Orang kerja, gue liburan, orang liburan gue kerja. Yes, hidup memang harus antimainstream. Saya selalu bepergian saat orang-orang lain justru berkutat dengan pekerjaannya, begitu juga sebaliknya. Tapi di liburan natal yang panjang minggu lalu, akhirnya saya memutuskan untuk ikut merasakan eforia liburan yang mirip libur lebaran. Dan, tiba-tiba inget, beberapa bulan lalu saya sempat membeli 1 voucher untuk Oneday Trip ke tiga pulau di Kepulauan Seribu dari TukangJalan DotCom seharga Rp 83 ribu saja. Harga yang relatif murah (banget) untuk bisa menikmati pantai. Dan siapa bilang Pulau Seribu, jelek? Meski belum okeh banget sih…, Pak Ahok masih punya deretan pekerjaan rumah untuk menggarap salah satu potensi wisata bahari Jakarta ini.

Ok, back to the topic, akhirnya saya bersama dua orang teman, pagi-pagi sudah nongkrong di kampung nelayan Muara Kamal untuk menuju 3 pulau Kelor, Onrust dan Cipir. Yah, dalam bayangan saya dan hasil googling kebanyakan, jalan-jalan kesini paling hanya untuk menikmati pantai, main air dan yang paling penting, apalagi kalau bukan ngambil foto sebanyak-banyaknya, dan sesegara mungkin mengunduh ke jaringan sosial media yang kita punya. Sangat Mainstream! Kalau saya sih plus bonus bisa jadi nambah-nambahin tulisan blog. Hehehe

onrust-1

Setiba di Pulau Kelor sebagai pulau pertama yang kami kunjungi, anggapan mainstream tadi mulai berkurang. Di pulau yang pernah menjadi lokasi pernikahan dua artis ternama- ada Martelo, benteng peninggalan jaman Belanda yang bentuknya menyerupai Mini Colloseum di Roma. Tempatnya bagus buat lokasi foto-foto. Lokasinya pun hanya sekitar 30 menit dari Darmaga Muara Kamal. Asiknya, pulau ini kecil banget, ibaratnya cukup dengan pake TOA, kita sudah bisa manggil orang satu pulau. Benteng Martelo adalah bagian dari Pusat Arkeologi Pualu Onrust, yang sebenarnya merupakan kesatuan dari tiga pulau, yaitu Onrust, Kelor dan Cipir. Wujud dan bentuk Benteng Martello adalah  masih terlihat meski tidak sepenuhnya utuh. Di Onrust dan Cipir, kita bisa menemukan lebih banyak lagi reruntuhan bangunan yang nilai sejarahnya sangat tinggi. Onrust sendiri konon berasal dari kata Un-rest, karena pada jaman VOC, pulau ini sangat sibuk sebagai pusat docking kapal-kapal dagang masuk dan keluar Batavia.

20151227_093925

onrust 5
Sisa-sisa bangunan di Onrust

Puas di Pulau Kelor, kami menuju Onrust dan Cipir yang letaknya berkedekatan, akan lebih banyak lagi sisa-sisa bangunan peninggalan Belanda. Mulai dari perkantoran, penjara, rumah sakit bahkan asrama haji. Pulau Onrust dan Cipir dalam sejarahnya memang pernah beberapa kali dialihfungsikan mulai dari docking kapal, penjara (mirip-mirip Nusa Kambangan jaman sekarang) hingga pusat karantina haji pada tahun 1911. Disini juga ada makam Belanda yang antik namun sayang sudah banyak hancur akibar bencana alam dan memang tidak terurus.  Karena pernah juga dijadikan tempat pembunuhan tahanan politik dan perang serta tempat karantina orang-orang berpenyakit menular, gak heran kalau sekarang Pulau Onrust dikenal cukup angker… Hiiiiii…Syeeyeemm..

20151227_104722

Oh ya, jangan lupa mampir ke museum mini yang ada di tengah Pulau Onrust untuk tau sejarah lengkap pulau ini. Sayang, sebagian besar bangsa kita ‘agak males” belajar sejarah, dan tidak banyak yang berpikir bahwa sejarah itu punya nilai jual yang potensial banget sebagai potensi wisata. Kita jauh-jauh ke Amerikah, Eropah pasti disuguhi museum dan wisata sejarah bangsa mereka, Tapi sejarah bangsa sendiri??!! Hmm..ngaku aja dulu sering bolos pas pelajaran sejarah di sekolah.. :p

onrust 3Kalau dihitung ada empat kegiatan yang bisa kita lakukan disini. Selain foto-foto, makan-makan di bawah pohon nyiur dsini juga asyik banget. Kalau mau agak repot emang lebih enak bawa bekal makanan dari rumah, biar kerasa pikniknya. Buat yang mau mandi-mandi air laut juga bisa kok di Pulau Cipir. Meski garis pantainya tidak panjang, tapi pasir putih dan ombaknya yang tidak tinggi cocok buat mandi air laut. tentu saja bagusan disini daripada Ancol yang airnya sudah penuh polusi. Cuma yang masih minim adalah fasilitas untuk mandi atau shower untuk pengunjung. Nah, satu lagi.. buat yang suka melamun, ketiga pulau ini paling cocok buat mancing. Malah menurut saya tembok-tembok pembatas pulau memang dikhususkan buat para pemancing. Bahkan di hari biasa, tempat ini konon lebih ramai didatangi pemancing daripada wisatawan.

Yuk, kesana!

 

Hits: 822

Mimpi apa saya hingga bisa sampai di Las Vegas? Wah ternyata bukan mimpi.  Saya kesana bulan lalu, bersamaan dengan masa karantina Miss Universe 2015. Dan, Alhamdulillah, cukup jadi Miss RT/RW saja saya sudah bisa main judi di Vegas. Upss! Jangan bilang-bilang Bang Rhoma loh! Hahahah.

Di Amerika, Saya dan keluarga tinggal di Arizona yang waktu tempuh dengan berkendara dari ke Las Vegas -yang ada di Negara Bagian Nevada- tidak lebih dari 5 jam. Cukup dekat, karena perjalanan yang nyaman dan infrastruktur yang bagus.  Sepanjang jalan kita juga disuguhkan pemandangan perpaduan hutan kaktus dan pegunungan khas canyon yang keren banget. Tidak heran, karena kami memang melewati Taman Nasional Grand Canyon yang maha tenar itu. Sayang, hingga kali kedua ke Amerika, saya belum sempat kesana. Insya Allah next visit!  Saat saya kesana, cuaca cerah, tapi jangan salah, di luar mobil suhu hanya berkisar 5-7 derajat celcius saja. Brrrr…

Hooverdam, Nevada
Hooverdam, Nevada

Satu jam menjelang Las Vegas, kami melewati Hooverdam. Ini adalah bendungan besar dan terkenal di Amerika yang dibangun pada 1931. Bendungan inilah yang mensuplai hampir seluruh energi listrik di Nevada, California dan Arizona. Uniknya, karena letaknya di tengah-tengah pegunungan membuat pemandangan di Hooverdam ini keren banget. Wajarlah, kalau tempat ini akhirnya jadi salah satu tujuan wisata di Nevada.

Tiba di Las Vegas, saya lumayan suprise, karena setiap sudut kota pasti ada Casino. Minimal slot machine (mesin judi) casino yang nyaris hadir bahkan di toko-toko kecil seperti Indomaret.  Kami menginap di Hotel Harras pas di tengah Las Vegas Bouleverd pusat tourism. Posisi hotel yang strategis ini memungkinkan kita mampir ke tiap pusat keramaian dan hedonisme Vegas cuma dengan berjalan kaki. Jangan kaget, kalau semua (baca: SEMUA) hotel disini punya kasino. Saya sampai bingung, karena front office hotel pun menyatu dengan casino.  

Beda dengan Casino di Macau, di Vegas semua pengunjung boleh berfoto-foto di dalam casino. Saya ikutan mencoba slot machine, mesin casino  yang dibuat dalam berbagai tema, mulai dari kartun anak-anak, film-film tenar sampai ada mesin yang bernama Britney Spears, Katy Perry dan Jennifer Anniston. Meski gak menang, tapi gak juga kalah :p (mungkin kurang sajen) saya anggap aja ini main monopoli. Mainnya juga gak perlu keterampilan khusus, bener-bener semua tergantung luck. Kalau menang kita tinggal mencairkan sendiri uangnya ke ATM khusus casino yang banyak bertebaran. Sangat computerize!

jilbabers goes to Casino? you mean it!
jilbabers goes to Casino? you mean it!

vegas 7Di beberapa bagian casino, selalu dijumpai tulisan : You Know When To Stop, dengan peringatan panjang lebar persis seperti peringatan bahaya di kemasan rokok. Yes, “berjudi” pun perlu kedewasaan. Dan yang pasti “kedewasaan” itu belum dimiliki sebagian besar masyarakat kita.  Kalau model casino begini dilokalisasi-kan di Pulau Seribu. Bisa jadi banyak orang yang alih profesi menjadi penjudi. Yah, memang sih…hal begitu juga pasti ada di Las Vegas, hanya karena sudah menjadi atraksi turis, kondisi itu jadi tidak kentara. 

