kemudian Hutan mangrove kota di Tarakan, di Selayar dan di Bali. Bedanya, hutan mangrove ekowisata Brebes luasnya hampir mencapai 300 Ha. Kebayang gak gedenya? Lokasinya ditempuh sekitar satu jam dari pusat kota Brebes. Disini, pengunjung bisa menyusuri hutan mangrove dengan perahu yang disediakan oleh pengelola. Kalau berkunjung menjelang senja, selain bisa menikmati matahari terbenam, kita juga bisa menyaksikan kawanan ribuan burung camar yang terbang dan berkumpul di pulau pasir dengan gerakan yang seperti berirama. Di sisi lain, ada ribuan burung bangau putih yang cantik sekali untuk obyek fotografi. Dengan ongkos masuk hanya 15 ribu rupiah, kita bebas berlama-lama menikmati semua itu.

blog2

Nah, yang harus mendapat apresiasi adalah hutan mangrove ini dikembangkan secara swadaya oleh masyarakat desa sendiri. Sampai-sampai desa ini sempat menyabet beberapa penghargaan tingkat Provinsi dan Nasional untuk Kelompok Masyarakat Sadar Hutan.

blog2

Kok bisa? Ceritanya sekitar dua dekade lalu, daerah ini merupakan tambak udang windu yang sangat luas. Namun di beberapa kejadian, ketiadaan hutan mangrove sebagai penahan abrasi membuat ombak besar dapat masuk ke desa dan membahayakan kehidupan penduduk. Alhasil beberapa tokoh dan pemuka masyarakat bergerak untuk berubah. Mereka sadar, pembabatan hutan mangrove yang besar-besaran untuk tambak udang, pada akhirnya hanya mendatangkan bencana. Bersyukur, masyarakat pun tergerak untuk membangun kembali desanya dan bahu membahu menanam mangrove secara massal. Perjalanan panjang dan penuh perjuangan itu kini semua membuahkan hasil. Bahkan berbagai lembaga pemerintah dan swasta tergerak untuk memberi dukungan dana pengelolaan. Masyarakat pun sudah banyak yang mulai bermatapencaharian dari ekowisata ini. Inspiring ya?

mengejar sunset di kaliwlingi
mengejar sunset di kaliwlingi

Kebun Teh Kaligua

Siapa bilang Brebes yang panas tidak punya daerah sejuk bak Puncak? Bisa dibilang ini maskotnya wisata Brebes. Lokasinya di Kecamatan Bumiayu, yang bisa ditempuh sekitar 1,5 jam dari Kota Brebes. Kebun yang dikelola oleh PTPN IX ini, berada di kaki Gunung Slamet dengan ciri khas produksi Teh Hitam. Rasa teh-nya agak pekat memang, tapi enak banget dinikmati dengan sepiring pisang goreng yang disantap hangat-hangat. Suasana pegunungan yang asri dengan udara sejuk pasti membuat kita betah berlama-lama disini. Banyak permainan juga yang bisa dicoba seperti flying fox dan permainan outbond lainnya.

img20161118104330

img20161118110955

Tidak jauh dari sana, ada Gua Jepang yaang dibangun di bawah Kebun Teh Kaligua sebagai tempat persembunyian tentara Jepang yang dulu berusaha merebut kebun teh yang dimiliki Van De Jong tersebut.Bonusnya nih, saat menuju Kaligua kita akan disuguhi pemandangan sawah dan kebun bawang yang memanjakan mata. Walau jalannya naik turun dan berliku, tapi mata rasanya enggan berkedip melihat keindahan hamparan hijau bak permadani.

img_20161118_100124_hdr

Sekitar 15 menit sebelum tiba di Kaligua, jangan lupa mampir sejenak di Telaga Ranjeng dan hutan pinusnya. Dari luar sepertinya telaga ini biasa-biasa saja, namun seperti ada aroma mistis didalamnya. Konon, telaga ini dihuni oleh mahluk gaib yang dipercaya akan terganggu jika ada manusia yang berenang atau bersampan di atasnya. Emmm….

Uniknya, di tepi telaga pada waktu-waktu tertentu ada ratusan bahkan ribuan ikan mas dan lele yang berebut meminta makan dari pengunjung. Persis seperti kumpulan ikan mas siap goreng yang sering kita temui di rumah makan Sunda. Ikan-ikan ini hidup bebas, berkembang biak tanpa boleh diambil seekor pun. Katanya sih.., siapa yang berani menangkap ikan-ikan tersebut akan mendapat musibah. Wallahualam. 

img_20161118_101813_hdr

img_20161118_101659_hdr

Kalibaya, Puncak Lio

Ini dia tempat main yang kekinian di Brebes. Kalibaya adalah obyek wisata yang dikembangkan mandiri oleh penduduk sekitarnya. Menurut saya sih akan jadi trend tempat selfie baru setelah Tebing Keraton di Bandung dan Kalibiru di Yogyakarta.

Dari ketinggian sekitar 2000 mdpl, kita bisa melihat pemandangan alam Brebes yang menentramkan hati. Bahkan kita bisa ngopi-ngopi di tatanan bambu yang dibuat tepat di pinggir jurang. Di tempat ini juga dibangun mini ouutbond lengkap dengan motor-motor mini offroad. Yang mau camping juga bisa loh!! Taman Kalibaya dilengkapi area camping dengan fasilitas toilet dan air bersih yang cukup.

c360_2016-11-18-17-51-06-231

Masih ada beberapa wisata alam di seputaran Kalibaya seperti rafting di Ranto Canyon dan Hutan wisata Panenjoan yang semuanya berada di Kecamatan Salem. Tapi tidak usah pergi kemana-mana, alam Salem saja sudah menggoda. Sejauh mata memandang ada hamparan sawah yang membentang indah. Beberapa diantaranya tersusun seperti sawah terasering di Bali. Ya, sayangnya ini bukan Bali, jadi belum ada satu pun hotel apalagi resor disini.

Di Salem juga ada pengerajin batik tulis rumahan yang murni menggunakan bahan-bahan alami. Ibu-ibu pembatik itu sebagian besar adalah buruh tani yang bekerja di sawah pada pagi hari dan membatik di waktu senggangnya. Hasil batik mereka masih bertema dan bermotif “old fashion”, namun justru itulah yang menjadi keunikannya. Cerita lengkap tentang batik Salem akan saya tulis terpisah ya….

img20161118154552
batik salem

Menuju Salem cukup perjuangan, karena jalannya yang mendaki dan berkelok. Namun ketika tiba disana bahkan sepanjang perjalanan, rasa lelah pasti terbayar. Mata sudah dimanjakan oleh pemandangan yang mendamaikan hati. Bagi yang sedang wisata alam yang masih benar-benar alami, wajib deh datang ke Salem!

Jadi kapan ke Brebes?

Kontak Taman Kalibaya; Arie (0819-0212-5551)

 

 

Hits: 1413

Kalau berkunjung ke Bali untuk menenangkan diri, saya pasti memilih Nusa Dua sebagai alternatif pertama. Jika bosan dengan keramaian dan hedonisme ala Kuta, Nusa Dua adalah tempat yang paling tepat untuk menyepi, meditasi dan menulis tentu saja! Pucuk dicinta ulam tiba, minggu lalu saya dan beberapa teman blogger menerima undangan dari Inaya Putri Bali. Cocok banget, lokasinya memang ada di kawasan Nusa Dua yang eksklusif dengan private beach.

blog1

Inaya Putri yang Bali Banget…

Baru masuk lobi saja, mata sudah dimanjakan oleh pemandangan di sekitar hotel. Dari lobi yang berkonsep open air, kita bisa melihat penjuru seluruh area resor. Di kejauhan nampak pohon nyiur dan pantai yang seolah memanggil-manggil saya untuk bercengkerama. Arsitektur lobi yang megah, dengan dominasi paduan material kayu, berbaur dengan nuansa eksotis. Lobi keren itu dirancang oleh Ridwan Kamil yang sekarang jadi Walikota Bandung. Ya, siapa sih yang kenal beliau ini… Polanya mengadopsi bentuk lumbung padi yang dalam Bahasa Bali dinamakan Jineng. Detail atap dan tonggak-tonggak pendukung yang mencitra sisi tradisional merefleksikan pentingnya lumbung padi bagi masyarakat tradisional Bali.

blog11

 

Akomodasi yang ditawarkan Inaya Putri Bali juga tidak lepas dari nafas kehidupan tradisional Bali dengan ikon jantung resor, yang diberi nama area Penglipuran. Tamu yang memasuki area Panglipuran seolah berjalan di desa yang terletak di area Kintamani dan Gunung Batur tersebut. Ketujuh bangunan di Panglipuran memiliki nama berdasarkan Tujuh Dewi yang menjadi jiwa INAYA Putri Bali. Ketujuh dewi tersebut adalah Rukmini (Dewi Kecantikan), Saraswati (Dewi Pengetahuan, Seni Spiritualis dan Musik), Sri Laksmi (Dewi Kemakmuran), Dewi Sri (Dewi Kesuburan), Parwati (Dewi Alam Semesta), Uma (Dewi Tanpa Batas), dan Sinta (Dewi Cinta dan Kemurnian). Total ada 460 kamar, dengan beberapa pilihan kamar dan suite yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan para tamu.

