Phoenix, Arizona 07.00 AM. Seperti biasa Lisa selalu mampir ke Dunkin Donuts membeli beberapa gelas kopi untuk perjalanan kita. Setelah beberapa kali ke Arizona, baru kali ini kami sempat berkunjung ke Grand Canyon yang jadi maskot wisata Arizona bahkan Amerika Serikat. Jangankan saya, Lisa yang sudah belasan tahun disini pun baru sekarang bisa kesini. Cuaca pagi itu masih dingin mungkin masih di kisaran 10 derajat celcius, padahal seharusnya di Februari musim dingin sudah selesai.

Dari Phoenix menuju Grand Canyon membutuhkan waktu sekitar 4 jam. Pemandangan jalan berpadu antara perbukitan tandus khas gurun Arizona dan beberapa pegunungan bersalju. Cantik memang, tapi buat saya yang nggak tahan dingin, salju dan winter itu nggak ada indah-indahnya. Soalnya kalau dingin, saya tidak bisa ngapa-ngapain selain tidur selimutan. Beneran, ini.. AC dingin saja saya tidak kuat. Maklum, mungkin karena kurang lemak (heheheh). Selain itu, Saya masih yakin Indonesia adalah salah satu mutiara di dunia yang memiliki alam paling indah. Kalau ada yang bilang luar negeri lebih cantik, pasti belum pernah keliling negeri sendiri. Iya,..semua sisi dunia ini punya daya tarik sendiri, tapi percaya deh alam Indonesia dengan semua keunikannya adalah salah satu yang tercantik di dunia.

***

Ada dua jalan utama menuju Grand Canyon yaitu South Rim dan North Rim. Kami melalui jalan South Rim yang memang paling dekat dengan Arizona. Biasanya mereka yang melalui Los Angeles atau Las Vegas akan memilih South Rim sebagai gerbang masuk. Sedangkan North Rim berada di negara bagian Utah. Biaya masuk kesini USD30 untuk 1 buah mobil, dan USD15 per orang yang berlaku selama tujuh hari. Artinya kamu boleh seminggu disana, nggak usah keluar-keluar!

Kami tiba disana sudah menjelang sore, cuaca tambah dingin. Rasanya kalau ini bukan salah satu wisata tujuan dunia, saya mau balik lagi ke belakang selimut. Sepanjang pintu masuk South Rim sudah banyak berdiri hotel dan tempat hiburan. Biarpun kedinginian, sayang sekali kalau dilewatkan dengan cuma tidur-tiduran. Jadilah saya muter-muter sendiri, beli kopi dan nengok-nengok toko souvenir. Karena sudah menjelang malam, cuaca dingin, salju dan kabut tebal sudah tidak direkomendasikan lagi untuk masuk ke dalam Grand Canyon.

Besok paginya kami baru masuk ke lokasi, awalnya seperti perbukitan biasa, tidak ada tanda-tanda ngarai sama sekali. Setelah berkendara kurang lebih 10 km dari gerbang utama, mobil pun diparkir. Pada cuaca kurang dari 10 derajat celcius kami berjalan menyusuri perbukitan dan pelan-pelang ngarai super luas mulai nampak. Wow! Saya harus mengakui bahwa Grand Canyon memang luar biasa! Sumpah saya tercengang! Beneran seperti mimpi yang jadi kenyataan. Mungkin karena karakteristik  alam seperti ini, tidak ada di kampung kita. Pantas saja menjadi salah satu keajaiban dunia. This a superlative beauty! Grand Canyon tercipta dari proses erosi selama ribuan tahun dari Sungai Colorado. Jangan tanya luasnya, taman nasional kebanggaan Amerika Serikat ini luassss bangettt! Panjangnya mencapai hampir 500 km dengan lebar bervariasi dari 5-30 meter dan kedalaman dari puncak ngarai ke bawah sekitar 1,5 km.

Saya takjub, sampai udara dingin -yang biasanya saya benci luar biasa- menjadi tidak begitu terasa. Ngarai yang meliuk-liuk indahnya lebih indah dari lukisan mana pun yang pernah saya lihat. Sejauh mata memadang, tingginya ngarai seolah menyentuh langit dan kita berdiri. Di beberapa bagian ngarai, sisa-sisa salju masih nampak. Beberapa pepohonan di pinggir ngarai seolah menjadi frame semua lukisan itu. Kalau lagi gak dingin, mungkin enak bawa kursi dan ngopi-ngopi pake kopi Aceh di pinggir ngarai-nya. Hehehe..

