Eforia pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, awalnya pembatalan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, September 2015 lalu adalah keputusan final. Namun tiba-tiba mengemuka di media, bahwa proyek ini dilanjutkan dengan menggandeng satu konsorsium dari China. Kenapa China, karena hanya China yang mau menggunakan skema B2B (Business To Business), sementara Jepang sebagai kandidat lawan tidak dapat menggunakan skema ini, karena menghendaki adanya campur tangan negara dalam bentuk jaminan dari Pemerintah. Mungkin itulah alasan Jokowi membatalkan di awal, karena tentu saja jaminan itu akan memberatkan APBN.

Jujur, Saya tidak sependapat dengan gagasan proyek ini. Alasan utama saya, kenapa harus Jakarta-Bandung? Kenapa tidak daerah lain? Pada saat pembatalan, jelas Jokowi bilang: jika dibebankan ke APBN tidak adil proyek ini tetap dilaksanakan di jalur dengan moda transportasi yang sudah padat sementara daerah-daerah lain masih belum terjamah pembangunan.

Dalam rencana Menteri BUMN, ada lima stasiun yang akan menghubungkan Jakarta dengan Bandung yaitu: Gambir, Manggarai, Walini, Bandung Kopo dan Gede Bage. Kita semua tahu, moda transportasi apa yang tidak ada  dari Jakarta menuju Bandung? Gojek pun kalau sanggup, bisa diorder ke Bandung. Kenapa harus tambah kereta cepat lagi?.

Alasannya dengan adanya jalur ini diharapkan terjadi multiplier effect terhadap ekonomi di daerah sekitarnya.  Tapi menurut saya tetap kurang adil jika fokus pembangunan “seolah” hanya ada di wilayah ini saja. Sebagai catatan,  PAD Kota Bandung adalah yang terbesar di Jawa Barat pun daerah-daerah lain di Jawa Barat yang secara rata-rata lebih tinggi dari Kabupaten/Kota lain di Indonesia.

Entah bagaimana hitung-hitungan Bu Menteri, dengan kondisi “given” yang ada sekarang, menurut saya pembangunan jalur kereta ini tidak akan berdampak signifikan terhadap multiplier effect Bandung dan sekitarnya. Bandung adalah daerah  yang -tidak saja sudah berpotensi menangguk PAD besar- tapi juga punya SDM yang lihai mendatangkan investor secara mandiri.  Mau tidak mau harus diakui jika keterbasan SDM dan kualitas pimpinan yang tidak seragam, membuat banyak daerah lain masih memerlukan “pertolongan” pemerintah pusat.

Belum lagi masalah lingkungan, berapa banyak lahan hijau yang harus dikorbankan? Lagi-lagi jika bicara data, apakah benar pertumbuhan mobilisasi orang dari Jakarta-Bandung semakin meningkat sehingga memerlukan moda transportasi baru. Jangan-jangan (salah satu contoh) malah akan berdampak terhadap bisnis travel Jakarta-Bandung yang marak pertumbuhannya dalam lima tahun terakhir. Opini ini mungkin terlihat sederhana, soalnya saya orang awam, namun dalam pandangan saya sejatinya proyek ini cuma proyek mercusuar pemerintah (baca: menteri BUMN)

Mungkin memang daerah ini jadi primadona investor, tapi kenapa pemerintah tidak “jualan” daerah lain? Sebagai contoh, menteri PU pernah menjelaskan bahwa pembangunan Tol Trans Sumatera dalam waktu paling singkat atau tiga tahun hanya baru bisa mengerjakan bagian dari Bakauheni – Bandar Lampung – Palembang – Tanjung Api Api (MBBPT), sepanjang 434 Km. Bayangin, tiga tahun cuma bisa sampai Lampung! Yakin Pak Jokowi akan awet sampai 5 tahun? Sementara panjang tol Sumatera adalah 2.400 Km. Memang secara hitung-hitungan bisnis, bikin kereta cepat terhitung “murah” hanya sekitar Rp70 Triliun. Lah, tapi duit segede itu, kalau dipake buat bangun jalan lebih baik di Sumatera, apakah multiplier effect-nya tidak lebih baik daripada bangun Jakarta-Bandung yang sudah sangat penuh?!

Dari sisi pendanaan, dalam Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta-Bandung, Presiden menegaskan tidak akan menggunakan dana APBN ataupun jaminan pemerintah. Oleh karena itu BUMN harus pinter pinter cari duit sendiri. Kemudian muncullah China Development Bank (CDB) menawarkan jatuh tempo pinjaman 40 tahun, di mana 10 tahun masa tenggang dan 30 tahun pengembalian untuk pinjaman sekitar Rp56 Triliun. Hemm, iyaa sih tidak menjadi beban APBN, tapi tetap saja wujudnya menjadi hutang negara. No, saya tidak anti dengan hutang, konteks saya tetap sama, lebih baik nilai sebesar itu di-oper ke daerah lain, yang sudah megap-megap butuh bantuan.