Makan enak, Tidur nyaman

Kamar saya terletak di Puri 6 yang terhubung langsung dengan private pool kamar-kamar lain di sebelahnya. Siang itu, Nusa Dua memang panas banget, belum apa-apa rasanya saya sudah ingin nyemplung dan tidak ingin pulang. Kamar dengan dua bed besar tersebut, cocok banget buat liburan keluarga. Kamar mandinya juga luas, lengkap dengan bathub dan toiletris premium. Tidur pun rasanya pasti bermimpi indah. Hehehe..

private pool
private pool

blog9

Nah, penting banget… di setiap kamar ada meja tulis yang langsung menghadap ke kolam renang. Cocok banget buat saya yang saat itu lagi punya banyak deadline pekerjaan. Eitss,..jangan bingung dulu…buat saya memang pekerjaan dan liburan itu satu paket! Soalnya memang pekerjaannya butuh suasana yang seperti ini. Penting juga nih, setiap kamar di Inaya Nusa Dua sangat colokan friendly dan tentu saja free wifi! Yang kece banget adalah jaringan wifi-nya sampai di tepi pantai loh! Di sore hari, saat duduk-duduk di private beach-nya, saya tetap bisa menikmati wifi, padahal jaraknya lumayan jauh dari gedung utama hotel. 

kolam renang utama
kolam renang utama
tell me how to move on from the beach...
tell me how to move on from the beach…

Setelah siangnya menikmati semua fasilitas hotel, di malam hari saya dan teman-teman blogger mencicipi sajian khas Nusantara di Homaya Restaurant. Saya memesan Ikan bakar bumbu dabu-dabu sebagai main course. Enak banget, kalau kurang pedas kita bisa memesan sambal matah khas Bali untuk membuat santapan lebih “nendang”. Sambil diiringi live music, malam itu kami makan di bawah super moon. Hmmmm romantis! Sarapan pagi disediakan di Gading Restauran, lokasinya oke banget untuk menikmati matahari pagi dengan pemandangan pantai, kolam renang  dan taman Inaya yang tertata apik. Karena hotel ini dirancang buat tinggal berlama-lama, tersedia juga Ja’Jan Bistro yang berada tepat satu level di bawah area lobi. Tempat yang pas untuk menikmati suasana santai dan kasual tanpa harus keluar hotel.

makan malam bersama
makan malam bersama

Bagi Saya menghabiskan waktu di Inaya adalah mengkombinasikan liburan dan pekerjaan. Malamnya sebelum tidur, saya masih menyempatkan membuka laptop, mengecek beberapa email. Di luar hujan cukup deras, suara rinainya jatuh dengan cantik di kolam yang berada tepat di depan meja kerja. Saat-saat seperti itu, buat saya adalah waktu terbaik untuk mencari inspirasi dan mengembangkan imajinasi. Paginya setelah sarapan, saya masih bisa duduk di tepi pantai, selonjoran sambil menulis. Sebelum check out, saya sempatkan berenang di kolam yang laksana milik pribadi. Priceless! Kali lain, saya mesti kembali dengan keluarga.

blog8

 

INAYA Putri Bali

Kawasan Wisata Nusa Dua Lot S-3

Bali – Indonesia

Phone: +62 361 774 488

www.inayahotels.com

Hits: 939

“Apaaa? Lo yakin mau resign dari Mandi** ? Gila aja lu, masuk kesana kan susah. Sekian banyak yang tes, belum tentu keterima. Nah, lu tinggal duduk manis aja kok mau keluar?!”

“Ah, sayang banget kamu resign, fasilitasnya kan oke tuh.. Hidupmu dan keluarga terjamin sampe pensiun. Kalau terjadi apa-apa, asuransinya kan lengkap…”

Blah…blah…blah…dst…dst..

Itulah sebagian komentar orang-orang di sekitar saya, ketika saya memutuskan untuk resign dari pekerjaan terakhir di sebuah bank terkemuka. Padahal keputusan ini sebenarnya  sudah saya pikirkan lebih dari 6 bulan sebelumnya, bukan hanya dalam satu dua malam saja.

Lalu kenapa resign? Oke, here we go…

Kalau orang bilang saya kutu loncat, sebenenarnya nggak salah-salah juga sih. Tapi benar juga tidak 100% benar. Yes, betul selama hampir 10 tahun bekerja, saya memang sering pindah-pindah, tapi semua itu karena memang hampir semua sifat pekerjaannya yang project based. Sebelum bekerja di Aceh (yang kemudian merubah separuh hidup dan pandangan hidup saya), sama seperti kebanyakan orang, saya mencari kerja permanen dengan karir dan masa depan yang terjamin hingga pensiun. Tidak neko-neko, walaupun hidup dengan jam biologis seperti terpenjara. Bangun sebelum jam lima pagi, berjibaku dengan kemacetan ibukota dan jam delapan pagi sudah duduk manis di meja kantor.

Setelah jungkir balik dan malang melintang, saya menyadari bahwa sudah masanya kembali ke pekerjaan yang “secure”, yang menjamin keamanan hidup saya hingga masa tua. Kemudian terdamparlah saya di salah satu lembaga keuangan terbesar di tanah air. Kata orang itu merupakan prestasi membanggakan, karena bagi sebagain orang untuk masuk kesana – terbilang sulit. Hmmm…

Namun setelah dijalani, semua terakumulasi pada satu titik dimana banyak kondisi “given” yang tenyata tidak bisa saya ubah dan mungkin ke depannya tidak akan mendukung kebebasan saya berekspresi. Kata teori, jika kamu tidak bisa mengubah duniamu, maka ubahlah dirimu sendiri. And, Yes I did it! Semua yang saya rasakan di pekerjaan sebelumnya justru memacu semangat saya. Bukan semangat buat melamar pekerjaan lain, namun semangat untuk pindah kuadran, menjadi pekerja mandiri. Selain itu, saya juga punya keinginan lain untuk lebih bermanfaat buat orang lain melalui apa yang saya kerjakan.  Sejatinya arti hidup terbaik adalah berbagi dan bermanfaat buat orang lain, kan?

Saya bersyukur dikelilingi banyak teman-teman hebat yang memberikan masukan, semangat bahkan dukungan nyata bahwa saya bisa kok berdiri di kaki sendiri. Banyak potensi dari diri sendiri yang bisa saya gali, dan bisa dijual!  Basicly, saya ini orang yang gak pedean, tapi dukungan mereka membuat saya yakin untuk membuat sesuatu yang beda. Memang masih ada juga temen yang memandang sebelah mata, terutama yang berpikir bahwa kerja kantoran dengan gaji bulanan-lah yang akan membuat hidup lebih bermasa depan. Lucunya, justru banyak diantara mereka yang saban hari bahkan hingga bertahun-tahun berkeluh kesah tentang pekerjaannya, tetapi tidak berani mengambil keputusan (resign), karena berjuta kekhawatiran dan pertimbangan. Saya meyakini sebenarnya yang membuat berat adalah kekhawatiran dan pertimbangan itu sendiri bukan bagaimana setelahnya. Kuncinya cuma satu kok; love your job, or do a job you love (look and fight for it). 

Saat mantap memutuskan resign, yakinlah semua jalan akan terbuka sendiri selama kita tetap berusaha. Toh hidup itu pilihan. Kalau dipikir-pikir, saya juga keluar dari zona nyaman (yang sejatinya tidak nyaman) hanya bermodal doa, keyakinan dan rasa optimis bahwa banyak cara mencari nafkah tanpa harus harus me-Nuhankan mesin absen dan menghamba-sahaya pada atasan.

g08_large

Lalu mau ngapain? Bersama beberapa orang teman, saya mencoba merintis sebuah bisnis jasa dengan core digital tourism campaign dan modalnya nyaris nol. Alhamdullillah makin kesini makin menunjukkan kemajuan, biarpun banyak juga kerjaan yang serabutan. Hehehe..  

***

Sekarang, setelah hampir dua bulan dijalani, saya baru merasakan betapa komitmen terhadap diri sendiri adalah hal yang paling sulit di pekerjaan ini.   Saya terbiasa bekerja 9 to 5 membuat pola hidup teratur dimana pekerjaan boleh tidak selesai yang penting bisa kembali ke rumah tepat waktu. Dalam periode itu, saya bekerja dari pagi ke sore bahkan kadang hingga malam jika lembur. Kadang boleh bolos dengan berbagai alasan tetapi tetap gajian tepat waktu di akhir bulan.

