Masih ngomongin Aceh, tepatnya inspirasi dari Aceh. Setiap kembali dari sana, saya seolah “tidak siap” bertemu dengan Jakarta.  Yang terbayang, macet dimana-mana, orang-orang yang terburu-buru, angkutan publik yang buruk dan dunia sosial yang jauh sekali berbeda dengan di daerah. Saya bersyukur pernah kerja di daerah (baca; Aceh) dan merasakan atmosfir yang tidak melulu dalam suasana kompetisi dan yang dikejar itu hanya posisi dan materi.  Kemana-mana dekat, semua orang ramah, tidak saling curiga dan suasana kekeluargaan yang bukan cuma “sampul” seperti orang Jakarta. Kehidupan sosial juga begitu, tidak perlu harus punya dompet tebel untuk nongkrong di café-café mahal  Cukup di warung kopi sederhana dengan uang kurang dari 10 ribu, makna kekerabatan itu diperoleh.  Malahan “ngumpul-ngumpul” ala warung kopi tanpa AC begini, bagi saya melahirkan banyak ide, menjalin relasi bahkan menghilangkan kegalauan. Wah, aku udah persis orang Aceh banget kalo begini.

Bagi saya bekerja di Jakarta kemudian menclok sesaat dengan pergumulan kerja ala Aceh adalah proses keseimbangan.  Terkadang memang timbul rasa bosan, karena Aceh tidak menjanjikan hiburan ala metropolitan; café, karaoke dimana-mana, bioskop, mall yang bertebaran tetapi Aceh punya pantai yang indah, alam yang rupawan, wisata religius dan artefak-artefak tsunami yang sangat monumental bagi daerah ini bahkan dunia. Buat saya yang mulai bosan dengan kekejaman Jakarta, semua itu indah dan damai.  Kebahagian di keramaian ala Jakarta terkadang membosankan dan sangat individual menurut saya.  Orang-orang Jakarta semakin memandang orang lain dengan penuh kecurigaan. Sudah jarang saya temui senyum ramah dan orang yang sekedar mau menjawab pertanyaan kecil -seperti lokasi sebuah tempat- di jalanan.

Padahal bahagia itu sederhana, ketika detak jantung tidak sekencang ritme Jakarta, ketika melihat pemandangan tepi jalan yang indah, ketika semua orang saling menyapa, ketika semua masalah seakan selesai karena kebersamaan yang bukan cuma kulit. Saya masih percaya, indikator kualitas hidup manusia dilihat dari hal-hal itu, bukan koneksi internet berkecepatan tinggi dan berapa banyak saldo di rekening Anda.

Ah, saya selalu rindu suasana itu. Cukuplah di Jakarta untuk mengejar sedikit prestasi dan sejumput materi yang terbungkus bentuk pengabdian kepada  negara ini. Biar cuma Jakarta yang semerawut dengan semua gejolaknya. Dan, suatu saat, saya ingin kembali ke satu  tempat, dimana saya dapat menemukan semua itu. Amin.

Hits: 972

Wah, kalian yang sering baca blog saya ini pasti bosen kalau saya cerita soal Aceh lagi… Aceh lagi.. Tapi begitulah kenyataannya, saya selalu punya stok cerita lama dan cerita-cerita baru tambahan dari wilayah terbarat Indonesia ini.   Minggu ini (lagi dan lagi) saya berkesempatan menyambangi Aceh. Asal tau aja, di kunjungan sebelumnya, saya yakin banget kalau gak bakalan kesana lagi. Tapi ternyata salah tuh… (hehehe..) Karena pernah punya “kisah sinetron disini”, saya ingin menghindari banyak hal yang berbau Aceh. Tetapi kemanapun pergi, selalu ada ujung yang akhirnya mendamparkan saya kembali kesana. Intinya udah muter-muter kemanapun baliknya kesana lagi.  Akhirnya saya berkesimpulan, Tuhan memang mendukung saya “move on” dengan caraNya; yaitu mendekatkan saya kepada hal yang saya hindari. Bukan untuk membuat galau, tapi untuk membuat saya lebih kuat menghadapi semua yang akan terjadi. 🙂

Kepergian terakhir, judulnya tetep; Kerja. Kali ini partner in crime saya adalah Aichiro Suryo, rekan sekantor saya. Alhamdullillah urusan pekerjaan hampir tidak menemui kendala apa-apa. Ekstra bonusnya apalagi kalau bukan jalan-jalan. Saya, Aichiro ditemani beberapa teman lokal menyusuri pantai-pantai Aceh yang indah, napak tilas berbagai monumen tsunami dan tentu saja yang wajib nomer satu: Ngopi. Alhamdulillah saya masih punya banyak teman yang sudah seperti keluarga disana.

 

Aceh masih seperti dulu menawarkan keindahan alam, keramahan masyarakat, keunikan budaya dan prasasti tsunami 2004 yang monumental terpatri  di hampir setiap sudut kota.  Meskipun semua belum berjalan sempurna, saya mencintai Aceh, saya ingin Aceh lebih baik dari masa ke masa. Semoga.

Hits: 878