Aduh, Bu Menteri dan Pak Presiden, sejujurnya saya juga ingin merasakan naik kereta cepat super keren ini. Tapi nanti deh, gw ke Jepang ajah.. :p Kita masih  punya PR besar yaitu masalah kesenjangan. Jangan membuat kejomplangan dan kesenjangan pembangunan makin besar. Hal yang sedikit terlupa diukur oleh rezim lama. Indikator ekonomi yang naik terus tidak berarti mempersempit kesenjangan antara si miskin dan kaya. Di kota besar mungkin iya, tapi di daerah lain, banyak yang hidupnya masih tergantung pemerintah pusat.

Sudah masanya pembangunan makin digerakkan ke daerah. Saya saja sudah bosen bu, tinggal di macetnya Jakarta, tapi mau gimana… daerah belum tentu memberikan kesempatan sebaik di Jakarta.

Terus membangun Bapak/Ibu,.. kalo masih bisa dibatalkan atau minimal ditunda dululah proyek ini hingga lima tahun kedepan. Tanpa punya kereta cepat, kalau petani kita makmur, distribusi hasil alam lancar, sarana tranportasi di daerah makin mapan, kita tetap jadi Indonesia yang keren!

Hits: 984

Ada yang hilang dalam diri sendiri akhir-akhir ini. Pertama, nyaris tidak pernah traveling yang jauh-jauh hampir satu tahun lamanya. Kedua, hidup kayak robot. Pergi subuh, pulang malam dan melakukan pekerjaaan yang (sangat) menjemukan. Ketiga, miskin kreativitas!! Entahlah, karena ini Oktober dan saya lagi berulang tahun dan kian tambah dewasa (baca:tua) yang kesemuanya menimbulkan pertanyaan baru: Am I in a crisis of midlife?! Tiba-tiba (eh, gak tiba-tiba juga sih) saya mempertanyakan kembali tujuan hidup saya. Benarkah saya harus menjalani masa depan (bahkan mungkin) hingga pensiun di satu lembaga keuangan di Indonesia (katanya) terbesar sejagat Indonesia Raya. Benarkah saya masih mengejar karir yang -bukan saja harus dikejar dengan kerja super keras- tetapi juga harus “pendekatan” dengan para pemangku posisi strategis plus plus mengikuti politik politik kantor yang bagi saya sangat tidak menarik. Jauh lebih menarik mengamati tingkah pola (lucu) politikus asli kita di gedung bundar sana.

Ada pula saat saya merasa bingung. Ini kemunduran atau kemajuan?! Di satu sisi tentu saja ini kemajuan. Saya belajar dunia yang totally baru dari yang sebelumnya. Prinsip saya, bekerja adalah sekolah. Ilmu baru, teman baru, keluarga baru. Namun di sisi lain, saya pernah melakukan banyak hal yang lebih besar, lebih penting bahkan lebih strategis dari ini. Tentu saja dengan teknologi yang lebih sophisticated. Dan ini sebagai keroco baru, saya harus memulai semua dari bawah. Oke, fine! Tapi itu menyiksa. Bukan karena saya enggan mulai dari bawah, tapi karena situasinya yang tidak mendukung saya untuk bebas bereksplorasi. Aduh maaf, saya mulai sombong… Saya dibebani pikiran bahwa saya harus melakukan hal yang terbaik sebagai seorang profesional meskipun kian hari semuanya kian menjauh dari kata hati. Terbayang pula rencana-rencana saya di 2016 yang nampaknya sulit terealisasi jika jalan yang ini tetap saya pilih.

images

Kemudian, pada satu masa ketika saya sudah merasa cukup dari banyak sisi. Maaf, jangan bilang cukup dari sisi materi, karena tanpa bersyukur seberapa pun yang kita punya rasanya selalu tidak cukup. Cukup dikelilingi kasih sayang keluarga, teman dan sahabat terbaik yang selalu ada di garda depan. Tapi di sisi lain saya merasa belum punya banyak manfaat buat orang banyak. Padahal sejatinya arti hidup terbaik adalah berbagi. Right?! Lah, saya sudah ngapain? Ngasih sumbangan “doang”? Hehehe…Kasian deh gw…

Pertanyaannya kembali berulang. Am I on the right track? I think I am not! But tidak pernah ada kata terlambat, kan? Kata seorang sahabat, pun tidak ada yang namanya kesalahan, karena definisi kesalahan yang sebenarnya adalah pembelajaran. Dan hidup ini pilihan. Saya ingin mengembalikan pilihan hidup saya pada Tuhan. Semua keputusan ada baiknya dan selalu ada konsekuensi buruknya. Saya sudah sampai pada satu kesimpulan. Hidup saya tidak disini. Ini adalah batu singgahan pembelajaran, cobaan dan tentu saja latihan kesabaran. God, bring me back my passion… I want to face monday with bright smile and a fully charge energy….