Kini ritme hidup saya pun nyaris semua berubah. Saya memang tidak perlu menunggu dan berdesak-desakan di bis atau kereta setiap pagi. Saya bebas menentukan kapan saya harus keluar rumah. Kalau ada meeting pun, saya boleh menentukan sendiri misal tidak mau di Senin pagi yang terkenal macet. Ternyata, itu justru menjadi tantangannya. Dari sekian banyak jadwal, saya harus pandai-pandai mengatur waktu agar semua bisa dijalani dan pekerjaan bisa selesai tepat waktu.  Kelihatanya asyik ya, bisa bangun siang, leyeh-leyeh dulu dan tidak cemas akan telat karena macet atau gangguan KRL. Wah, kenyataannya gak gitu-gitu amat. Merubah kebiasaan pekerja kantor menjadi pekerja mandiri sungguh tidak mudah. Dibutuhkan komitmen dan disiplin yang tinggi agar tidak ada waktu yang terbuang percuma. Betul, kelihatannya memang santai, namun terlihat santai malah gampang membuat terlena.

Sulit loh tetap menjaga mood dan semangat saat bekerja di rumah dimana jarak antara meja kerja, TV dan tempat tidur hanya sejengkal. Apalagi kita bekerja tanpa absen dan tanpa mandor alias bos. Tinggal diri sendiri harus pandai-pandai menjelma menjadi bos yang mengingatkan diri sendiri juga di setiap deadline. Meski tidak punya “bos langsung”, kalau punya beberapa klien dalam satu waktu lumayan repot juga, karena tanpa disadari mereka semua adalah bos. Hmmm, bayangin aja kalau punya lebih dari satu bos gimana….

Membagi fokus adalah tantangan lain yang tidak kalah sulitnya. Saat bersamaan kadang saya harus menulis dua laporan dengan topik dan sumber  yang sangat berbeda. Tiba tiba ada teman yang menawari pekerjaan baru dan proposal pun harus segera disusun. Semua menarik, sayang kalau diabaikan. Masalahnya, saya ini agak perfeksionis, pengennya semua bagus, bukan sekedar jadi dan numpang lewat. Maka dari itu, saya harus benar-benar mengerti konteks yang membutuhkan waktu. Pusing deh… Hehehe..  Tidak heran, kadang saya bisa bekerja hingga larut malam. Tidak kalang penting, di sisi income  yang tidak ada lagi kamus tanggal gajian, membuat kita harus lebih lincah  mengatur pengeluaran.

Urusan sosialisasi beda lagi. Selain memang ada sosialisasi yang berhubungan dengan pekerjaan, ngopi-ngopi bersama teman-teman pun sekarang menjadi sesuatu yang cukup pelik. Sebagian besar teman-teman saya adalah karyawan yang bisa nongkrong after office hour. Sebaliknya, saya malah sering punya waktu saat office hour, karena sering punya janji meeting di sore hari dan mood kerjanya memang lebih baik di malam hari. Beberapa teman bilang; kok lu tambah lebih susah ditemui, sejak gak punya kantor?! Begitulah.

***

Biarpun penuh hal-hal baru, saya menikmati sekali hari-hari saya kini.  Cuti bisa kapan saja, bahkan bekerja sambil liburan pun tetap menyenangkan. Di pantai bisa dapat inspirasi, sambil ngopi bisa nulis bahkan sambil ngobrol pun bisa ketemu rencana kreativitas baru. Pelan tapi pasti saya yakin bisa hidup dari apa yang saya suka, apa yang bisa saya lakukan dengan bahagia dan apa yang saya pilih dari hati. Kata Rene Suhardono; when we put our heart on our works, dont be surprised when you hear cash register rings..

Ada satu kutipan dari seorang tokoh: Berbeda dengan orang pintar, orang idiot percaya bahwa kreativitas adalah syarat mutlak untuk mencapai kekayaan finansial. Kreativitas tidak muncul saat kita sedang dan serius, kreativitas muncul saat kita sedang bersantai dan bersenang-senang. Cari waktu luang, pergilah ke tempat favorit bersama-sama teman-teman terbaik Anda dan bersenang-senanglah. *So, Am I idiot as well ?

Hits: 3075

Membayangkan macetnya tol Jagorawi di Senin pagi sama sekali tidak membuat semangat saya hilang untuk segera tiba di Solo. Jarang-jarang nih bisa mengeksplore salah satu daerah heritage Indonesia ini, apalagi akan menginap di Best Western Premier Solo Baru (BWPSB), salah satu hotel chain terbesar di Solo. Bersama Mas Disgiovery, pagi pagi banget saya sudah nangkring di Bandara Halim Perdana Kusuma. Biarpun blogger keren ini sudah hampir menjelajah seluruh Indonesia, ternyata dia baru pertama kali ke Solo, loh!. Klop deh, saya juga pertama kali untuk liburan!

bandara
Welcome to Solo!

Pesawat Citilink yang kami tumpangi mendarat dengan mulus di Bandara Adi Sumarmo Solo. Hmmm, ngomong-ngomong Adi Sumarmo siapanya Adi Sucipto, ya? Kalau kakak beradik, hebat yaa,..masing-masing punya bandara, pasti orang tua mereka bangga banget. Stop!! Garing!! Hehehe. Kami dijemput oleh staf BWPSB dan langsung menuju hotel.  Sepanjang jalan -persis lah kayak turis sok keren- semua sudut kota Solo tidak luput dari pertanyaan kami. Untungnya Mas penjemput yang baik hati, tetap melayani semua celotehan kami dengan senyum manis.

***

Rencananya, selama dua hari saya dan beberapa teman blogger akan mengeksplore kota Solo. Bagian ini akan saya ceritakan di tulisan terpisah ya, sekarang saya mau cerita dulu tentang BWPSB yang terhitung hotel baru di Solo. Awalnya, Saya tahu chain hotel internasional ini justru saat berkunjung ke Phoenix, Amerika Serikat. Disana Best Western (BW) hampir ditemui di setiap sudut kota di negara bagian Arizona. Ternyata, headquarters BW memang ada disana. Makanya standar fasilitas dan pelayanan BWPSB pun mengikuti standar Amerika. Sekedar informasi, BW mempunyai tiga tipe hotel yaitu; Best Western Core, Best Western Plus dan Best Wester Premier. Jadi kebayang dong, fasilitas BWPSB pasti lebih baik dari dua tipe lainnya. Hebatnya BW tipe Premier justru lebih banyak di Asia daripada di negara asalnya. Artinya pasar kelas premium di Asia termasuk Indonesia; cukup besar. Oh ya.. dari 12 hotel di Indonesia, BW Premier ada di dua kota lain selain Solo yaitu; Jakarta dan Bandung.

blog1
welcome greetings

Nyaman, Strategis, Lengkap

Konsep yang dibangun oleh BWPSB adalah kenyamanan dan kelengkapan fasilitas di tengah pusat kota. Posisinya juga strategis karena dikelilingi dua mall besar, dekat dengan pusat kota dan ke depannya tidak jauh dari lokasi akan dibangun rumah sakit berskala internasional. Cocok buat siapa saja yang berkunjung ke Solo baik untuk urusan bisnis atau liburan. 

lobi
lobi dari lantai 2

Dari sejak masuk lobby, BWPSB sudah memberikan rasa feel hommy.  Lobby-nya luas, mewah dan cozy. Kalau tiba disini sebelum jam check in, kita bisa menunggu sambil main billiard, atau mencicipi wine di Chrysolite Lobby Lounge. Eh, ada wine yang sudah lebih dari 10 tahun loh!

Lobby luas lengkap dengan meja billiard
Lobby luas lengkap dengan meja billiard

Total ada 384 kamar dengan 5 type di BWPSB, yaitu Superior, Deluxe, Super Deluxe, Suite dan Premier. Range harganya cukup terjangkau kok untuk Hotel Bintang 4+. Ssst,…Room Premier sering digunakan oleh beberapa petinggi negara, salah satunya adalah Presiden RI yang sudah purna tugas. 

Kamar saya ada di lantai 18, di koridornya ada kaca besar yang membuat kita bisa berlama-lama memandangi kota Solo. Cantik sekali. Kamar Superior ini sangat nyaman, dengan tempat tidur yang bikin kita betah plus ada meja kerja! Ini penting banget buat saya yang sering menghabiskan malam dengan menulis. Kamar mandinya pun cukup luas dengan toiletris yang lengkap plus segala perlengkapan kecil-kecil yang kadang kita lupa bawa dari rumah. Asyiknya, buat yang banci colokan, kamar-kamar di BWPSB punya colokan dimana-mana. So, kalau traveling bersama teman dan keluarga, tidak perlu membawa kabel ekstension atau gantian nge-charge gadget. Setiap tamu juga diberikan internet berkecepatan tinggi dengan akses yang sama di seluruh penjuru hotel. Jadi kita tidak usah repot-repot login ulang jika keluar kamar.

deluxe room
deluxe room
Bocoran nih buat para budget traveler yang ingin mencicipi BWPSB; sering-sering mengunjungi website-website booking hotel, karena di beberapa waktu tertentu BWPSB menawarkan smart room, yang harganya miring tapi fasilitasnya tetap sama seperti kamar-kamar lain. Lumayan kann…

Hari pertama di Solo, belum apa-apa saya sudah capek mengelilingi Pasar Klewer dan Keraton. Panasnya Solo itu benar-benar panas, sampe matahari juga mungkin kepanasan..hehehe.. (menirukan anekdot seorang komika), tapi rasa penasaran dengan Solo membuat semua lelah menjadi tak terasa. Apalagi ketika kembali ke BWPSB, fasilitasnya benar-benar memanjakan. Ada Bhuvana Spaluxe yang siap membuat tubuh lentur kembali, setelah itu kita bisa lanjut nongkrong-nongkrong cantik di Skyline yang terletak di lantai 22. Di malam-malam tertentu ada live music akustik yang keren dengan sajian makanan unik dan berganti-ganti setiap minggu. Hmmm, memandang keindahan Solo dari ketinggian, ditemani lagu-lagu Glenn Fredly dari live music, bisa membuat kita memasuki masa galau, loh! Makanya kalau kesini, jangan sendirian yaa… *senyum 🙂

fitness-center
fitness center

 

 

kolam

Paginya setelah pulas beristirahat kita bisa mencoba fitness center dan berenang di lantai 3. Kolam renangnya bermodel infinity alias seperti tak berbatas. Kekinian dan sangat instagramable! Sayang, kemarin saya lupa membawa bikini eh,..baju renang muslimah. Jadilah saya cuma duduk sendirian di pinggir kolam yang menyatu dengan bar. Asyik deh, kita bisa berenang dan pesan minuman tanpa beranjak dari kolam renang. Kalau tidak sempat keluar hotel, boleh juga menunggu sunset atau sunrise di area kolam renang yang katanya yang paling bagus di Solo.