Karena Las Vegas, sering juga disebut Sin City, gak heran di sepanjang bouleverd banyak cewek-cewek berpakaian minim yang menjajakan diri. Seriously!. Untungnya kemarin musim dingin, jadi pakaian mereka pun sedikit “tertutup”. Tapi kalau musim panas, wow… parade swimsuit Miss Universe bisa kalah rame deh.. Tidak itu saja, di tiap bagian jalan banyak box untuk meletakkan brosur yang isinya jualan penjaja seks komersial dari yang heteroseks hingga homoseks (bruuppp…@$#%@&%^&..). Belum lagi para mucikari di pinggir jalan dengan santainya memberikan kartu nama dan brosur “barang dagangannya”. And it is legal! Kebayang kalau beginian ada di Jakarta, gak cuma FPI yang demo abis-abisan, saya juga pasti ikutan demo! Hahahaa.

Nah, namanya juga Sin City. Makan pun disini wajib “berfoya-foya”. Las Vegas terkenal dengan makanan buffet all you can eat. Katanya kalau kesini wajib nyobain buffet-nya. Sekali buffet kita dipatok sekitar USD 20-25. Sebenernya gak mahal-mahal amat sih, karena standar makan di USA juga rata-rata USD 10  sekali makan. Saya sempet dibayarin dua kali makan di Flamingo dan Paris Paris. Sebenernya rugi sih, kalo ngajak gw makan di buffet beginian, soalnya gw makannya dikit. Hahahha.. Tapi gakpapalah, kapan lagi ke Vegas kan?!

Oya.. di Vegas hampir tiap hari ada konser artis-artis ternama. Saat saat saya kesana, beberapa tempat hiburan sedang menyiapkan konser Britney Spears dan Jennifer Lopez. Disini juga banyak digelar macam-macam show, mulai dari sulap hingga stand up comedy. Nah, gak cuma sebagai tempat “menambah dosa”, Vegas juga punya banyak museum menarik yang bisa dikunjungi. Cuma jangan heran, kalau lokasi museum-nya (lagi-lagi) menyatu dengan Casino!

Mini New York in Vegas
Mini New York in Vegas

Satu hal yang baru saya tahu, ternyata Las Vegas menghadirkan  beberapa landmark miniatur dunia. Jangan kaget kalau disini ada Menara Eiffel, Patung Liberty bahkan Sphinx dari Mesir, dan jangan kaget lagi kalau isi bangunan-bangunan keren tersebut tetep, tidak lain dan tidak bukan; Casino! Lumayan lah bisa liat Eiffel KW super, sebelum beneran berkunjung ke Paris (Aaamin…) Dan saya bermimpi suatu saat Borobudur juga bisa hadir disini. Who knows?!

vegas 9
Eiffel moves to Vegas!

Terakhir, sama seperti San Francisco dan LA, satu yang paling menganggu alias merusak pemandangan di Las Vegas adalah jumlah homeless people yang banyak. Bahkan lebih banyak dari San Francisco dan LA. Saya gak ngerti, mereka jadi homeless karena kalah judi atau memang punya masalah lain. Lucunya ada satu pengemis yang membawa papan bertuliskan : “Why lie, I need beer”  Hahhaha.. So, dia mengemis untuk beli bir? Wallahualam. Kesimpulannya, gak di kota-kota besar Amerika, gak di Jakarta, pengemis dan gelandangan (gepeng) masih jadi masalah. Saya kurang paham kebijakan pemerintah Amerika. Sungguh, banyaknya homeless menjadi pemandangan yang sangat kontras dengan gemerlapnya Las Vegas, salah satu kota tujuan wisata dunia, yang tidak pernah tidur dan pajak hiburannya sangat besar.

Bye, Vegas…next visit mungkin harus bawa modal yang cukup biar impian mendadak kaya (siapa tau) terwujud… 😀

Hits: 1176

Bulan lalu, kali pertama saya menumpang pesawat Saudia (Saudi Arabia Ailines) PP Jakarta-Los Angeles. Ada beberapa hal yang bisa saya bagi, semoga berguna untuk teman-teman pembaca Jus Semangka

  • The longest trip ever..perginya 37 jam, pulangnya 31 jam (include transit). Rute Jeddah-Los Angeles menghabiskan 16 jam nonstop, sisanya merupakan waktu transit. Mungkin rute ini adalah rute terpanjang dari Asia ke Amerika Serikat, karena melewati Samudera Antlantik. Kalau liat globe, hitung-hitung Jakarta-Los Angeles, melintasi dua pertiga bola dunia. Bandingkan dari China-LA atau Seoul LA yang maksimal 13 jam saja (direct). Sebagai perbandingan, untuk Jakarta-LA (PP) harga tiketnya di November kemarin USD 850. Tahun lalu, rute yang sama dengan Korean Air seharga USD1315.
  • Transit 8 jam Bandara Riyadh yang dingin kayak kulkas. Dinginnya sumpah kelewatan,hampir sama dengan winter di Amerika. Toiletnya bersih tapi fasilitas waiting room untuk transit yang lama, sangat minim. Transit selama itu benar-benar tidak nyaman. Restoran pun minim. The worst thing is,.. wifi is never work!! Belum lagi tidak ada information desk, nggak bisa nanya-nya kalau ada apa-apa.
20151120_185056
Ruang Tunggu Bandara Riyadh
  • Ketika boarding di LAX, Ketinggalan bantal tidur di ruang tunggu LAX,udah boarding dan gak boleh turun pesawat, jadi diambilin sama mereka. Good job! * maaf ngerepotin. Ini sih nilai plus ya buat crew-nya!
  • Bagusnya, Alhamdulillah, makan selalu kenyang… (karena porsi Arab) Hihihi… Transit pun dikasih makan. Wajar sih, wong bandaranya hampir nggak punya restoran.
  • Seat ekonomi lumayan sempit…beda banget sama Korea Air, Garuda apalagi Emirates
  • Pramugari/a agak-agak cuek (kalau kurang sopan bilang; cuek banget) Bukannya bantuin narok koper di rak kabin, malah bilang: berat amat sih bawaannya.. (Helloow…ini gw ngindarin over bagasi kalee…). Beberapa kali ingin minta bantuan. Saya tekan logo attendant assistance di seat, tapi tidak pernah sekali pun ada yang dateng. Lebih afdol manggil mereka pas lewat dekat seat kita… GRRR…rrr..rrr…

 

Kabin Ekonomi
Kabin Ekonomi
  • LAX- Jeddah sebelahan sama bapak2 orang A**b yg jorookkkkk banget. Kursi, lantai semua jadi tempat sampah, numpahin teh.. Bahkan makanan sisa orang juga dimakanin. Makan pake tangan..gak cuci tangan, lap di selimut..ihhh.. Gak bisa diem dan ngoceh2 sendiri. Annoying banget!!
  • Dari poin di atas, semua kekacauan dan kejorokan si Bapak, nggak ada crew/pramugari yang mau bantu beresin..  Katanya: its not my duty, why you complaining. Sementara si a**b tadi ilang gak tau kemana..   Fine…lapor supervisor nya..baru diberesin. Gila ajaa kebungkem 15 jam di kabin..tp keliling lo bekas makanan berceceran yang baunya bikin mual. Huekss.
  • meal
    meal
  • Transit jeddah 1,5 jam..stay on cabin. Tapi gak ada cleaning service utk bersih bersih cabin. Katanya CS cuma bersihin toilet kalo transit bentar. Ok.. Fine..
  • Ada musholla, di beberapa pesawat (tidak semua);
  • LAX- Jeddah..video on demand nggak ada suaranya. Sudah lapor, tapi tetep juga gak bener. Okelah..gpp
  • Kopi, teh dan minuman lain cukup lengkap, tapi memang frekuensi penyajiannya tidak sering (hanya 1 atau 2 kali untuk 16 jam perjalanan)
  • Iseng nonton film India. Yes..berbahasa India, tp subtitle nya arab gundul. yassalam… :p
  • Entah karena masuk angin, capek atau kurang nyaman, landing LA langsung mulesss sakit perut luar biasa. 
  • Total nilai 6,578 dr skala 9. Karena taun depan sepertinya masih harus ke Amerika balikin koper pinjeman, gak gak lagi dengan saudia:p

 

Hits: 1185

Mungkin hanya di San Francisco yang biaya parkirnya “cuma” USD 82 dollar alias hampir Rp 1 juta untuk 2 malam. Pusat kota (down town) San Francisco yang padat dan berundak-undak mengikuti kontur tanahnya, membuat kota ini nyaris tidak mempunyai tempat parkir. Tidak heran biaya parkir mungkin menjadi sesuatu yang paling mahal disini. Deretan mobil-mobil di parkir di pinggir jalan, lucunya ban depannya pasti diposisikan miring sekitar 30 derajat untuk menjaga agar mobil tidak mundur.  Kotanya memang tidak se-metropolitan kota-kota terkenal lain di USA tetapi bangunan-bangunan disini sepertinya sangat ditata ketinggian dan bentuknya. Sedikit sekali saya temui gedung bertingkat tinggi. Bahkan bangunan hotel-hotel chain internasional seperti Mariott disini justru dibuat horisontal bukan vertikal.

Kota di negara bagian California ini, adalah salah satu kota dunia yang paling ingin saya kunjungi. Kalau liat foto-fotonya, sepertinya kota ini unik, eksotik dan tidak terlalu penuh hiruk pikuk ala metropolitan. Pada kunjungan kedua kali ke USA tahun ini, akhirnya saya berkesempatan menyambangi kota cantik itu setelah berkendara kurang lebih enam jam dari Los Angeles. Meski tidak bersalju, suhu SF bulan lalu lumayan dingin sekitar 10-11 derajat di siang hari. Saya sebenarnya cuma ingin berfoto di bawah jembatan Golden Gate yang maha tenar itu, beruntung adik saya pernah menetap disini beberapa tahun lalu, jadilah ia guide plus sponsor jalan-jalan kali ini.