Meski datang di penghujung musim dingin yang penuh kabut, scenery menakjubkan Grand Canyon tetap bisa dinikmati. Saya yakin, saat musim panas pasti lebih membuat nafas terhenti sejenak melihat ciptaaan Tuhan ini. Apalagi kalau musim panas ada program hiking, jadi kita bisa turun ke ngarai hingga ke permukaan sungai dan berjalan menyusuri tebing tebing Grand Canyon. Sebagai taman nasional, disini juga hidup bebas berbagai hewan seperti rusa khas gurun, bison dan berbagai jenis reptil dan mamalia lain. Jangan heran, jika tiba-tiba saja ada rusa melintas di depan kita.

Fasilitasnya juga oke, dari camping ground, hotel berbintang, coffee shop dan toko souvenir. Pokoknya tiket sekali masuk buat seminggu tinggal disini sih, memang pantas, Memang harus tinggal lebih lama agar bisa mengeksplor lebih banyak. Di tengah taman, ada museum yang membuat kita bisa belajar asal muasal terjadinya Grand Canyon. Uniknya, museum ini pun dibangun di pinggir ngarai dengan dinding kaca-kaca transparan. Wuihhh..berasaa dimanaa gitu…Rasanya nggak mau pulang!

Ke Grand Canyon bukan cuma wisata, tapi melihat dengan nyata sebuah keajaiban alam. Menyaksikan dari dekat bagaimana Tuhan mengkreasikan semua ini dengan sempurna. Benar-benar sebuah mahakarya. Dan namanya juga wisata di negara maju, tanpa merusak ekosistemnya, Amerika berhasil merancang kenyamanan dan fasilitas sekaligus tempat belajar ilmu pengetahuan baru. 

Kayaknya saya pengen kesini lagi suatu hari nanti!

 

Hits: 3238

Forget love, Fall in love with coffee..

Bagi saya kopi adalah penghalau galau dan terapi inspirasi. Kalau lagi stress dan butuh ide-ide segar saya pasti mencari kopi. Minum kopi sachet buat saya sudah tidak kekinian lagi. Makin cinta kopi, makin jadi tukang ngopi pasti makin bisa merasakan berapa “tidak nikmatnya” kopi instan. Tapi percaya nggak, beberapa tahun  lalu sebelum ke Aceh, saya benar-benar anti kopi. Masih jelas di memori saya, kali pertama diajak ke sebuah warung kopi di Aceh, saya pesannya teh manis! Ini sama saja, kamu diajak ke bar, yang lain pesan cocktail, kamu pesannya orange jus. Hehehe..

Kopi yang disajikan di warung-warung kopi sederhana di Aceh menawarkan kekerabatan yang bukan basa-basi. Secangkir kopi memberikan rasa kekeluargaan tanpa sampul dan tidak penuh hedonisme seperti Ibukota. Aceh-lah yang membuat saya jatuh cinta dengan kopi. Sayangnya di Jakarta -walaupun warung kopi Aceh sudah menjamur- saya belum pernah ketemu kopi dengan rasa otentik Aceh yang bisa membuat saya seperti kembali kesana. 

Eh, kemarin saya dan beberapa sahabat diajak ngopi di Kopi Selasar. Lokasinya di Rumah Jawa Gallery Kemang. Tidak ada mesin-mesin kopi yang canggih disini, semua kopi dibuat dengan teknik manual brewing persis seperti di Aceh. Bahkan peralatannya pun diimpor dari Aceh. Biji kopi yang disajikan asalnya juga dari Aceh. Sementara baristanya -memang bukan orang asli Aceh- tapi belajar teknik pembuatan kopi dari orang asli Aceh. Lokasinya bukan seperti café, tapi beranda sebuah gallery lukisan berbentuk Joglo dengan segala pernak pernik antik khas Jawa yang insta-catchy banget. Tempat duduk yang disediakan agak terbatas, sebab memang dirancang untuk suasana yang lebih private dan intimate seperti di rumah. Pas buat ngobrol tanpa banyak pegang gadget.

Sambil ngobrol santai, kami menyantap kue kue tradisional dan soto mie gerobak yang lewat. Di belakang kami, Bang Fahri sang peramu kopi asyik membuat kopi dan teh tarik yang prosesnya memang ditarik-tarik. Namanya juga dibuat dengan manual, kepekaan Bang Fahri menjadi sangat krusial. Dari berapa lama menit rebusan air, komposisi kopi dan gula hingga berapa kali tarikan sangat menentukan cita rasa. Pengalaman dan kecintaan pada kopi-lah yang membuat seduhan dan rasa kopi menjadi konsisten.