Fasilitas MICE (Meetings, Incentives, Conferencing, Exhibitions) Terbaik di Solo

BWPSB kini menjadi salah satu pilihan terbaik untuk kegiatan-kegiatan konfrensi dan seminar di Solo. Dengan variasi ruang meeting dan konferensi, hotel ini bisa menjadi alternatif untuk kegiatan-kegiatan korporasi. Tidak tanggung-tanggung ruang konferensinya yang paling besar bisa menampung 2500 orang sekaligus dan ini adalah ruang konfrensi terbesar di Solo. Tidak heran kalau beberapa artis ternama pernah mengadakan konser disini. Parkirannya gimana?! Jangan khawatir, tempat parkirnya pun luas dan lega. Jadi kalau ada kegiatan massal, kita tidak perlu rebutan tempat parkir atau sampai harus parkir di luar gedung.

blog5
satu sudut ballroom

Buat yang mau kawinan, ini juga boleh jadi alternatif, loh!. Selain daya tampung yang besar tadi, dijamin AC-nya paling dingin karena didukung oleh eternit yang tinggi. Biasanya kalau kita kondangan di gedung, jika tamu sudah membludak, pasti akan terasa panas dan tidak nyaman. BWPSB menjamin, sirkulasi udara di Ballroom-nya sangat baik.  Nah, yang memang lagi hunting gedung pesta pernikahan di Solo, buruan booking! Untuk 2017 ball room BWPSB hampir fully book!

Ini nih yang paling penting! Makan!! Dua hari bermalam disini, saya puas sekali dengan sajian makanannya. Tidak hanya suguhan makanan nasional dan internasional, chef-chef berpengalaman di BWPSB juga mahir mengolah berbagai makanan khas Solo. Pokoknya kalau sibuk dan tidak sempat mencari makanan lokal, tenang…. hotel bisa menyediakan semuanya. Oya, saat sarapan pagi, jangan lupa mencoba jamu beras kencur dan cream yogurt-nya. Seger banget!

dessert yang menggoda
dessert yang menggoda
Penyajian makanan tradisional
Penyajian makanan tradisional

Terakhir, ditengah menjamurnya hotel hotel baru di Solo, BWPSB bisa jadi rekomendasi terbaik. Dengan segala kelebihannya; lokasi, fasilitas, berstandar internasional dan kenyamanan yang ditawarkan, bolehlah BWPSB disebut hotel all in one.

Jadi Kamu kapan main ke Solo?

narsis sebelum pulang, terima kasih BWPS!
narsis sebelum pulang, terima kasih Best Western!

Best Western Premier Solo Baru

Tel : +62 271 621 666   Fax : +62 271 788 0921
Email : reservation@bwpremiersolobaru.com
Address : Jalan Ir. Soekarno, Solo Baru, Sukoharjo – 57552, Jawa Tengah – Indonesia

 

 

Hits: 2057

Jokowi sudah tahu kan siapaa? Yaa taulaahh… keblinger aja kalau ada anak Indonesia yang ditanya siapa Presiden RI masih jawab Pak Harto. Hehehe.. Tapi Raim Laode? Apa semua orang sudah tahu? Pasti banyak yang belum kaann?? Coba deh sebelum lanjutin baca tulisan ini, kalian masuk Youtoube sebentar dan search “Raim Laode”.………… Gimana ? Udah ketemu? Udahhh? Lucu kaann??! Dia anaknya baik kok…bukan cuma lucu. Serius.

Oke, silakan baca juga tulisan saya tentang Raim yang sempat juga dimuat di Kompasiana. Dengan “berat hati”, sejak kemunculannya di TV, saya ngefans-banget sama Raim. Eh, gak berat hati deng…beneraan serius ngefans.. (takut ditimpuk Raim). Padahal aslinya saya jarang nonton TV! Gara-gara tulisan dan segala macam urusan yang sangat duniawi akhirnya kita ngobrol via sosmed. Penasaran dengan wujudnya, gimana (Raim, pisss!!! Jangan maraahhhhh), kita janjianlah buat ketemu. Sekalian sih, saya juga pengen nanya-nanya tentang Wakatobi sebagai salah satu daerah yang ingin saya kunjungi untuk sebuah pekerjaan.

Dan pada sebuah hari yang mendung (namun tak berarti hujan), kami merencanakan bertemu setelah sholat Jumat di sebuah tempat di bilangan Jakarta Pusat. Pagi-pagi saya sudah kontak Raim untuk mengingatkan janji tersebut. Baru sekitar 20 menit rekonfirmasi dengan Raim, jreng..jreng..jreng, saya mendapat telepon dari Istana (beneran Istana Negara, bukan Istana Boneka) untuk makan siang bersama Jokowi. Ini Beneraann Joko Widodo  yang RI 1. Ini baca deh ceritanyaaa disini, jadi saya gak perlu cerita panjang lebar lagi.

Di tengah suhu badan yang panas dingin, linglung, bingung dan kacau karena dipanggil Presiden, saya telepon Raim. 

“Im, aduhh…sorry banget, aku dapet undangan dari Istana untuk makan siang dengan Jokowi”. Dari ujung telepon, reaksi Raim kayaknya terdiam sesaat. Dia pasti mikir baru kali ini ada yang “berani-berani-nya” batalin janji sama calon artis besar Indonesia, dan alasannya mau makan siang dengan Presiden!! Hayoo, pernah gak ada yang janjian dibatalin gara-gara Presiden??!  Hahahaha… Sesaat kemudian Raim bilang: What??? Tidak apa-apa, kaka.. Nanti kita bisa atur ulang. Saya mengerti pasti kaka pilih Jokowi . Saya cuma ketawa, yaaa iyaalah, Im.. saya pasti pilih ketemu RI 1! Hahahaa… 

Namun singkat cerita, sore itu saya tetap bertemu Raim -yang kebetulan lagi kosong jadwalnya- dan bersedia menunggu Saya. Sosok aslinya ternyata jauh sekali dari panggung megah. Kalem, lebih banyak diam dan tidak seheboh di panggung.  Meskipun tidak banyak ngomong, saya tahu Raim cerdas, banyak kata-katanya yang singkat tapi tajam. Saya kaget, waktu  dia bilang ingin melanjutkan kuliah S2 di jurusan Sejarah seperti S1-nya bukan jurusan-jurusan keren seperti marketing, teknologi atau manajemen yang diminati banyak orang. Alasannya, justru karena banyak orang yang tidak mau mendalami sejarah, makanya dia mau belajar sejarah. Dengan semua kesederhanaannya kita bercerita tentang banyak hal, dari musik, seni, Jakarta yang kejam, pariwisata, teknologi, politik hingga mantan (uhuk…)

***

Cerita pendek tentang Raim tadi, menjadi pembuka saya untuk turut serta di Kompetisi Blog Review SUCA 2 ini. Seperti yang saya tulis pada paragraf sebelumnya, saya sendiri jarang banget nonton TV. Stand Up Comedy di hampir seluruh TV mungkin satu-satunya acara selain talkshow berita yang saya ikuti. Saya juga tahu SUCA awalnya dari Youtube. Dan Raim-lah yang membuat saya bergegas pulang ke rumah setiap hari lebih cepat demi menonton SUCA. Walaupun banyak juga tayangan SUCA yang saya tonton lewat Youtube. Maklumlah, pekerja seperti saya kadang waktunya memang tidak bisa diprediksi pukul berapa bisa tiba di rumah.