China Town
China Town

Pagi pagi sekali kami sudah nongkrong di terminal Cable Car. Untuk naik kendaraan antik ini, kita cukup merogoh USD 7 dollar saja (mahal juga sih ya…).  Saya pun sibuk selfie sepanjang jalan. Sialnya, seorang bule ibuk-ibuk tiba-tiba komplain, karena gak mau tampangnya ikutan keliatan di kamera Saya. Hahahaha. Payah tu bule, bukannya ikutan aja..:p  Tujuan pertama kami adalah Fisherman Wharf dan Pier 39. Tempat ini sebenarnya sepertinya sebuah pelabuhan perikanan, namun sudah berubah menjadi sebuah atraksi turis. Disini kita bisa menyebrang ke bekas penjara ternama, Al Catraz. Kemudian melihat kerumunan anjing laut yang bertelekan di dermaga sehingga disebut California Sea Lion. Tentu saja disini banyak deretan tempat nongkrong dan belanja. Oya, katanya kalau kesini, kudu mampir ke Bakery Boudin. Toko bakery autentik San Francisco ini menawarkan roti-roti unik yang pasti enak. Jangan lupa, tempat duduknya yang paling pas adalah bagian samping yang menghadap langsung ke dermaga kapal-kapal nelayan. Saya disini memesan salad (seperti biasa, secara gw kambing) dan scallop soup, yang sumpahhhhh enakk banget (Insya Allah halal kok,..hihihi..)

SF3
Boudin Bakery

Eh, pulangnya…emang dasar pencinta sambel, saya sempetin mampir ke satu toko yang menjual segala macem jenis sambel. Sebagian besar memang sambel produksi Amerika dan Meksiko. Sayang banget, orang Amerika belum tahu, kalau kita di Indonesia punya ratusan jenis sambel yang menurut saya sih paling enak di dunia. Saya juga sempat mampir ke Ghirardelli Square. Tau cokelat Ghirardelli, kan? Nah, cokelat ini memang diproduksi di San Francisco. Tokonya unik, karena ada satu sisi seperti Open Kitchen yang mempertontonkan bagaimana mereka membuat cokelat. Produk Ghirardelli sebenarnya bisa didapatkan dimana-mana, cuma kalau belinya di tempat aslinya mungkin “rasanya” agak beda kali yeeee.. Apalagi banyak souvenir-souvenir lucu yang bisa jadi oleh-oleh.

SF4
Ghirardelli Chocolate

Setelah muter-muter beberapa tempat, mengingat ada satu urusan, kami harus mampir ke konsulat RI disini. Berjalan kaki di kontur lahan yang naik turun, capeknya lumayan juga. Hampir putus asa mencari lokasi kedutaan, tapi dari kejauhan saya melihat bendera merah putih ada di puncak satu bangunan. Yess, dan sampe sana saya buru-buru numpang pipis..Hahaha..

Dari sana, kami meluncur ke kampung China alias China Town-nya San Francisco. Hampir semua kota-kota besar di Amerika punya China Town. Bedanya, China Town San Francisco terhitung paling lengkap, karena populasi orang China dan Asia pada umumnya di kota ini termasuk yang paling besar di Amerika. Disini, ngapain lagi kalau bukan shopping. Berhubung saya sudah pengalaman over bagasi di kunjungan ke USA sebelumnya, kali ini saya cuma beli souvenir kecil-kecil. Eh, sebenernya sih… karena emang kali ini gak punya duit :p

SF5
Fisherman Wharf

Saya baru bisa berfoto-foto di Jembatan Golden Gate keesokan harinya. Selain hujan, waktu kami di hari pertama juga tersedot untuk mencari kangkung! Iya, kangkung! Sayur yang di abang-abang harganya murah banget ini, disini jadi satu makanan langka. Adik saya yang sudah bermukim disini lebih dari 12 tahun ngidam banget sama sayuran satu ini. Mumpung di SF, katanya… biasanya sayuran Asia lebih banyak disini. Hadeuuh, kangkung laksana berlian. Aya-aya wae.

Kenek Cable car
Kenek Cable car

Selebihnya, saya sangat terkesan dengan San Francisco. Meskipun disini banyak homeless, sepertinya kotanya cukup nyaman. Tidak terlalu hiruk pikuk, kemana-mana relatif dekat dan paling penting banyak makanan Asia. Masih banyak tempat turis lain, sayangnya tidak semua sempat didatangi. Nah, kalau ada yang ngajakin saya pindah kesana sih mau-mau aja.. Hehehe..

Hits: 1367

Mungkin selama ini, Arizona cuma terkenal dengan Grand Canyon-nya. Nah, jika Bogor punya kebun raya, Phoenix di Arizona juga punya kebun raya. Uniknya kebun raya yang bernama Desert Botanical Garden (DBG) ini, khusus mengoleksi kaktus dan tanaman-tanaman gurun. Tidak heran, karena Arizona -negara bagian ke-50 dan terluas ke-enam di Amerika Serikat-  sebagian besar wilayahnya tertutup oleh gurun. Gurun yang terluas adalah Sonoran Desert yang menjadi pembatas antara Amerika Serikat dan Mexico yang mempunyai luas sekitar 260 ribu km persegi. Dengan kondisi demikian, wajar jika kaktus menjadi tumbuhan paling populer di Arizona.

kaktus4

Dari sebuah literatur yang saya baca, kaktus hanya bertambah tidak kurang dr 10 cm setiap tahunnya. Jadi, kalo tingginya sudah lebih dr 3 meter, coba aja hitung sendiri berapa umurnya. Oleh karena itulah, kaktus menjadi tumbuhan yang dilindungi di Arizona. Denda yang mencapai ribuan dollar akan dikenakan bagi mereka yang merusak kaktus yang menghiasi hampir tiap sudut kota. Jadi, kalau gak punya duit banyak, jangan coba-coba towel towel kaktus di Arizona. Namun, jika ingin memang kamu memiliki, satu pokaktus3hon kaktus setinggi kurang lebih 3 meter, bisa dibeli hingg 100 ribu dollar. Woww!

Minggu lalu, saya sempat mampir  ke Desert Botanical Garden ini. Lokasinya ditempuh hanya sekitar 30 menit dari kota Phoenix. Areal seluas 57 Ha ini merupakan kawasan khusus konservasi dan merupakan bagian dari Sonoran Desert. Ada 21 ribu jenis tanaman gurun dan 139 spesies disini. Sama seperti Kebun Raya Bogor, tanaman-tanaman di DBG juga diberi label nama, taksonomi dan sedikit penjelasan tentang hidupnya.  Tidak itu saja, disajikan juga maket-maket kehidupan suku Indian penduduk asli Sonoran Desert. Pada akhir pekan, disini sering diadakan pertujukan di malam hari dengan hanya mengandalkan cahaya lampu dan lilin yang temaram. Arealnya juga dilengkapi dengan restoran dan tempat ngupi-ngupi  santai dengan view yang sangat unik.

Ketika saya berkunjung, suhu cukup dingin untuk ukuran west Amerika, sekitar 15 derajat celcius. Kalau berkunjung lebih pagi, suhunya bisa mencapai minus 1-2 derajat celcius. Suhu ternyata mempengaruhi harga tiket masuk. Saat saya kesana, 1 orang dewasa dikenakan rata-rata USD 22 per kepala (USD 20 juta mereka yang di atas 60 tahun), tapi jika di musim panas yang suhunya hingga 40 derajat celcius, masuk ke tempat ini kita cuma dipungut USD 10 saja per orang.

kaktus5

Sebelum kesini, saya belum pernah melihat kaktus gede-gede sebanyak ini.  Ternyata mengamati tumbuhan gurun serta bermacam spesies yang hidup dalam satu ekosistem gurun adalah sesuatu yang sangat unik. Sulit ditemui di negara tropis seperti kita. Dulu Saya kira gurun yang tandus nyaris tidak akan ramah terhadap kehidupan. Ternyata tidak begitu. Ekosistem gurun saling berkaitan dan saling menopang serta berperan bagi kehidupan seluruh mahluk hidup di gurun.

Nah, hal lain yang mengagumkan, sebagian besar volunteer yang menjadi Liasion Officer (LO) disini adalah mereka yang berusia lanjut. Mereka inilah yang menjelaskan seluk beluk kebun raya ini, Dari mereka, saya tahu bagaimana kaktus itu hidup berkompetisi untuk mendapatkan air yang membuat mereka tumbuh tidak saling berdekatan. Itulah yang membedakan gurun dengan vegetasi hutan tropis yang tumbuh sangat rimbun dan rapat. Para volounteer ini dapat dengan fasih menjelaskan berbagai spesies yang ada di dalam kebun.