Ada satu kutipan dari satu tokoh, begini:  Berbeda dengan orang pintar, orang idiot percaya bahwa kreativitas adalah syarat mutlak untuk mencapai kekayaan finansial. Kreativitas tidak muncul saat kita sedang dan serius, kreativitas muncul saat kita sedang bersantai dan bersenang-senang. Cari waktu luang, pergilah ke tempat favorit Anda bersama-sama teman-teman terbaik Anda dan bersenang-senanglah. *So, Am I idiot as well ?  *btw, libra memang suka galau.

Thanks for the birthday wishes. Surprisingly I still got some wishes at the mid night and early morning of October 11 *beside automatic greetings from my hospital, credit card, insurance, job mailing list and some discount cards merchant. Hahahaha..

 

Hits: 770

Saya lupa pastinya kapan biji biji hitam itu mengisi separuh hidup saya. Yang saya ingat sekitar tujuh tahun lalu, meminumnya dengan campuran susu yang banyak saja sudah membuat jantung berdebar debar sepanjang hari. Saya terheran heran jika bertemu pencandu kopi yang bahkan meminumnya lebih banyak daripada air putih. Mbah Surip kata saya. Saya juga bingung menerka kenikmatan apa dibalik si hitam yang digandrungi dunia itu. Hingga kepindahan saya ke Aceh setelah itu merubah semuanya.

Dan kemudian saya tidak bisa lagi menghitung berapa tulisan di blog ini yang tercipta di warung kopi. Bahkan sebuah buku pernah terselesaikan hanya dengan duduk dengan segelas latte hangat. Sulit juga mengukur bagaimana segelas kopi telah membantu saya memberi banyak energi dan inspirasi untuk pekerjaan saya. Kata seorang teman kopi dan ngopi-ngopi adalah cara baru pembagi perspektif. “Ngopi-ngopi”-lah yang mampu menjernihkan pikiran dari virus-virus media yang mampu membelokkan pola pikir. Kopi juga ibarat pembasmi lemak jahat, sesekali kita perlu diet dari informasi yang simpang siur. Dan kopilah obat diet itu. Lucunya, kini makna kata “ngopi” seolah telah meluas. Seorang teman bertanya pada saya; dimana tempat ngopi yang enak di Bogor. Dengan bersemangat saya merekomendasikan beberapa tempat beserta ulasan tentang rasa dan keragaman kopinya. Eh, dia justru memilih resto yang menurut saya bukan kopi banget. Oh, baiklah,.mungkin saya saja yang memendekkan arti kata ngopi.

aroma-of-heaven_20150411_113123Sayangnya saya bukan pencinta kopi berlogo kepala manusia berwarna hijau -yang menenteng gelasnya ketika antri di lift- memuat derajat sosial pembawanya seperti naik dua kali lipat. Senang rasanya karena tahun-tahun belakangan mulai muncul gerai gerai kopi asli Indonesia. Dua tiga tahun yang lalu saya kenal dengan seorang Bapak yang membuka kedai kopi di garasi rumahnya. Bapak separuh baya ini telah lama malang melintang membantu petani kopi di belahan Aceh sana. Dia bilang, sebenarnya harga kopi yang dijual di kedai hijau tadi bisa lima kali lipat dari harga kopi yang bisa kita racik sendiri. Saya paham idealismenya. Kopi Indonesia berkualitas terbaik di jual di gerai-gerai Internasional. Branding yang luxury membuat harganya naik berkali lipat. Kopi telah menjelma menjadi bagian gaya hidup modern. Namun semua itu belum sejalan dengan nasib petani kopi kita. Pekerjaan rumah besar bagi pemerintah dan swasta untuk membuat negara penghasil kopi terbesar ke-empat di dunia ini menjadi kaya karena kopi, Memangkas jalur pemasaran yang ribet dan berliku dan membuat petani kopi kita bangga karena hasil kerja mereka diakui dunia.

Ah, kopi. Urusan kecilmu jadi panjang, karena kamu tidak hanya bagian dari saya dan mereka tapi juga bagian dari negara dan dunia. Namun sejatinya Ini bukan hanya tentang kopi. Ini bukan hanya tentang dimana kita menikmati kopi itu. Ini adalah cara kita berbagi cerita, cari kita berbagi rasa. Ini adalah tentang kamu, dia dan mereka yang kita cinta. Kopi adalah suara hati., karena kopi adalah bahasa yang tidak terucap. Kopi adalah potongan rindu.

Semalam aku bermimpi
Kamu menjemputku di suatu tempat yang ramai
Kamu kelihatan segar sekali dengan kaus hitammu
Aku menyuguhkanmu secangkir kopi kesukaanku
Katamu:  “rasanya pahit… “
Kamu meminta aku menambahkan gula
..dan.. aku pun terbangun..
Is that true, when somebody appears in your dreams, its because that person misses you?

Tulisan ini dibuat untuk turut meng-kampanye-kan Pencanangan Hari Kopi Internasional di Indonesia, 1 Oktober 2015. Baca juga tulisan teman-teman saya dibawah ini:

 

Hits: 1295