Saya memang tidak dapat me-review tayangan SUCA dari awal sampai akhir. Namun keinginan saya bertemu langsung dengan Raim seharusnya bisa menjadi tolak ukur bagaimana saya mengagumi acara ini. Raim memberikan warna pada komedi yang renyah, cerdas, khas Indonesia dan mengandung kritik sosial. Saat banyak anak muda mengidolakan selebgram yang hidupnya jauh dari norma-norma Indonesia pada umumnya, Raim justru membawa pesan bahwa Indonesia ini kaya akan budaya dan alam yang indah. Dia pede dengan ketimurannya. Dia bangga akan asalnya. Sesuatu yang hampir langka dengan anak muda yang kini makin kebarat-baratan. 

https://www.youtube.com/watch?v=EPEiprfQ8jE

Ternyata jadi stand up comedian itu tidak mudah loh! Bukan perkara gampang berdiri di muka umum, ngomong sendirian, harus lucu dan lebih lebih lagi harus punya muatan mencerdaskan kehidupan bangsa (ciyeee). Karena itu saya  percaya semua komika yang terpilih di SUCA pasti orang-orang dengan tingkat kecerdasan di atas rata-rata. Itulah yang membedakan komika dengan penyanyi. Kalau penyanyi, dia bisa menyanyikan lagu yang sama di setiap konsernya. Kalau komika membawakan materi yang sama itu-itu saja, pasti penontonnya bosan. Kerennya SUCA memiliki barisan mentor-mentor berpengalaman mampu membuat penampilan komika tetap segar setiap minggu bahkan setiap hari. 

Meski tidak sempurna, SUCA sangat patut menjadi salah satu talent show terbaik di Indonesia.  Yah, alasannya itu. Bukan hanya menghibur, program ini bisa jadi inspirasi untuk anak-anak muda yang kreatif. Dengan 42 peserta yang datang dari seluruh Indonesia dari berbagai kalangan dan kelas sosial ekonomi, SUCA adalah wadah baru bagi ide-ide kreatif generasi muda.  Tidak hanya Raim, saya bangga karena peserta SUCA sebagian besar datang dari daerah yang memiliki misi mengenalkan daerahnya. Ternyata komedi bisa menjadi bahasa yang sangat universal. Kamu yang besar di Papua dan kamu yang lahir di Aceh, disatukan untuk bersama-sama melihat luas dan indahnya Indonesia hanya dari satu panggung. Luar Biasa!

Walau masih ada kekurangan, ya namanya juga program TV yang tidak terlepas dari bisnis untuk mencari profit. Tapi Saya yakin kedepannya program ini masih akan terus diminati. Tentu saja harus dibarengi kerja keras Tim Indosiar. Maju terus, jadikan komedi bagian dari bangsa yang sudah “makin tidak lucu” ini. Jadikan lebih banyak seniman komika yang membuat Indonesia lebih segar dan berwarna. Dan paling penting jadikan generasi bangsa yang penuh inspirasi dan makin cinta negerinya.

 

 

 

Hits: 882

“Saya membatasi penggunaan teknologi untuk anak-anak di rumah” ungkap Steve Jobs seperti dikutip oleh New York Times 2010 lalu. Pada masa-masa bermain, Jobs membiarkan anak-anaknya menghabiskan waktu di luar rumah, bercengkerama dengan alam bukan games online yang membuat mereka seperti tidak kenal dunia lain. Jobs ngeri membayangkan hilangnya kehangatan di meja makan, karena anak-anak mulai kecanduan gadget. 

45d7772b-ff4d-4a94-b44b-ffa9c0d6a167

Jika Steve Jobs saja masih percaya alam adalah tempat bermain terbaik, kita sendiri kapan terakhir bermain di luar ruang? Mungkin generasi yang lahir setelah tahun 2000 apalagi anak-anak yang tinggal di kota metropolitan, tidak tahu namanya engklek, tidak pernah main kelereng dan tidak tahu apa itu gobag sodor. Kini mana ada lagi anak-anak yang bermain petak umpet di halaman rumah. Mana ada lagi anak-anak berpeluh mengejar layangan putus di sore hari.  Sudah sulit mencari anak-anak perempuan bermain tali dan bermain bekel di teras rumah, karena update status dan posting foto di sosial media (yang ternyata tidak sosial) lebih diminati. 

lagi kerja ini..bukan main games online..
lagi kerja ini..bukan main games online..

Mengurangi kerinduan akan masa-masa itu, Sabtu 8 Oktober 2016 lalu saya dan beberapa teman blogger mendapat kehormatan dari Menpora untuk meliput Tafisa (The Association For International Sport For All) Games 2016. Berbanggalah, pada 2016 Indonesia jadi Tuan Rumah perhelatan akbar olahraga tradisonal yang dihadiri oleh 87 negara ini. Tafisa merupakan satu-satunya pesta olahraga internasional yang berisi berbagai perlombaan dan eksibisi olahraga tradisional dan rekreasi dengan keunikan kultural. Ajang empat tahunan ini menjadi media pertemuan dan penjalinan persahabatan yang erat antar seluruh warga dunia yang mencintai olahraga tradisional. 

bersama Pak Menteri sebelum muter muter...
bersama Pak Menteri sebelum muter muter…

Satu hari penuh Pak Menteri mengajak kami berkeliling Ancol, melihat dari dekat berbagai perlombaan yang digelar. Bahkan beberapa kali Pak Menteri dengan asyik mengajak kita mengikuti beberapa lomba. Beliau semangat banget mencoba hampir semua permainan. Salut saya dengan staminanya! Gak ada capeknya!! Cuaca mendung dan sedikit gerimis sama sekali bukan halangan. Dari naik perahu naga, mencoba permainan lempar bola ala Perancis, jalan kaki keliling Ecopark, main dengan Enggrang, mencoba lembar batu ala Polan hingga menonton pagelaran tari asal Jambi. Belum lagi melayani ratusan pengunjung yang mau selfie. Aduhhhh…..begitu toh kalo jadi menteri! *Siap siap kali aja besok-besok ditelpon Jokowi lagi. Hahahaha.. 

197f7060-02ba-480c-9b56-6bf3d8479e4e
salah satu tarian lokal…

Saya baru tahu ternyata permainan engklek  juga ada di Spanyol dan Perancis. Itu loh, permainan dimana kita harus meloncati tanah atau batu yang sudah dibentuk persegi atau bulatan. Buat yang gak tau, bisa jadi kalian “terlalu anak kota” sehingga mungkin tidak pernah main di luar rumah. 😀  Engklek Indonesia lebih sederhana, kita tinggal loncat pada batu  yang berurutan, bisa dengan satu atau dua kaki. Sementara engklek Spanyol, harus jalan mundur dengan satu kaki pada kotak-kotak yang sudah diberi nomor. Kalo diperhatikan memang lebih mudah engklek Indonesia, seolah jadi cermin bangsa kita memang senang yang “mudah mudah” saja. Hehehehe.  

Pak Menteri main engklek..
Pak Menteri main engklek..

Uniknya, -meskipun seperti turnamen- Tafisa bukan seperti olympiade.  Tidak ada juara dan medali. Juaranya adalah kebersamaan, sesuai dengan tagline Tafisa : Unity in Divesity. Puluhan atlet berkumpul dari berbagai negara berbagi kebersamaan dengan keceriaan dan kegembiraan. Di satu sisi, sekelompok bule bertanding menyodok bambu panjang dengan beberapa pria lokal. Persis seperti main tarik tambang, tapi tambangnya diganti bambu serupa yang sering digunakan dalam panjang pinang. Hmm, kebayang gak?!

Sementara itu di pantai karnival, siapa pun boleh mencoba volley pantai asal bisa mengumpulkan pemain sendiri. Boleh juga mencoba perahu naga pun bersama siapa pun yang kita mau. Lintas bahasa, lintas negara. Wah, ternyata, permainan tradisional bisa juga menjadi bahasa yang universal. Kostum unik dan lucu dari para delegasi, membuat kegembiraan terpancar jelas di wajah mereka. Ya, ini memang bukan seperti kompetisi.

6bb60653-3359-444e-b917-8efbf70eaea2

Salah satu yang juga menarik adalah sekelompok orang Bandung yang menamakan diri Komunitas Hong. Saya sempat berbincang dengan salah seorang pendiri satu-satunya komunitas yang melestarikan permainan tradisiona ini.  Katanya, komunitas ini juga mempelajari banyak permainan tradisional dari negara lain. Tidak main-main loh, mereka melakukan riset yang serius untuk mengetahui makna dan filosofi dibalik sebuah permaianan.

a046886c-261f-4d16-aaa6-c330c9112386
di barak komunitas hong..

Sayang,  gaung acara ini tidak terlalu kinclong. Namun bagi saya, bukan masalah publikasinya, tapi semangat Tafisa-lah yang harus lebih banyak ditularkan. Kita mungkin lupa berapa banyak kultur  dengan “local wisdom” diperoleh dari bermain, dan bagaimana semua itu hampir tinggal cerita, saat nyaris semua permainan telah menjelma dalam format digital.  

Tafisa 2016 jadi awal kita bernostalgia, mengenang masa-masa dimana kekerabatan ada tanpa sekat dan masa  saat kuota internet bukan segala-galanya. Lebih penting lagi sebenarnya ini adalah cara kita menjaga budaya bangsa.  Cara kita “menjual” Indonesia yang kaya akan budaya, nilai dan filosofi. Kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya.