 

Di tempat ini juga disediakan lokasi hiking yang langsung menuju perbukitan di Sonoran Desert. DBG membagi beberapa arealnya dalam bagian-bagian besar.  Selain bagian nursery, pembagian didasarkan pada jenis vegetasi dan biota lain yang hidup di gurun. Ada bagian Desert Nature, Desert Living, Desert Discovery dan Desert Wildflower. Uniknya setiap bagian yang disebut “trails” diberi nama dengan tokoh-tokoh yang berjasa membangun DBG ini,

20151203_115049

Seru sih, bagi saya ini sesuatu yang baru banget. Rasanya tidak terbayang jika gurun yang dalam pikiran kita gersang, tandus dan panas bisa punya keanekaragaman hayati yang hidup dalam siklus yang saling menopang satu sama lain. Memang jika dilihat secara jumlah, bangsa kita yang alamnya kaya ini punya keanekaragaman hayati  yang jumlahnya jauh lebih besar dibanding Amerika Serikat. Namun, hebatnya mereka bisa mengelola sesuatu yang sedikit itu menjadi sebuah yang bernilai. Tidak saja memberi nilai ekonomi sebagai atraksi turis tetapi juga sebagai bentuk kecintaan terhadap alam karya Sang Maha Pencipta.

 

Hits: 1413

Kunjungan saya ke Amerika Serikat tahun ini bertepatan dengan Thanksgiving Day. Banyak versi tentang asal muasal Thanksgiving Day. Salah satunya, konon Thanksgiving adalah perayaan panen hasil pertanian yang ditularkan oleh Inggris, yang pernah menjajah Amerika Serika yang intinya Thanksgiving adalah “Hari Bersyukur”. Orang Amerika biasanya merayakan hari ini dengan berkumpul keluarga, menyantap kalkun dan berbagi hadiah.  Nah, karena berbagi hadiah inilah, ada acara yang namanya Black Friday. Diskon gila-gilaan yang diikuti hampir seluruh toko dan pusat perbelanjaan. Mirip-mirip Midnite Sale di Jakarta, tapi ini gak cuma brand ternama di mall terkemuka, supermarket barang kebutuhan pokok pun ikut bergabung. Dan tentu saja harga barangnya tidak dinaikkan dulu baru didiskon :p

Rata-rata toko buka 24 jam dimulai dari  pukul 6 sore hari Kamis minggu ketiga November. Antrian panjang terutama di toko-toko barang bermerek tenar sampe mengular. Bahkan di beberapa negara bagian ada yang rela bermalam di pelataran untuk bisa menyerbu toko duluan. Kemarin, 23 November 2015 saya ikut-ikutan acara ini, bukan cuma belanja tapi juga ingin merasakan atmosfir yang mungkin hampir tidak ada di negara kita. Kami berangkat dari rumah sekitar pukul 8 malam dengan list toko-toko yang akan kami kunjungi. Tujuan pertama adalah mall yang menjual merek-merek ngetop seperti Victoria Secret, Clark, Body and Bath Works, Rampage dll. Lihat diskonnya memang bikin ngiler, dibanding harga di Jakarta bisa lebih murah hingga 50% dengan dollar yang saat ini cukup tinggi.

blackfriday1
belanja sampe mabok, Chandler Mall, AZ

Saya ikut-ikutan ngantri panjang di Victoria Secret, yang harganya memang turun banget. Satu item yang biasanya 18 dollar, bisa dibeli dengan harga sama tapi dapet bonus 3 item sekaligus alias beli 1 dapet 4. Gak beda jauhlah dibanding kita belanja pewangi di Indomaret. Hahahah.. Lumayan, selain memenuhi titipan temen (baca: dijual lagi), rasanya keren aja, kayak anak muda Jakarta, yang konsumtif beli barang asal bermerek kesannya jadi gaul, gaya dan kekinian. Padahal kualitasnya gak beda-beda jauhlah sama Wardah dan Viva. Hehehehe.. Antrian di Body and Bath Works pun tidak kalah gila, karena setiap beli 3 item, kita bisa mendapatkan 6 item sekaligus. Kebayang dong, cairan pencuci tangan instan yang di Jakarta sempat heboh dan 1 botol kecil dihargai hingga Rp 40 ribu, disini cuma dijual 1 dollar. Kalapp!

Berikutnya, kami menyambangi Factory Outlet merek-merek premier yang kalau di Jakarta gerainya hanya ada di mall-mall mentereng seperti Plaza Indonesia dan Senayan City. Karena konsep lokasinya seperti kompleks pertokoan, otomatis antrian dimulai sejak diluar toko alias outdoor dan suhu saat itu cuma 4 derajat celcius dan waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, saudara-saudara!!! Brrrr….bayangin dinginnya.  Saya sama sekali bukan penggila tas bermerek, tapi saya bersyukur berhasil mendapatkan barang titipan (jualan again) sebuah tas merek tenar seharga kurang dari 3 juta, yang di Jakarta bisa sampe Rp 8 juta! Untuk titipan dengan harga lumayan gede begini, tentu saja si penitip harus mentransfer duluan dananya ke saya (gakmaurugi dotcom). Asyiknya lagi, karena saudara saya pun membeli beberapa titipan orang lain, saya kecipratan bonus 1 tas juga yg nyaris free!! Yuhuuu…bisa pamer tas baru kayak Teteh Syahrini! (Tangan kanan bawa tas keren bermerek, tangan kiri tetep bawa kantong kresek item, karena sayang tas bagus gak bisa nampung semua barang bawaan…)…

blackfriday3
Ngantri Kate Spade, Phoenix Factory Outlet AZ

Setelah itu,sempat juga mampir ke Wallmart membeli titipan kosmetik teman-teman yang harganya terjangkau banget buat orang Indonesia yang lagi menderita karena nilai dollar yang nyaman di posisi tingginya. Selebihnya saya lebih banyak jadi penonton kehebohan warga Amerika yang berdesak-desakan hingga dini hari dan menjadi sesuatu yang sangat menarik. Tidak itu saja, karena perilaku masyarakat yang mulai bergeser berbelanja online, senin pertama setelah Black Friday, ada yang namanya Cyber Monday. Yes, sama persis dengan Back Friday, tapi khusus untuk pembelian di toko-toko online. Beneran, gak abis abis cara untuk membuat orang ngabisin duit ya?!

Memang murah-murah sih, tapi sayangnya banyak yang impulse buying, membeli banyak barang di luar rencana dan kebutuhan mereka. Alibinya, karena Thanksgiving Day dan menjelang Natal mereka perlu banyak hadiah untuk dibagikan ke kerabat. Tapi menurut saya yang punya kantong orang Indonesia kebanyakan, jika tidak bisa mengontrol diri tetep aja kita bisa terancam bangkrut. Dan lebih penting lagi, bagi saya membeli barang-barang bermerek sejatinya bukan suatu kebanggaan. Beberapa orang memang senang melakukan titip menitip satu barang yang mutunya mungkin sama dengan barang punya kita. Ada juga yang senang dan bangga kalau bisa bilang: Eh, ini barang saya beli di Amerika loh. Padahal itu juga (maksa) nitip dan yang dititipin itu kadang jadi direpotin. Buat saya membeli beberapa barang justru letak nilai histori dan emosianalnya ada saat kita membeli sendiri ke tempat asal barang tersebut. Menurut Anda?!

Hits: 1000

Namanya Kurnia Rahayu, panggilannya Nia. Saya bertemu ia hampir setiap hari saat menyebrang Jembatan Semanggi menuju kantor saya yang berdekatan dengan Kantor Polda Metro Jaya. Awalnya seperti kebanyakan orang kota besar (yang cenderung cuek), saya mengira anak kecil ini hanya dimanfaatkan oleh Ibunya untuk meminta belas kasihan alias mengemis, tanpa harus bekerja keras. Sempat juga terpikir, ia cuma anak kecil yang “dijual” atau diculik kemudian dijadikan alat untuk meminta-minta. Tubuhnya kecil dan sangat kurus, sampai-sampai saya berpikir usianya baru tujuh bulan. Nia selalu tertidur di pangkuan Ibunya yang pun sedang hamil sembilan bulan.

Anehnya, sejak sering melihat Nia, haPhotoGrid_1446649110179mpir tiap malam saya kepikiran gadis cilik itu. Dilanda rasa penasaran sekaligus iba, besoknya saya nekad mampir dan sedikit ngobrol dengan ibunya. Kaget, karena Nia sebenarnya sudah berumur 2 tahun. Badannya yang kurus kering (BB hanya 5,5 kg) adalah akibat flek paru-paru dan gizi buruk yang dideritanya.Penyakit itu menganggu banyak organ yang lain, sehingga hampir tidak ada makanan yang terserap oleh tubuh. Miris, seharusnya anak seumur dia sedang dalam masa pertumbuhan yang lucu-lucunya. Keponakan saya seumur itu, kerjanya hanya bermain dan bernyanyi, bukan seperti Nia yang terpaksa dibawa ibunya duduk di tengah jembatan menunggu kantong uang mereka terisi, di tengah panas, debu dan asap knalpot Jakarta yang penuh polusi.

Saya coba menghubungi beberapa teman yang paham urusan jaminan kesehatan. Seingat saya, di salah satu tayangan TV, Mensos pernah bilang; salah satu PR besar pelayanan publik yang merata adalah perlakuan yang seimbang bagi warga RT 0 (mereka yang tidak punya identitas) Sementara Nia dan Ibunya pasti sulit mendapatkan surat keterangan pejabat setempat untuk mengurus BPJS, Jamkesda dan sejenisnya karena mereka nyaris tidak pernah menetap lama di satu pemukiman. Ibu Nia bernama Sri Maryati, tinggal di Bekasi, punya KTP Jakarta tapi sudah tidak berlaku. Suaminya seorang pengamen bis ber-KTP Kabupaten Bekasi dan sering beroperasi di seputaran Semanggi dan Blok M. Mereka mengaku tinggal berpindah-pindah, bahkan pernah menempati rumah triplek yang dibangun untuk proyek renovasi salah satu gedung masih di seputaran semanggi. 