Sanger pun panas tiba di meja. Duh, baru menghirup aromanya saja sudah mengingatkan saya pada banyak cerita. Ah, sudahlah… Kopi memang selalu menyuguhkan cerita. Di balik rasa pahit selalu ada manis setelah meneguknya. Persis seperti kehidupan. Selalu ada cerita getir sebelum manis terasa.

Kopi Selasar juga punya cerita. Tujuan digagasnya kedai kopi ini salah satunya untuk meningkatkan taraf hidup petani kopi. Tidak heran semua bahan baku dan komponen yang digunakan adalah produk lokal. Bahkan dalam waktu dekat, Kopi Selasar akan bekerja sama Yayasan Kehati agar bisa menggandeng lebih banyak petani lokal. Tidak cuma kopi siap minum, Kopi Selasar akan dikemas ekslusif untuk segmen pasar yang lebih tinggi. Harga per gelas tetap harga lokal yang bersahabat, dalam kisaran Rp18.000-25.000 saja. Cukup ekonomis, kan?

 

Ada beberapa varian kopi, teh tarik dan lychee tea yang bisa diorder. Biar lebih mudah dinikmati dimana saja, kini Kopi Selasar juga bisa dipesan melalui Go Food. Kalau punya acara atau event tertentu, bisa loh Kopi Selasar dihadirkan lengkap dengan barista dan atraksinya. Ini namanya Koling (Kopi Keliling). Cukup order minimal 100 gelas, maka Bang Fahri dan perlengkapannya akan hadir di venue. Silakan cek IG @kopiselasar_id atau kontak no 0816 1777 9826

Sore bergerak menuju senja tapi kami belum juga beranjak, masih betah disini berlama-lama. Obrolan rasanya tidak habis-habis. Saya sampai lupa menghitung, sudah berapa kelas kopi dan teh tarik yang saya habiskan. Jauh memang dari Aceh, tapi Kopi Selasar membuat saya jatuh cinta lagi dengan kopi Indonesia. Seperti dulu.

pic by Arisman Riyadi dan Arief Pokto

 

 

 

 

Hits: 2227

Apa jadinya kalau anak pantai disuruh ke gunung?

Dari Jakarta ke Lampung dengan pesawat terbang, menurut saya agak-agak gimana gitu. Soalnya, Lampung dekat sekali dari Jakarta. Tinggal menyebrang Selat Sunda selama kurang lebih 2 jam sampai deh di Lampung. Memang sih dari Pelabuhan Bakauheni menuju Bandar Lampungnya masih butuh 2-3 jam lagi. Tapi, buat saya justru itulah nikmatnya. Sekarang kapal-kapal penyeberangan Selat Sunda juga sudah lebih bagus dan makin nyaman. Sementara naik pesawat hanya 40 menit, baru pasang seatbelt sudah siap-siap landing. Lebih lama menembus kemacetan menuju Bandara dan menunggu pesawatnya (itu juga kalau nggak delay)..

Namun -meski sering sekali ke Lampung- undangan dari Dinas Pariwisata Lampung bulan lalu sungguh sayang dilewatkan. Judulnya saja Festival Krakatau, dan benar saja ada agenda pendakian gunung ini. Saya penasaran sih, karena jika melintasi Selat Sunda, Pulau Anak Krakatau (yang dalam dunia internasional disebut Krakatoa) ini selalu tampak dari kejauhan. Eh, jangan salah…ini cuma anaknya saja, kalau Ibu Krakatau sudah lama almarhum sejak letusan ratusan tahun yang lalu. Kemunculan gunung-gunung kecil di seputaran Krakatau adalah proses vulkanologi yang berlangsung ratusan tahun. 

Rombongan

Jadilah saya dan beberapa blogger lain di sebuah dini hari bersiap-siap menuju Krakatau. Kami bertolak dari Pulau Sebesi, pulau berpenghuni yang terhitung paling dekat dengan Krakatau. Satu hari sebelumnya, kami sudah sampai di pulau kecil yang ditempuh kurang lebih dua jam dari Darmaga Bom, Kalianda Lampung Selatan ini.