Credit Picture to:

www.obendon.com

www.adlienerz.com

www.peekholidays.com

www.thetravelearn.com

www.bawangijo.com

www.tindaktandukarsitek.com

www.winnymarlina.com

www.parah1ta.jalanjalanyuk.com

missnidy.blogspot.co.id/

 

Hits: 1079

Kalau ada yang bilang home is where the love is, mungkin Museum Peranakan Penang bisa menjadi contoh rumah yang penuh cinta.

Museum ini awalnya rumah biasa, kediaman seorang keturunan Tiongkok bernama Chung Keng Kwee yang didirikan pada akhir abad ke-19. Babah, sebutan untuk Chung Keng Kwee konon merupakan orang paling kaya di Penang pada masanya. Babah menikah dengan beberapa wanita lokal Melayu, karena itulah museum ini sering juga disebut Museum Babah Nyonya. Hebatnya istri-istrinya itu, dulu hidup rukun di rumah yang kini sudah menjelma menjadi museum tersebut. Kalau jaman sekarang ada gak yaaa, para madu yang mau tinggal serumah begitu?  Ada sih pasti ya, apalagi kalau suaminya semapan dan sekaya Baba. Hehehe.. 

museum9
Ruang Utama di Pintu Masuk

Salah satu itinerary jalan-jalan saya ke Penang beberapa waktu lalu adalah berkunjung kesini. Awalnya saya tidak memang terlalu banyak berekspektasi. Saat tiba di lokasi pun, museum ini hanya seperti rumah Melayu yang dari luar terlihat biasa saja, bahkan tidak tampak seperti museum. Halamannya sempit dengan kapasitas parkir tidak lebih dari lima enam buah mobil saja. Saya sempat berpikir: apa sih istimewanya sih tempat ini…

Ruang Keluarga
Ruang Keluarga

img-20160814-wa0155

Ternyata memang istimewa…

Ada dua bagian utama  yang saling terhubung di museum ini. Bagian pertama dulunya merupakan tempat tinggal keluarga Babah sementara bagian kedua menjadi tempat untuk mengelola bisnisnya. Pengunjung terlebih dulu akan memasuki rumah utama di bagian pertama sebelum menjelajah sisi bangunan yang lain. Baru masuk, sebuah ruang besar akan menyambut kedatangan pengunjung. Bagian tengah ruangan ini dibiarkan kosong dan terbuka tanpa plafon agar cahaya matahari bebas lepas masuk ke dalam rumah. Konsep ini sebenarnya ditemukan juga di kelenteng atau vihara. Fungsinya, selain memperlancar sirkulasi udara, juga mengandung filosofi  rejeki yang yang lebih lancar mendatangi empunya rumah.  

 

museum7

Berhadapan langsung dengan ruang terbuka itu, ada meja besar yang berfungsi selain sebagai meja makan keluarga, juga sering digunakan untuk menerima tamu bisnis. Uniknya, di kiri dan kanan meja tersebut, diletakkan dua kaca berukuran besar yang berfungsi layaknya CCTV. Seluruh aktivitas ruangan utama terpantul pada kedua cermin tersebut. 

Masih di lantai satu, berdampingan dengan ruang utama ada jalan tembus menuju vihara pribadi dan masih digunakan hingga saat ini. Konsepnya masih sama, kosong di bagian tengah, namun penuh ornamen khas Tionghoa. Bedanya hanya tidak didominasi warna merah, melainkan warna abu-abu dengan ukiran-ukiran besar yang didominasi warna hijau, abu abu dan emas.

vihara
vihara

Hampir seluruh sudut rumah penuh dengan guci antik dan kristal-kristal mahal. Semuanya dipajang pada lemari-lemari kaca yang tidak boleh disentuh. Lukisan lukisan bergaya tiongkok terlihat di beberapa bagian ruangan. Dengan penataan yang cenderung minimalis, dipilih perabot yang berkesan klasik dan menunjukkan kelas sosial sang pemilik rumah. Walau dipenuhi aksesoris, tata letak keselurahan tetap memberi kesan luas, yang membuat pengunjung bebas mengamati barang-barang koleksi. Mungkin dulunya memang dibuat leluasa, agar anggota keluarga dapat nyaman bercengkarama.  Secara total jumlah koleksi museum ini mencapai 1000 buah. Benar-benar gila dan gak tanggung-tanggung buat semua “rumah biasa”.

museum2

Dari lantai dua, seluruh aktivitas di lantai satu bisa dipantau, karena keduanya dibuat terbuka dan dihubungan dengan tiang kayu yang sangat eksotis. Lantai dua sebenarnya tidak terlalu luas, namun penempatan kaca-kaca yang nyaris sebesar dinding membuat ruangan tampak lebih leluasa. Disini juga ada kamar tidur utama, lengkap dengan seperangkat kursi dan dipan antik yang berkelambu. Pada satu sisi dipajang pula koleksi kain milik Nyonya Rumah. 

Ruang Tidur Utama
Ruang Tidur Utama

Nah, bangunan kedua yang terletak di belakang rumah utama dulunya memang digunakan sebagai workshop empunya rumah. Salah satu bisnis Baba dulunya adalah pembuat perhiasan emas. Di satu sisi, dipresentasikan perangkat pengerajin emas. Sementara pada sisi berdampingan, dipamerkan koleksi perhiasan keluarga ini. Wah, sampe tak berkedip mata ini melihat kinclongnya deretan perhiasan mahal dalam kaca-kaca kristal yang tebal. dengan pengamanan berlapis.

menempa emas..
menempa emas..

Kebayang dong harganya,… kalau jadi warisan kita di Indonesia, bisa gila bayar tax amnesty-nya!! Hehehehe. Sementara itu dinding workshop dihiasi koleksi  tekstil dan busana perempuan melayu kuno yang tertata apik dalam bingkai tembus pandang. Tidak itu saja, belok sedikit dari workshop, dipamerkan deretan perangkat dapur yang kini mungkin hanya bisa kita temui di rumah nenek. Uniknya, lantai di bangunan kedua, konon didatangkan dari Inggris. Motifnya memang unik, seperti ada karpet yang nempel di lantai.

museum8
Ruang Koleksi Perhiasan

Keseluruhan, isi museum ini menakjubkan. Pantas saja menjadi salah satu bagian dari World Heritage Site of Georgetown. Tampak depan yang biasa-biasa saja, ternyata tidak mencerminkan isi dalamnya. Buat yang mau ke Penang, saya rekomen deh tempat ini. Bukan cuma keren buat foto, tapi juga edukatif banget, pas untuk liburan keluarga.

 source featured image: www.kasublog.com

 

 

Hits: 1313

Lagi asik menikmati sarapan pecel, whats app saya berbunyi. Riesma, sahabat saya ingin memastikan alamat-alamat sosial media dan blog Saya. Katanya lagi ada yang hunting, kalau beruntung bisa diajak makan siang dengan Presiden Jokowi hari ini. Iseng saya jawab: “Wah, kasian amat… Presiden lagi gak punya temen makan siang, ya?!!” Hehehe..

Tak berapa lama, ponsel saya berbunyi. Seorang perempuan mengaku dari Tim Komunikasi Istana bertanya beberapa hal terkait kegiatan digital saya. Saya jawab dengan jujur, baik di blog ini maupun di Kompasiana, saya sering menulis tentang Pemerintah secara umum, meski tidak menyinggung Presiden secara khusus. Tidak ada tulisan yang menunjukkan saya ini “die hard” nya Jokowi, bahkan beberapa tulisan malah memberikan kritik bagi beliau. Telepon ditutup, saya tidak berharap banyak. Bener-bener gak ngarep. Siapalah gw ini…

Telepon berbunyi lagi 30 menit kemudian. “Mbak Vika, bisa ready di Istana pukul 11 siang?” kata suara di seberang sana. Saat itu waktu tengah menunjukkan pukul 09.40 WIB, artinya saya cuma punya waktu 1 jam lebih sedikit untuk tiba di Istana. Sarapan pecel saya sudah habis, sementara layar laptop masih menayangkan angka-angka yang harus dianalisis. Di sisi meja kerja, tergeletak beberapa pesanan buku Jam Weker yang harus ditandatangani.  Siangnya saya ada janji dengan Raim Laode (akan saya ceritakan ini di tulisan berbeda). Tiba-tiba saya terserang sesak nafas, mual dan panic attack! Saat itu juga saya langsung menghubungi Riesma: Bo, gw jalan ke Istana, sekarang!!

Buru-buru semua peralatan kerja saya bereskan.. Di luar hujan lumayan deras. Mas Adi, pramubakti kantor membantu saya mencari taksi menuju Sarinah tujuannya jelas buat cari baju, karena tidak mungkin pulang ke rumah di Bogor. Hari itu tidak ada janji meeting formal, saya berbusana casual; baju kaos dan celana semi jins. Sementara pihak Istana mewajibkan dresscode baju putih, tanpa celana jins dan tidak menggunakan sandal. Keputusan saya ambil degan cepat meski masih diliputi rasa kurang percaya. Ini serius? Beneran? Ah, mimpi kali….*cubit cubit pipi sendiri..