Saya juga sempat menghubungi Gubernur Ahok, melalui nomer teleponnya yang disebar dimana-mana. Alhamdulillah semua merespon positif, bahkan asisten Pak Ahok, menawarkan jika tidak punya KTP DKI, segera urus perpindahan atau Pemda DKI bersedia mengambil Nia untuk dirawat di Panti Sosial. Sementara itu, BPJS untuk warga kurang mampu bisa diurus di Dinas Sosial sesuai KTP masing-masing.  Semua memang bisa diurus, sayangnya saya punya keterbatasan waktu untuk membantu orang tua Nia menugurus semua itu. Disisi lain, keterbatasan pendidikan dan pengetahuan membuat orang tua Nia “pasrah”, alias tidak tahu bagaimana dan kemana mengurus semua itu sendiri.  

Saat bersamaan di berbagai media kita lihat, Presiden Jokowi langsung memberi kartu sehat  buat suku anak dalam. Itu jelas-jelas gak dimintain KTP dan Kartu Keluarga kan? (**sst.. saya gak mau berdebat soal ini) Kenapa Nia yang sudah miris banget kondisinya, harus ngurus macem-macem surat lagi untuk dapat jaminan kesehatan?  Ok, anggaplah saya yang masih minim pengetahuan soal hal ini. Tapi saya yakin masih ada ribuan Nia-Nia lain di luar sana. Anak-anak kecil tak berdosa yang jadi “korban” kondisi orang tuanya.

Karena belum punya waktu bantu ngurus surat-surat itu, saya bercerita kepada beberapa orang teman tentang gadis kecil ini. Alhamdulillah, ada beberapa teman yang tergerak untuk membantu walaupun jumlahnya tidak seberapa, minimal bisa membeli susu Nia sampai ada bantuan yang cukup untuk berobat. Sayangnya sih, kebanyakan teman (saya gak nuduh), berpikiran sama seperti orang Jakarta pada umumnya. Cuek, mengganggap itu cuma drama, orang tuanya pemalas, cuma mau enaknya aja duduk dapet duit..dsb..dsb.  Saya paham banget, hidup di Jakarta memang harus penuh kewaspadaan dan itu wajar. Tapi bagi saya pribadi, membantu orang lain itu unconditional alias tidak bersyarat. Saya mencoba lebih banyak menggunakan bahasa hati daripada bahasa logika untuk kasus seperti Nia. Nia tidak salah, dia anak kecil tanpa dosa, jangan karena kesalahan dan kekurangan orang tuanya menjadikan Nia tidak berhak untuk sehat.

Singkat cerita, pada akhir pekan lalu saya bersama seorang teman berkunjung ke kontrakan Nia di Bekasi. Di rumah kontrakan sempit yang nyaris tanpa perabot, kecuali sebuah kipas angin dan kasur busa tanpa seprei, saya mendengar cerita bahwa kedua orang tua Nia sudah berusaha untuk memberi pengobatan yang layak bagi anaknya. Saat saya datang, sehari sebelumnya Ibu Sri bertemu seorang Ibu di pinggir jalan yang iba melihat kondisi Nia. Ibu itu kemudian membawa Nia ke seorang dokter dengan biaya yang ditanggung si Ibu. Namun Nia tetap perlu dirawat secara intensif di rumah sakit. Dokter menjanjikan memberi rujukan, dan si Ibu donatur berupaya membuatkan BPJS untuk Nia dan orang tuanya. Saya kemudian pamit, sedikit memberi oleh-oleh dan berjanji suatu saat akan main lagi mengunjungi Nia.

Kemarin, Ibu Sri menghubungi saya, Alhamdulillahirrabiilalaminn… sudah ada donatur yang mau menanggung biaya pengobatan Nia di RSUD Cibitung. Hebatnya, Ibu itu adalah sesama penumpang bis yang kebetulan melihat Nia bersama Ibunya. Saya ikut berucap syukur yang dalam, masih ada orang yang peduli. Saya mungkin belum bisa seperti Ibu itu, saya masih sibuk mikirin gimana caranya agar Nia bisa dapet pelayanan kesehatan dari Pemerintah, sementara si Ibu sudah bertindak lebih nyata.

Terakir, Ini bukan riya, ini cuma cerita kecil biasa, Wong saya juga belum ngapa-ngapain kok :p Namun minimal, moga-moga sedikit bisa melunakkan hati kita di tengah keras dan kejamnya Ibukota. Kalau saya, kepedulian -yang masih kecil bangett ini-, cuma cara saya untuk bersyukur dan cara saya menghilangkan rasa bersalah atas “kemewahan” hidup saya. Now, its depend on you….

*Berharap dibaca Ibu Mensos Khofifah….

 

Hits: 697

Eforia pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, awalnya pembatalan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, September 2015 lalu adalah keputusan final. Namun tiba-tiba mengemuka di media, bahwa proyek ini dilanjutkan dengan menggandeng satu konsorsium dari China. Kenapa China, karena hanya China yang mau menggunakan skema B2B (Business To Business), sementara Jepang sebagai kandidat lawan tidak dapat menggunakan skema ini, karena menghendaki adanya campur tangan negara dalam bentuk jaminan dari Pemerintah. Mungkin itulah alasan Jokowi membatalkan di awal, karena tentu saja jaminan itu akan memberatkan APBN.

Jujur, Saya tidak sependapat dengan gagasan proyek ini. Alasan utama saya, kenapa harus Jakarta-Bandung? Kenapa tidak daerah lain? Pada saat pembatalan, jelas Jokowi bilang: jika dibebankan ke APBN tidak adil proyek ini tetap dilaksanakan di jalur dengan moda transportasi yang sudah padat sementara daerah-daerah lain masih belum terjamah pembangunan.

Dalam rencana Menteri BUMN, ada lima stasiun yang akan menghubungkan Jakarta dengan Bandung yaitu: Gambir, Manggarai, Walini, Bandung Kopo dan Gede Bage. Kita semua tahu, moda transportasi apa yang tidak ada  dari Jakarta menuju Bandung? Gojek pun kalau sanggup, bisa diorder ke Bandung. Kenapa harus tambah kereta cepat lagi?.

Alasannya dengan adanya jalur ini diharapkan terjadi multiplier effect terhadap ekonomi di daerah sekitarnya.  Tapi menurut saya tetap kurang adil jika fokus pembangunan “seolah” hanya ada di wilayah ini saja. Sebagai catatan,  PAD Kota Bandung adalah yang terbesar di Jawa Barat pun daerah-daerah lain di Jawa Barat yang secara rata-rata lebih tinggi dari Kabupaten/Kota lain di Indonesia.

Entah bagaimana hitung-hitungan Bu Menteri, dengan kondisi “given” yang ada sekarang, menurut saya pembangunan jalur kereta ini tidak akan berdampak signifikan terhadap multiplier effect Bandung dan sekitarnya. Bandung adalah daerah  yang -tidak saja sudah berpotensi menangguk PAD besar- tapi juga punya SDM yang lihai mendatangkan investor secara mandiri.  Mau tidak mau harus diakui jika keterbasan SDM dan kualitas pimpinan yang tidak seragam, membuat banyak daerah lain masih memerlukan “pertolongan” pemerintah pusat.

Belum lagi masalah lingkungan, berapa banyak lahan hijau yang harus dikorbankan? Lagi-lagi jika bicara data, apakah benar pertumbuhan mobilisasi orang dari Jakarta-Bandung semakin meningkat sehingga memerlukan moda transportasi baru. Jangan-jangan (salah satu contoh) malah akan berdampak terhadap bisnis travel Jakarta-Bandung yang marak pertumbuhannya dalam lima tahun terakhir. Opini ini mungkin terlihat sederhana, soalnya saya orang awam, namun dalam pandangan saya sejatinya proyek ini cuma proyek mercusuar pemerintah (baca: menteri BUMN)

Mungkin memang daerah ini jadi primadona investor, tapi kenapa pemerintah tidak “jualan” daerah lain? Sebagai contoh, menteri PU pernah menjelaskan bahwa pembangunan Tol Trans Sumatera dalam waktu paling singkat atau tiga tahun hanya baru bisa mengerjakan bagian dari Bakauheni – Bandar Lampung – Palembang – Tanjung Api Api (MBBPT), sepanjang 434 Km. Bayangin, tiga tahun cuma bisa sampai Lampung! Yakin Pak Jokowi akan awet sampai 5 tahun? Sementara panjang tol Sumatera adalah 2.400 Km. Memang secara hitung-hitungan bisnis, bikin kereta cepat terhitung “murah” hanya sekitar Rp70 Triliun. Lah, tapi duit segede itu, kalau dipake buat bangun jalan lebih baik di Sumatera, apakah multiplier effect-nya tidak lebih baik daripada bangun Jakarta-Bandung yang sudah sangat penuh?!

Dari sisi pendanaan, dalam Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta-Bandung, Presiden menegaskan tidak akan menggunakan dana APBN ataupun jaminan pemerintah. Oleh karena itu BUMN harus pinter pinter cari duit sendiri. Kemudian muncullah China Development Bank (CDB) menawarkan jatuh tempo pinjaman 40 tahun, di mana 10 tahun masa tenggang dan 30 tahun pengembalian untuk pinjaman sekitar Rp56 Triliun. Hemm, iyaa sih tidak menjadi beban APBN, tapi tetap saja wujudnya menjadi hutang negara. No, saya tidak anti dengan hutang, konteks saya tetap sama, lebih baik nilai sebesar itu di-oper ke daerah lain, yang sudah megap-megap butuh bantuan.

Aduh, Bu Menteri dan Pak Presiden, sejujurnya saya juga ingin merasakan naik kereta cepat super keren ini. Tapi nanti deh, gw ke Jepang ajah.. :p Kita masih  punya PR besar yaitu masalah kesenjangan. Jangan membuat kejomplangan dan kesenjangan pembangunan makin besar. Hal yang sedikit terlupa diukur oleh rezim lama. Indikator ekonomi yang naik terus tidak berarti mempersempit kesenjangan antara si miskin dan kaya. Di kota besar mungkin iya, tapi di daerah lain, banyak yang hidupnya masih tergantung pemerintah pusat.

Sudah masanya pembangunan makin digerakkan ke daerah. Saya saja sudah bosen bu, tinggal di macetnya Jakarta, tapi mau gimana… daerah belum tentu memberikan kesempatan sebaik di Jakarta.

Terus membangun Bapak/Ibu,.. kalo masih bisa dibatalkan atau minimal ditunda dululah proyek ini hingga lima tahun kedepan. Tanpa punya kereta cepat, kalau petani kita makmur, distribusi hasil alam lancar, sarana tranportasi di daerah makin mapan, kita tetap jadi Indonesia yang keren!

Hits: 984

Ada yang hilang dalam diri sendiri akhir-akhir ini. Pertama, nyaris tidak pernah traveling yang jauh-jauh hampir satu tahun lamanya. Kedua, hidup kayak robot. Pergi subuh, pulang malam dan melakukan pekerjaaan yang (sangat) menjemukan. Ketiga, miskin kreativitas!! Entahlah, karena ini Oktober dan saya lagi berulang tahun dan kian tambah dewasa (baca:tua) yang kesemuanya menimbulkan pertanyaan baru: Am I in a crisis of midlife?! Tiba-tiba (eh, gak tiba-tiba juga sih) saya mempertanyakan kembali tujuan hidup saya. Benarkah saya harus menjalani masa depan (bahkan mungkin) hingga pensiun di satu lembaga keuangan di Indonesia (katanya) terbesar sejagat Indonesia Raya. Benarkah saya masih mengejar karir yang -bukan saja harus dikejar dengan kerja super keras- tetapi juga harus “pendekatan” dengan para pemangku posisi strategis plus plus mengikuti politik politik kantor yang bagi saya sangat tidak menarik. Jauh lebih menarik mengamati tingkah pola (lucu) politikus asli kita di gedung bundar sana.

Ada pula saat saya merasa bingung. Ini kemunduran atau kemajuan?! Di satu sisi tentu saja ini kemajuan. Saya belajar dunia yang totally baru dari yang sebelumnya. Prinsip saya, bekerja adalah sekolah. Ilmu baru, teman baru, keluarga baru. Namun di sisi lain, saya pernah melakukan banyak hal yang lebih besar, lebih penting bahkan lebih strategis dari ini. Tentu saja dengan teknologi yang lebih sophisticated. Dan ini sebagai keroco baru, saya harus memulai semua dari bawah. Oke, fine! Tapi itu menyiksa. Bukan karena saya enggan mulai dari bawah, tapi karena situasinya yang tidak mendukung saya untuk bebas bereksplorasi. Aduh maaf, saya mulai sombong… Saya dibebani pikiran bahwa saya harus melakukan hal yang terbaik sebagai seorang profesional meskipun kian hari semuanya kian menjauh dari kata hati. Terbayang pula rencana-rencana saya di 2016 yang nampaknya sulit terealisasi jika jalan yang ini tetap saya pilih.

images

Kemudian, pada satu masa ketika saya sudah merasa cukup dari banyak sisi. Maaf, jangan bilang cukup dari sisi materi, karena tanpa bersyukur seberapa pun yang kita punya rasanya selalu tidak cukup. Cukup dikelilingi kasih sayang keluarga, teman dan sahabat terbaik yang selalu ada di garda depan. Tapi di sisi lain saya merasa belum punya banyak manfaat buat orang banyak. Padahal sejatinya arti hidup terbaik adalah berbagi. Right?! Lah, saya sudah ngapain? Ngasih sumbangan “doang”? Hehehe…Kasian deh gw…

Pertanyaannya kembali berulang. Am I on the right track? I think I am not! But tidak pernah ada kata terlambat, kan? Kata seorang sahabat, pun tidak ada yang namanya kesalahan, karena definisi kesalahan yang sebenarnya adalah pembelajaran. Dan hidup ini pilihan. Saya ingin mengembalikan pilihan hidup saya pada Tuhan. Semua keputusan ada baiknya dan selalu ada konsekuensi buruknya. Saya sudah sampai pada satu kesimpulan. Hidup saya tidak disini. Ini adalah batu singgahan pembelajaran, cobaan dan tentu saja latihan kesabaran. God, bring me back my passion… I want to face monday with bright smile and a fully charge energy….

Ada satu kutipan dari satu tokoh, begini:  Berbeda dengan orang pintar, orang idiot percaya bahwa kreativitas adalah syarat mutlak untuk mencapai kekayaan finansial. Kreativitas tidak muncul saat kita sedang dan serius, kreativitas muncul saat kita sedang bersantai dan bersenang-senang. Cari waktu luang, pergilah ke tempat favorit Anda bersama-sama teman-teman terbaik Anda dan bersenang-senanglah. *So, Am I idiot as well ?  *btw, libra memang suka galau.

Thanks for the birthday wishes. Surprisingly I still got some wishes at the mid night and early morning of October 11 *beside automatic greetings from my hospital, credit card, insurance, job mailing list and some discount cards merchant. Hahahaha..

 

Hits: 770

Saya lupa pastinya kapan biji biji hitam itu mengisi separuh hidup saya. Yang saya ingat sekitar tujuh tahun lalu, meminumnya dengan campuran susu yang banyak saja sudah membuat jantung berdebar debar sepanjang hari. Saya terheran heran jika bertemu pencandu kopi yang bahkan meminumnya lebih banyak daripada air putih. Mbah Surip kata saya. Saya juga bingung menerka kenikmatan apa dibalik si hitam yang digandrungi dunia itu. Hingga kepindahan saya ke Aceh setelah itu merubah semuanya.

Dan kemudian saya tidak bisa lagi menghitung berapa tulisan di blog ini yang tercipta di warung kopi. Bahkan sebuah buku pernah terselesaikan hanya dengan duduk dengan segelas latte hangat. Sulit juga mengukur bagaimana segelas kopi telah membantu saya memberi banyak energi dan inspirasi untuk pekerjaan saya. Kata seorang teman kopi dan ngopi-ngopi adalah cara baru pembagi perspektif. “Ngopi-ngopi”-lah yang mampu menjernihkan pikiran dari virus-virus media yang mampu membelokkan pola pikir. Kopi juga ibarat pembasmi lemak jahat, sesekali kita perlu diet dari informasi yang simpang siur. Dan kopilah obat diet itu. Lucunya, kini makna kata “ngopi” seolah telah meluas. Seorang teman bertanya pada saya; dimana tempat ngopi yang enak di Bogor. Dengan bersemangat saya merekomendasikan beberapa tempat beserta ulasan tentang rasa dan keragaman kopinya. Eh, dia justru memilih resto yang menurut saya bukan kopi banget. Oh, baiklah,.mungkin saya saja yang memendekkan arti kata ngopi.

aroma-of-heaven_20150411_113123Sayangnya saya bukan pencinta kopi berlogo kepala manusia berwarna hijau -yang menenteng gelasnya ketika antri di lift- memuat derajat sosial pembawanya seperti naik dua kali lipat. Senang rasanya karena tahun-tahun belakangan mulai muncul gerai gerai kopi asli Indonesia. Dua tiga tahun yang lalu saya kenal dengan seorang Bapak yang membuka kedai kopi di garasi rumahnya. Bapak separuh baya ini telah lama malang melintang membantu petani kopi di belahan Aceh sana. Dia bilang, sebenarnya harga kopi yang dijual di kedai hijau tadi bisa lima kali lipat dari harga kopi yang bisa kita racik sendiri. Saya paham idealismenya. Kopi Indonesia berkualitas terbaik di jual di gerai-gerai Internasional. Branding yang luxury membuat harganya naik berkali lipat. Kopi telah menjelma menjadi bagian gaya hidup modern. Namun semua itu belum sejalan dengan nasib petani kopi kita. Pekerjaan rumah besar bagi pemerintah dan swasta untuk membuat negara penghasil kopi terbesar ke-empat di dunia ini menjadi kaya karena kopi, Memangkas jalur pemasaran yang ribet dan berliku dan membuat petani kopi kita bangga karena hasil kerja mereka diakui dunia.

Ah, kopi. Urusan kecilmu jadi panjang, karena kamu tidak hanya bagian dari saya dan mereka tapi juga bagian dari negara dan dunia. Namun sejatinya Ini bukan hanya tentang kopi. Ini bukan hanya tentang dimana kita menikmati kopi itu. Ini adalah cara kita berbagi cerita, cari kita berbagi rasa. Ini adalah tentang kamu, dia dan mereka yang kita cinta. Kopi adalah suara hati., karena kopi adalah bahasa yang tidak terucap. Kopi adalah potongan rindu.