Taksi pun meluncur. Dalam perjalanan, saya batalkan seluruh janji hari itu. Beberapa kolega mengira saya bercanda, satu dua yang lain bilang; setelah kembali saya wajib lapor lengkap dengan foto. No Pic Hoax katanya! Saking sibuk dengan ponsel, saya tidak memperhatikan pak driver taksi mengambil jalur yang salah. Dari daerah Bendungan Hilir menuju Sarinah yang paling praktis melalui Sudirman-Bundaran HI malah lewat Pejompongan, muter dari Dukuh Atas yang macet parah. Mau marah sama driver-nya pun gak guna juga… Nyaris 20 menit kami masih stag di Depan Pemakaman Karet, saya cuma bisa ngedumel sendiri. Sampai di putaran Dukuh Atas, saya turun (meskipun masih gerimis), dan melanjutkan dengan ojek menuju Sarinah. Pas mau bayar, eh…ternyata uangnya gak cukup. Untung, mas mas ojek bersedia menunggu.

Waktu sudah di 10.35, bergegas saya menuju rak pakaian wanita. Tanpa banyak pilah pilih, saya ambil sepasang yang kira-kira paling pas, langsung diganti di kamar pas, gak nyoba-nyoba lagi dan hampir gak liat harganya! Hahahaa.. Untung ketika bayar di kasir, masih terjangkau sama dompet. Kurang dari 10 menit, semua selesai. Gilaaa..ini shopping tercepat dalam hidup gw! Setengah berlari saya menuju ATM. Mas ojek masih setia menunggu, saya bayar dan kemudian ganti moda taksi menuju istana. Masih dengan rasa nervous plus deg-deg-an, tempat pukul 10.55 saya tiba di Gerbang Sekretariat Negara.

img20160930123636
menunggu…

Wah, tiba-tiba Saya terserang dejavu! Saya pernah bekerja di lingkungan Istana selama 2,5 tahun di masa Presiden SBY. Lorong-lorong Istana dulu begitu akrab dengan deretan foto-foto Ibu Negara di hampir semua sisi. Pohon besar yang dibentuk bak payung masih berdiri tegak di depan Istana Negara. Kantin Istana yang dihiasi akuarium Ikan Arwana dan rawon terenak di Kantin Setneg membayangi pikiran saya.  Ruang pers sudah berbeda, toko souvenir sudah pindah posisi dan minimarket di parkiran motor sudah tidak ada. Terasa sekali kini banyak yang berubah.

Tiba di gedung utama, saya dan undangan lain sudah ditunggu panitia yang rapih berbaju batik. Mereka menyapa dengan ramah dan meminta kami mengisi daftar hadir. Kelihatan mereka serius sekali menyambut para tamu. Kami di-briefing hingga pukul 12.15 sambil menunggu Presiden selesai menunaikan sholat Jumat. Semua Dos and Donts diberi tahu di forum ini. Eitss… saat itu Saya baru sadar, ponsel saya dalam posisi lowbat. Sementara ponsel satu lagi ketinggalan lengkap dengan chargernya di kantor, karena buru-buru tadi. Panik dong!! Gimana ceritanya, gak ada ponsel, gak ada kamera. Untungnya ada Paspamres dan panitia yang berbaik hati meminjamkan charger ke Saya

Kami dikenalkan dengan koordinator media digital Jokowi. Ia menjelaskan bagaimana tim-nya secara acak mengundang peserta. Ada algoritma dan beberapa pertimbangan, yang memang tidak bisa dijelaskan secara gamblang. Ya sudah ya… anggap saja, saya dan undangan yang lain sedang beruntung. Hehehe. Saya juga sempat berkenalan dengan undangan-undangan lain, beberapa diantaranya bahkan datang dari luar Jawa. Jangan kalian kira mereka itu para buzzer dengan akun ribuan follower, banyak diantara mereka orang-orang biasa, yang terlacak pernah memberikan usulan kepada Presiden melalui akun-akun sosmed beliau.

Tepat pukul 12.35 kami dipersilakan masuk ke ruang utama. Semua tas dan gadget dititipkan pada Paspamres. Hemm, sebel gak bisa cari pokemon deh! … Rasanya gimana gitu, masuk ke ruang makan megah Istana dengan lampu-lampu kristal mewah dan di meja makannya sudah ada label nama kita masing-masing. Waktu masih kerja disana, saya ingat yang bisa dapat label nama seperti itu minimal Gubernur! Serius! Gak Boong! Ini beneran kayak mimpi!!

Tak berapa lama, Presiden memasuki ruangan. Tidak ada protokoler, tidak ada MC seperti acara resmi. Presiden -dengan baju putih dan celana hitam standarnya- dengan  ramah dan menanyakan kabar dan darimana domisili kita. Hebatnya, Presiden-lah yang mengelilingi kursi kita masing-masing, bukan kita yang antre salaman dengan beliau.

 blog4

Setelah sedikit beramah tamah, Presiden langsung mengajak makan siang. Meja panjang kecil tertata rapih di sudut ruangan. Menunya apaa yaa?! Ternyata bukan menu barat yang mewah. Ada goreng burung punai (konon ini masakan favorit beliau), gulai kepala kakap, sambel goreng ati, bakso, rebusan daun pepaya, beberapa jenis sambal dan emping. Tidak ada makanan penutup alias dessert. Bayangan makan siang penuh formalitas, seketika menguap, karena Presiden sangat santai. Ia mempersilakan kita mengambil makanan bersamaan dengannya, tidak perlu sungkan. Bahkan Ia rela antre di belakang tamu undangan. Sambil becanda, beliau bilang: boleh nambah dan boleh bungkus buat pulang 😀

***

Saat makan bersama, pembicaraan dan diskusi dibuka, dengan suasana yang begitu cair. Dari rencana awal ngobrol tentang sosmed, melebar kemana-mana. Mulai dari tax amnesty, HAM, masalah Papua, pariwisata, pendidikan hingga gaji pensiunan. Setiap peserta diberi kesempatan satu-satu untuk ngomong. Boleh saran, pertanyaan, kritik apapun dengan rambu-rambu yang sudah diberi tahu saat briefing. Berat? Gak kok, obrolan meja makan ini kerasa ringan banget. Sepertinya Presiden kita sudah cukup terlatih menjelaskan banyak hal dengan logika sederhana. Kalimatnya pun patah-patah dan berjeda agar kita bisa ikutan nimbrung. Beberapa hoax yang selama ini berhembus di masyarakat pun, dijelaskannya dengan santai. Ada beberapa isu yang coba diluruskan oleh Presiden seperti Freeport, full day school hingga utang luar negeri. Sebenarnya Saya sempat pengen nanya gini: Pak, bosen gak dengan sidang Jessica yang bertele-tele? Tapi takut dikeprok sama Paspamres.. Wakakkaka.

 

Sumber: Biro Setpres
Sumber: Biro Setpres

Setelah sesi makan siang selesai, tibalah saat sesi foto. Presiden begitu sabar  meladeni undangan yang sebagian besar pengen selfie. Fotografer istana kayaknya dilewatin aja.. Hehehe.. Kadang-kadang Paspamres memang sibuk dengan segala aturan. Tidak boleh terlalu dekat, tidak boleh lewat batas ini, batas itu. Tapi so far sih, Jokowi-nya sendiri gak protes! Aduhh..ini beda banget dengan pengalaman saya mengejar beliau di Car Free Day Bogor atau Cap Go Meh Festival di Bogor tahun lalu.  Lebih bahagia lagi, Saya bisa langsung memberikan kenang-kenangan Buku Jam Weker buat beliau. Semoga sempat dibaca ya, pak..

antre selfie
antre selfie

Saya tidak akan mengulas satu-satu isi diskusi siang itu. Akan saya bagi ke teman-teman nanti secara lisan saja. Namun yang jelas saya sangat sangat senang dan bangga bisa jadi sepersekian persen rakyat jelata yang diundang makan langsung dengan orang nomer satu di negeri ini. Tanpa sekat, tanpa jarak, tanpa banyak aturan protokoler. Saya tahu Jokowi kerap mengundang beberapa kelompok, profesi dari berbagai kalangan untuk makan siang di Istana. Sebuah kebiasaan yang nyaris tidak pernah dilakukan oleh Presiden-Presiden sebelumnya. Pencitraan? Politik memang citra (kata Presiden RI ke-6). Tapi sesuatu yang dikerjakan secara rutin hanya demi citra tanpa datang dari hati, pasti melelahkan. Dan…saya percaya, Pak Jokowi melakukan semua ini dari hati bukan hanya demi citra. Believe me..

blog3

Tidak pernah sedikit pun  pernah mimpi dan terlintas di kepala, bisa semeja makan dengan RI 1. Mimpi saya cuma satu; pengen banget bisa naik pesawat Kepresidenan. Halal kan kalau mimpi saja? Hmmm.. Siapa tahu ini jadi jalan untuk mewujudkan mimpi itu. Aaamin… Who knows? We never know, because life is so unpredictable!

 

 

 

 

 

Hits: 5328

There comes a time, when you have to choose between turning the page and closing the book.

Kalau orang bilang saya kutu loncat, sebenenarnya nggak salah-salah juga sih. Tapi benar juga tidak 100% benar. Yes, betul selama hampir 10 tahun bekerja saya memang sering pindah-pindah tapi semua itu karena hampir semua nature pekerjaan saya yang sifatnya kontrak atau project based. Sebelum bekerja di Aceh, samalah seperti orang-orang kantoran lainnya. Saya mencari kerja yang permanen, kalo bisa karir dan masa depan terjamin hingga pensiun. Tidak neko-neko. Hidup dengan jam biologis bangun jam lima pagi, dan jam delapan pagi sudah duduk manis di meja kantor.  Sampai akhirnya kepindahan saya ke Aceh di 2007 merubah paradigma saya akan arti sebuah “pekerjaan”. Aceh memang telah “menghancurkan” hidup Saya.

Tahun 2015 dengan usia yang bukan fresh graduate lagi, saya menyadari bahwa sudah masanya saya kembali ke pekerjaan yang “secure”, yang menjamin keamanan hidup saya hingga masa tua. Kemudian, terdamparlah saya di salah satu lembaga keuangan terbesar di tanah air. Kata orang itu merupakan prestasi membanggakan, karena konon untuk masuk kesana -yang menjadi salah satu Most Admired Company di Indonesia- terbilang sulit. Bahkan ada dua pekerjaan yang saya tolak dan memutuskan untuk memilih bekerja disana. Saya terima tawaran itu, karena niat utamanya memang ingin belajar. *belakangan saya sedih, karena saya dinilai tidak mau belajar* Gaji saya disana bahkan sama dengan gaji saya lima tahun sebelumnya. Artinya secara bulanan, nyaris tidak ada peningkatan. Untung ada bonus dan THR yang  membuat penghasilan saya lebih baik secara tahunan. Fasilitas kesehatan pun sangat baik, Alhamdulillah. 

Hingga semua terakumulasi pada satu titik, saya merasa disini bukanlah tempat saya untuk berkembang. Banyak kondisi “given” yang tenyata di luar ekspektasi saya. Ya, katakanlah saya over expectation ketika pertama kali bergabung. Saya sering terkaget-kaget dengan keadaan yang dulunya saya kira disini sudah sempurna. Not to mention those things.  Mungkin kesimpulannya, nama besar ternyata memang bukan jaminan. 

Ada pertentangan batin yang saya rasakan, tapi dengan kedudukan saya yang terbatas, sepertinya sulit bagi Saya untuk mengubah semua itu.Tidak ada tempat dan atasan yang sempurna memang, namun Saya takut, takut ikut arus yang kemudian menjadikan saya orang-orang yang “kelamaan ada di zona nyaman”.  Lalu, saya hanya menjadi robot ibukota pergi gelap, pulang gelap dan miskin sosialisasi. Pendek kata agar tidak berkesan “menyalahkan orang dan lembaga” anggap saja memang saya tidak cocok di lingkungan itu berlama-lama.

Banyak yang bilang: “mungkin disana memang bukan “passion” elo”. Lagi-lagi passion disalahkan. Kasian si passion. Ada benarnya sih, tapi sejatinya bukan itu alasan utama. Saya senang menulis, senang jalan-jalan mungkin itu passion. Namun so far, passion itu sendiri belum membuahkan penghasilan yang cukup. Mungkin karena memang belum saya tekuni dengan sungguh sungguh. Jadi kalau ada yang bilang saya resign demi ‘mengejar passion’, keakuratannya cuma 50%. Hehehe.. Toh, saya tahu dengan pasti saya ada di lingkungan dimana sebagian besar orang-orangnya pun bukan bekerja pada passionnya. Malah lebih parah lagi, mereka tidak tau passionnnya apa! They just doing their work regularly, want to leave but still having so so many consideration… Somehow,..I think,..ummm perhaps they had no choice also. Or precisely : Dont want or dont know how TO CREATE the choices. 

Betul, pekerjaan selanjutnya yang akan saya jalani, sangat dekat dengan passion dan mimpi-mimpi Saya. Namun yang saya cari adalah ruang dimana saya bisa bereksplore dengan imajinasi saya, ruang dimana tidak ada sekat-sekat formal antara senior dan junior, ruang dimana ide dan gagasan itu lebih dihargai. Ruang dimana siapun dia, ada potensi yang bisa digali untuk melengkapi tim. Ruang dimana tidak ada yang lebih pandai dan lebih bodoh. Ruang dimana semua orang punya kesempatan dan jalur yang sama untuk meraih achievement setinggi-tingginya. Dan ruang dimana semua personil dinilai dengan obyektif. 

Saya sedih meninggalkan sahabat-sahabat baru saya disini. Setidaknya hampir 2 tahun terakhir, merekalah yang mengisi hari-hari Saya. Saya telah menjadikan mereka sebagai keluarga baru saya. Berat memang. Tapi saya perlu membenahi masa depan saya. Menyiapkan cita-cita besar Saya.  Pun memenuhi mimpi-mimpi saya. Mimpi menjadi orang yang lebih bermanfaat bagi orang lain.

Finally, packing the stuffs is easy but packing the memories is not… 

 

Hits: 901

Alhamdulillah, akhirnya buku saya kelar jugaa!  Meskipun tidak semua tulisan baru, tapi proses editing dan bolak balik cek perintilannya, ternyata lumayan menyita waktu juga loh! Untung, saya happy banget melakukannya, tantangannya jadi tidak terasa.

Dan kalau kalian pikir ini buku traveling, kamu salah besar! Tidak ada satupun cerita jalan-jalan disini. Ada sekitar 30 tulisan yang salah tulis pada periode 2008-2016 yang sebagian besar sudah pernah saya publish. Padahal di blog ini, ada lebih dar 250 tulisan loh! Sisanya mau dibukukan lagi gak? Mau dong… moga-moga tahun depan, ada penerbit mayor yang mau mensponsori buku saya! Hehehe.. Aminn..

Eh… ini buku apaan sih? Dan Kenapa judulnya Jam Weker? Yang jelas ini bukan diktat kuliah, bukan buku teori motivasi (yang membosankan) dan bukan buku yang membacanya harus pake mikir… Biar seru, ini saya kasih kisi-kisi dari beberapa teman saya yang sudah baca:

  • Tulisan dan pemikiran yang kreatif, menghibur, dan out of the box. Dengan bahasa yang santai, renyah, menginspirasi, edukatif namun tidak menggurui, membuka jendela pikiran kita untuk lebih open minded terhadap paradigma hidup. Wajib dijadikan teman untuk menikmati secangkir kopi di sore hari setelah berjibaku dengan rutinitas pekerjaan di kota metropolitan yang carut marut ini (Windy Liestyani, Auditor Bank Mandiri)
  • Bukan sekedar bercerita, buku ini mengajarkan bagaimana cara menghargai, saling berbagi dan mencari ilmu disetiap kesempatan (Hendikin, IT Manager PT Indoferro)
  • Warna warni kehidupan yang sederhana tapi mengesankan dalam buku ini, hal yang sebenarnya biasa tapi menjadi menarik karena ditulis dengan tulus (Rynal May Fadly, Social Worker)
  • Buku ini asik banget dibaca, ringan, mudah dicerna dan sangat menghibur dengan gaya penulisan yang santai. Berbagai macam cerita ada disitu, dari yang serius, santai, humor, inspiratif, bahkan cerita hororpun ada loh. (Arlia Gustini, Make Up Artist)
  • Bacaan ringan yang enggak perlu pake mikir untuk bacanya. Penuh dengan kejadian yang inspiratif namun kocak yang terkadang membuat gw cekikikan sendiri saat a sampe ga berasa tiba-tiba sudah diujung halaman terakhir buku ini (Riesmayanti Nastinasari, Field Marketing Supervisor PT Nojorono)

Nah, sebagai rasa bersyukur…saya mau bagi bagi 3 buku ini FREE! Bebas ongkir dan bebas pajak! Heheh.. Gimana caranya

  • Tulis komen yang unik, apa yang kalian pikirkan tentang “Jam Weker”. Apapun tentang Jam Weker. Mungkin kamu punya cerita tentang jam weker di rumah juga boleh… Gak usah panjang-panjang, ringkas, lucu, menarik dan mudah dimengerti.
  • Pastikan alamat email kamu sudah diinput dengan benar agar saya mudah menghubungi, jika kamu menang,
  • Bagikan (share) link berikut  Pemesanan Buku Jam Weker  ini   lewat twitter atau Facebook kalian. Kalau twitter mention ke @vikhasy (Jangan lupa follow dulu), Kalau Facebook mention ke Jussmengkaa (huruf a-nya memang 2. Jangan lupa like dulu yaa.. http://www.facebook.com/jussemangka. Beri hastag #BukuJamWeker
  • Saya akan memilih 3 terbaik dan hadiah akan dikirim gratis ke alamat kalian!

Gimana, gampang kannn ??? Ditunggu hingga 10 Oktober 2016!

 

 

 

 

 

Hits: 1353