Semalam aku bermimpi
Kamu menjemputku di suatu tempat yang ramai
Kamu kelihatan segar sekali dengan kaus hitammu
Aku menyuguhkanmu secangkir kopi kesukaanku
Katamu:  “rasanya pahit… “
Kamu meminta aku menambahkan gula
..dan.. aku pun terbangun..
Is that true, when somebody appears in your dreams, its because that person misses you?

Tulisan ini dibuat untuk turut meng-kampanye-kan Pencanangan Hari Kopi Internasional di Indonesia, 1 Oktober 2015. Baca juga tulisan teman-teman saya dibawah ini:

 

Hits: 1294

Ketika tempat ini diliput oleh sebuah TV swasta nasional beberapa waktu lalu saya cuma berpikir : Oh, ada yaa tempat sebagus itu di Lahat  “kampung halaman saya”. Didorong rasa penasaran amat sangat, di kepulangan singkat saya minggu lalu, saya paksakan juga untuk mengunjungi air terjun ini.

Menurut keterangan beberapa teman dan kata Om Google, lokasinya tidak seberapa jauh dari rumah saya. Ya iyalah, secara Lahat itu kecil,.:p Dari kota Lahat, kami menuju arah Pagar Alam dan mengambil jalan arah kiri selepas Desa Selawi. Dari sini kita akan melewati jalan yang super mulus (maklum baru) dengan kontur perbukitan yang berliku dan berdampingan langsung dengan jurang-jurang. Ketika itu, yang paling kerasa (buruk) ada hutan-hutan yang terbakar (atau dibakar?). Meski demikian pemandangannya indah banget. Eitss…tapi jangan seneng dulu, itu baru perjalanan awal. Selanjutnya?. Hampir tidak ditemui pemukiman penduduk, so jangan harap ada tukang jajanan disini. Karena nyaris tidak ada papan penunjuk, setiap ada penduduk kami sempatkan untuk bertanya.  Dilala, penunjuk jalan menuju Curug Maug  justru sebuah papan bertuliskan “Bidan Desa”. Wakakakka..

jalan utama menuju lokasi
jalan utama menuju lokasi
20150927_113748
etape awal

Rasanya sudah hepi banget karena kata seorang penduduk, dari depan papan bidan desa tersebut “tinggal 15 menit menuju lokasi dan berjalan kaki hanya sekitar 50 meter”. Ternyata itu kebohongan besar, saudara-saudara!! Trip yang sesungguhnya justru dimulai setelah itu. Kami memarkirkan mobil sekitar 1-2 km setelah persimpangan bidan desa tersebut. Baru saja turun, kami disambut oleh tukang ojek yang menawarkan jasanya. Masih sekitar 2 km lagi menuju lokasi kata mereka. Oke, mengingat jalannya sempit dan takut mobil slip (plus males jalan kaki) maka kami pun memutuskan berojek ria.

Menuju lokasi kami melewati sawah dan kebun kopi serta pepohonan yang kalau liat fotonya berasa kayak bukan di Indonesia. Daun-daun tua berwarna cokelat yang kita injak membuat suasana makin terasa berbeda. Saya sudah hepi, saya pikir setelah turun ojek, air terjun indah itu sudah di depan mata. Ternyataaa… setelah itu, perjalanan yang sesungguhnya dimulai. Jreng..jreng..jreng.. Di depan masih ada ladang kopi yang harus kita lewati, mulanya sih datar, kita masih bisa jalan sambil cekikan. Selanjutnya mulai sangat terjal, berbatu dengan kemiringan nyaris 90 derajat. Tidak ada tempat berpegang kecuali dahan-dahan kopi yang sedikit terjulur. Itu pun harus super hati-hati karena medan yang cenderung licin. Sumpah saya gak nyangka medannya seperti ini, kaki yang gempor, jantung yang berdetak lebih kencang dikalahkan oleh rasa penasaran membuat saya tetap melanjutkan perjalanan.

Meski mulai banyak dikunjungi, jalanan setapak yang kita lalui tidah ubahnya jalan kebun dan hutan yang masih alami. Setelah berjuang sekitar 20 menit, kita sudah mulai mendengar suara air. Wow, pemandangannya indah sekali, karena ternyata diatas Curug Maung ada lagi curug kecil dengan kolam kecil dibawahnya yang membuat curug ini seperti bertingkat. Saya makin semangat.

curug maung di kejauhan
curug maung di kejauhan
IMG_20150928_214619
perlu minum vitamin nih…

Setelah terdengar suara air, bukan berarti makin dekat lohh.. Masih perlu lagi tenaga ekstra untuk etape terakhir dengan kontur jalan yang sama namun makin curam. Namun jangan khawatir, setelah tiba di lokasi, semua lelah tadi dijamin halal pasti hilang. Tidak ada yang perjuangan yang sia-sia memang… Saya ternganga. Menurut saya (yang sebenernya) lebih suka pantai ini, adalah air terjun terindah yang pernah saya lihat. Apalagi jika dibandingkan dengan banyak air terjun di Bogor yang sering saya kunjungi. Ada beberapa mata air dengan tinggi sekitar 80 meter. Uniknya airnya tidak jatuh di tebing, melainkan di tumbuh-tumbuhan yang tumbuh subur. Air sungai dibawah air terjun cukup deras tapi kita tetap bisa berenang. Suasan hutan tropis yang alami masih kental terasa. Sebuah acara TV mengatakan ini adalah salah satu air terjun terbaik di dunia. Puluhan tahun mengenal Lahat rasanya saya belum menemukan satu fenoma alam sebagus itu?! Saya sampai bingung sendiri, kok baru sekarang ketahuannya? Gue yang gak gaul atau gimana ? Eh..lucunya penduduk Lahat yang menetap pun banyak yang tahu baru baru ini saja. Selidik punya selidik ternyata tempat ini baru in setelah ditemukan oleh seorang pencinta trekking dan menyebar di kalangan blogger travel.  *kemudian duduk selonjoran sambil menikmati kupi Lahat…. *

C360_2015-09-29-17-48-20-812

Tidak seperti air terjun di Bogor yang sudah komersil, disini hampir tidak ada pedagang, hanya ada 1 ibu-ibu yang berjualan kopi dan mi instan hangat. Kopinya wajib dicoba, karena Lahat adalah salah satu penghasil kopi di Indonesia. Pun tidak ada toilet! Hanya ada terpal tertutup yang difungsikan sebagai toilet. Benar-benar masih perawan. Soal tarif masuk juga sebenarnya belum resmi. Hati-hati karena di persimpangan jalan sering ada yang meminta uang allias pungli. Tarif yang “setengah resmi” adalah saat masuk lokasi sebesar Rp3000/orang. Plus bayar parkir untuk mobil dan ojek per sekali jalan masing-masing Rp10 ribu. Kenapa setengah resmi? Karena tiket retribusi pun tak ada fisiknya. Nampaknya itu “cuma inisiatif” penduduk sekitar saja.  Pemerintah Lahat sepertinya punya PR besar sekali untuk menata wilayah ini. Terlihat memang sudah ada pembangunan jalan baru menuju lokasi. Tapi sebenernya di jalur menantang tadi, bisa dibangun anak-anak tangga sehingga wisatawan tidak perlu super berjuang untuk sampai disini. Soal retribusi, menurut saya sangat perlu dilakukan. Minimal untuk biaya kebersihan. Saya melihat banyak anak-anak muda membawa kertas berisi ungkapan perasaan untuk difoto, yang sangat dikhawatirkan menjadi sampah baru kekayaan alam yang bersih ini.

C360_2015-09-29-17-49-14-341

Buat kalian yang ingin kesini, Curug Maung terletak di Kecataman Gumay Ulu Kabupaten Lahat, Sumsel. Dari Palembang, ibukota provinsi sekitar 5 jam untuk tiba di Lahat. Kendaraan umum ke Lahat sebagian besar adalah mobil-mobil travel, bis dan kereta api (hanya 1-2 kali dalam 1 hari). Kayaknya sih belum ada open trip kesini, tapi kalau mau tanya-tanya lebih detail silakan email saya yah, kali aja saya bisa bantu…

Hits: 1167

Kejadian ini sebenarnya sudah agak lama sekitar tahun 2005 -2006. Tapi boleh jadi, ini salah satu cerita paling “bersejarah” dalam hidup saya.  Pada tahun itu saya tinggal di sebuah rumah kontrakan di kawasan Baranangsiang Bogor. Tidak ada kesan yang menyeramkan, karena rumahnya di kompleks pegawai yang cukup padat namun asri. Saya memang lebih sering sendiri di rumah karena keluarga saya memang tinggal di kota lain.

http://serba-serbi.pantura.us/page/3/

Saya terbiasa tidur dengan mematikan lampu. Suasana gelap memang membuat tidur lebih nyenyak karena produksi hormon albumin di tubuh (semoga tidak salah) menjadi lebih banyak.  Malam itu pun demikian, saya tidur menghadap kiblat dengan lampu yang total gelap. Menjelang subuh, saya tiba tiba terbangun sebelum jam weker  yang biasa berbunyi tepat pukul lima pagi, berdering. Tanpa sadar saya melihat sesosok tubuh diujung kasur saya menatap saya dalam dalam dengan rambut tergerai panjang nyaris menutupi wajahnya. Karena baru bangun dari tidur, saya pun belum sepenuhnya sadar hingga dalam hitungan beberapa detik saya bertatapan dengan mahluk itu.  Ketika tersadar, saya langsung membaca beberapa ayat yang saya tahu dan berdiri menyalakan lampu kamar saya. Tepat setelah itu azan subuh pun berkumandang.

Read More

Hits: 3125

Bogor memang tidak punya pantai. Tapi kalau soal air terjun -yang di tanah Sunda sering disebut dengan nama “curug”-, wah..Bogor memang gudangnya. Tidak heran jika di musim kemarau seperti sekarang pun, air di Bogor masih cukup melimpah minimal untuk kebutuhan sehari-hari, sangat lebih dari cukup. Nah, akhir pekan lalu, kalau biasanya saya sebagai orang Bogor cuma leyeh-leyeh di rumah, kali ini saya tergoda juga untuk mengunjungi Leuwi Hejo yang lagi hits di kalangan pencinta trekking. Lucunya lagi, setelah baca-baca beberapa artikel, wah.. ini mah deket banget sama rumah gw! Yuk lah cus…

Menuju Leuwi Hejo
Menuju Leuwi Hejo

Berbekal Berbekal satu tulisan blog, saya pun meluncur kesana. Eh, dilala blog tersebut ternyata “menyasarkan” saya melewati jalan kampung kecamatan Babakan Madang yang blusukan, jalannya pun sedang dalam renovasi sehingga yang bisa digunakan hanya 1 jalur. Setelah berjuang hampir 40 menit eh…nembusnya di belokan Jungle Land, yang sebenarnya dari rumah saya bisa ditempuh hanya sekitar 15 menit saja. Pengen nonjok rasanya!!leuwi hejo 1

So, bagi teman-teman yang mau kesini, disarankan lewat tol Jagorawi,exit tol Sentul City. Dari gerbang tol, belok kiri ikutin terus tanda menuju Jungle Land (kurang lebih 4 km, jalanan super mulus) Menjelang pintu gerbang Jungle Land, belok kanan setelah deretan ruko ruko baru. Dari sana ikuti terus hingga ketemu pertigaan Gunung Pancar. Dari situ, belok kiri satu arah menuju Leuwi Hejo. Oya, jika belok kanan kalian juga bisa mampir ke Pemandian Air Panas Gunung Pancar. Sepanjang jalan, mata akan dimanjakan dengan pemandangan perbukitan dan sawah yang indah. Jalannya lumayan sempit, berkelok, berliku dan mendaki. Disini ada beberapa buah curug dan Curug di Leuwihejo adalah yang paling jauh.

leuwi hejo 4Perhitungan saya sih jarak dr jungle land ke lokasi kurang lebih 7 km, tapi karena beberapa jalan lumayan rusak, perjalanan bisa memakan waktu hingga 40 menit. Patokan Leuwihejo terdekat adalah jembatan kayu non permanen. Jika sudah melewati jembatan tersebut, siap-siap merasakan jalanan yang lumayan off road-nya, menanjak, berbatu dan berkelok-kelok. Banyak banyak bismillah aja deh.. hehehe..

Tidak berapa lama dari sana, kita akan melihat gapura masuk Leuwihejo. Disediakan beberapa tempat parkir disini. Karena saya datang saat musim panas, bagian tebing banyak yang rawan longsor dan tanahnya yang cokelat muda jadi berhamburan. Tapi itu bisa jadi lokasi foto yang menarik. Ini contohnya foto saya…(narsis mode on). Dari parkiran menuju air terjun kita masih jalan lagi sekitar 1 km di jalan setapak. Di beberapa bagian sudah ada warung-warung kecil yang menyediakan makanan. Fasilitas toilet pun mudah ditemui, yang keliatannya didirikan belum lama. Sampai di lokasi yang kita temui hampir semuanya bebatuan yang dialiri air jernih. Kalau panas-panas rasanya pasti ingin mandi. Curug-nya yang diberi naleuwi hejo 3ma Curug Barong atau curug Hejo harus ditempuh dengan naik lagi sekitar 200 meter. Memang unik, karena di tengah bebatuan besar itu ada lekukan yang menyerupai kolam renang tanpa bebatuan. Tinggi curug ini pun hanya sekitar 2 meteran yang membuat pengunjung bisa menjadikan puncaknya sebagai start awal untuk terjun bebas. Airnya memang berwarna hijau dengan pemandangan menakjubkan. Sayangnya saat saya datang di akhir pekan, lokasi ini ramai sekali, kalau agak sepi pasti saya lebih betah berlama-lama berendam di airnya yang segar. Curug Hejo memang keindahan alam yang tersembunyi,

Kalau punya waktu lebih gak ada salahnya mampir juga ke beberapa curug lain sebelum Leuwi Hejo dan sekalian juga main ke pemandian air panas yang searah dengan jalan pulang.  Oya, untuk kesini kesini setiap pengunjung harus merogoh kocek Rp15.000,. Sepuluh ribu bayar di gerbang awal, Rp5000, saat mau masuk puncak curug. Biaya parkir mobil Rp10000 dan biaya motor Rp5000,- tanpa hitungan jam.

Hits: 842

Sejauh ini, kalau dihitung hitung saya sudah menjejakkan kaki di hampir 2/3 provinsi di Indonesia. Tapi sih itu sebagian besar karena dinas (bukan jalan-jalan) dan kebanyakan di ibukota provinsi alias gak sampe blusukan melihat alam cantik di pelosok negeri. Orang tua saya juga datang dua daerah, yang jauh jaraknya, satu dari Sulawesi selatan, satu lagi dari Sumatera Selatan. Belum lagi dari tiga bersaudara kami tempat lahirnya beda-beda semua, beda kota, beda pulau. Kami juga tinggal berpindah-pindah. Komplit lah. Gara-gara kondisi begini, saya tidak punya teman sekolah yang awet. Artinya, tidak ada teman SD yang se-SMP, tidak ada teman SMP yang se-SMA dan nyaris tidak ada teman SMA yang kuliah bareng. Hihihi.. Tambah komplit lagi, saya sekarang bermukim di Bogor dan bekerja di Jakarta, yang membuat nuansa Indonesia itu kuat banget dalam diri saya. Saya juga sempat menclok bekerja di Aceh kurang lebih tiga tahun yang membuat deretan “kampung halaman” saya pun bertambah.

Nah, dari semua itu; ada dua daratan besar di Indonesia yang belum pernah sama sekali saya injak: Maluku dan Papua. Ketika masih bekerja di kantor lama, saya dua kali dapat kesempatan dinas ke Maluku. Dasar gak jodoh, ada saja hal yang membatalkan. Niatnya sih emang bukan jalan-jalan tapi minimal menambah direktori daerah kunjungan saya. Februari lalu, ada seorang teman yang berbaik hati “mensponsori” jalan-jalan ke Pantai Ora. Gila kan..kapan lagi kesempatan begini!! Saat itu saya lagi menunggu keputusan terakhir tentang penerimaan saya sebagai karyawan Bank Mandiri. Eh…dasar lagi- lagi gak rejeki, batal juga, karena proses terakhir bertepatan dengan jadwal negosiasi pekerjaan baru ini. *nangis bombay*

Sementara itu, kalau soal Papua, wah saya niat banget pengen kesana. Saking niatnya, saya beberapa kali melamar pekerjaan di negeri emas hitam ini, terutama pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya temporer. Salah satunya sudah sampai tahap akhir, dan entah kenapa gagal maning…gagal maning. Padahal saya yakin, saingannya gak banyak, karena menurut saya tidak terlalu banyak orang (apalagi perempuan) yang niat banget kerja di Papua. Mungkin waktu itu pemberi pekerjaannya tidak yakin sama saya yang kurus kecil ini bisa survive disana. Hehehe.. Sekarang sejujurnya masih nabung buat bisa selfie di Raja Ampat. Doakan sayah kakak!!

source: anekatempatwisata.com
The Amazing Raja Ampat. source: anekatempatwisata.com

Dari dua wilayah itu, saya juga masih menyimpan keinginan berkunjung ke Waerebo di NTT, sebuah kampung adat yang unik yang masih mempertahankan bentuk alami rumahnya. Saya pernah membaca bahwa sebenarnya “teknologi” yang mereka gunakan sejatinya malah lebih maju dari masa kini. Penasaran!

source: www.setapakkecilcom
Warebo, NTT source: www.setapakkecilcom

Lebih dari itu, saya sebenarnya penyimpan dendam dan hasrat yang dalam mengunjungi semua pantai-pantai di Indonesia. Saya ini beach addicted! Mengingat kondisi waktu, biaya dan semua sumberdaya, saya tidak muluk-muluk dulu untuk mengunjungi semua pantai-pantai indah. Agenda yang ada di depan mata adalah, Oktober mendatang saya sudah merencanakan untuk merayakan ulang tahun saya di Pulau Flores dan Komodo (uhuy!!). Alhamdulillah, sudah ada sponsor free tiket ke Denpasar. Tinggal biaya sendiri ke Labuan Bajo plus akomodasinya. Kemudian, yang tidak juga muluk-muluk saya ingin sekali menyambangi pantai-pantai indah di Banyuwangi. Kalau ini, Insya Allah bisa terwujud dari kantong sendiri dalam waktu dekat. Aaamin..

source: www.pikavia.com
Flores. source: www.pikavia.com

Terakhir, doakan saya biar panjang umur yaa… Intinya saya belum mau mati jika belum berkunjung ke daerah-daerah tadi. Atau kita jalan bareng aja yukkk…..!!

*Tulisan ini dibuat bersama-sama komunitas Travel Blogger Indonesia, untuk membantu promosi wisata negeri tercinta dalam rangka Dirgahayu 70 Tahun RI. Silakan dibaca juga link dari teman-teman saya dibawah ini…

Hits: 4763