Darmaga Bom, Kalianda

Masih terkantuk-kantuk, saya memaksakan diri untuk tetap melek, dan  tiba di kapal  semua peserta langsung mengambil posisi strategis. Niat menyaksikan sunrise dari balik jendela kapal terlewat begitu saja karena ombak yang tenang, udara yang masih dingin  dan kantuk yang luar biasa membuat saya memilih melanjutkan tidur yang tertunda.

disambut bak pejabat di Pulau Sebesi

Dan ini dia cerita anak pantai yang gunung…

Padahal nggak gunung-gunung amat ya, sebenarnya sih, karena tingginya kurang 500 meter saja. Hehehe.. Tapi bagi saya yang lebih suka pantai daripada gunung, ini adalah bonus karena gunungnya terletak di tengah pulau yang menuju kesana kita tetap harus ketemu dengan laut dan pantai. Jadi 2 in 1 kan? 

Kami tiba di Pulau Anak Krakatau tepat pukul 7 pagi. Meskipun masih ngantuk, saya cukup happy akhirnya bisa sampai di pantai lagi. Saya sudah menyiapkan sandal jepit agar ketika turun kapal, tidak perlu takut basah. Apalagi kapalnya tidak bisa berlabuh tepat di bibir pantai, jadi mau gak mau kita harus agak basah dong! Nah, yang nyebelin, ada peserta yang takut banget basah..sampai menunggu ombak dan buih lautnya surut baru berani turun dari kapal. Akibatnya, antri turun kapal pun jadi macett.. Adohh, mbak..kalo takut basah ya, jangan ke laut dong!

Sebenarnya, status pulau ini adalah areal konservasi yang dikelola oleh Badan Konservasi Sumbedaya Alam dibawah Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Jadi, sama sekali bukan tempat wisata pada umumnya. Bedakan dengan Taman Nasional Komodo, Taman Nasional Baluran atau Taman Nasional Bromo yang selain difungsikan sebagai habitat tumbuhan atau hewan yang dilindungi juga menjadi tujuan wisata. So, semua harus tahu dulu, nih.. Untuk mencapai lokasi ini memang diperlukan ijin. Belum lagi gunung Anak Krakatau memang masih terhitung aktif, jadi sewaktu-waktu bisa saja ada status siaga, demi keamanan para pengunjung.

Setelah mengisi perut seadanya, pendakian pun dimulai. Ciye, mendaki… padahal untuk sampai ke puncak jaraknya kurang dari 1 km saja. Pulau ini  pun sejatinya adalah lereng anak gunung krakatau, seperti perbukitan yang terjadi akibat proses vulkanologi dan menjadi titik pandang terbaik untuk melihat gugusan gunung-gunung yang terbentuk karena letusan Krakatau 1883 silam. Sejarah menyebutkan letusannya mematikan hingga 36 ribu jiwa karena tsunami yang ditimbulkan. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali  bom atom hirosima dan nagasaki. Bahkan, abu vulkaniknya membuat cuaca berubah karena menutupi atmosfer. 

Walaupun bukan seperti mendaki Rinjani, tapi tetap capek, loh! Lumayan curamnya. Tetap butuh tenaga ekstra dan berat badan seimbang untuk bisa sampai di atas. Eh, kenapa mesti seimbang, karena kalo terlau gendut, nafasnya pasti terengah-engah. Kalau terlalu kurus, takut ditiup angin.. Hehehe.. Setelah melewati hutan di kontur tanah yang masih datar, kita akan melewati lereng yang sama sekali tidak ada pepohonannya. Karena itu, disarankan kesini di pagi hari, jika menjelang siang udaranya sungguh HOT! Bisa-bisa gak sampe atas, langsung semaput!

etape awal
etape kedua

Kalau dipikir-pikir, saya lebih senang snorkeling daripada hiking. Tapi pengalaman kali ini beda banget, kapan lagi bisa sampai ke gunung Krakatau yang maha tenar itu.Untungnya, sepanjang jalan diisi dengan senda gurau bersama sahabat-sahabat blogger, lelah pun jaadi tidak terasa. Tentu pakai istirahat dengan foto-foto!

Akhirnya semua lelah terbayar, sampai juga kami di puncaknya. Sejauh mata memandang, laut kebiruan berlatar belakang gunung. Cantik sekali. Rasa malas yang tadi pagi menggelayut tiba-tiba hilang tanpa bekas. Wah, saya bersyukur sekali bisa sampai kesini. Nggak nyesel deh main ke gunung, meninggalkan pantai sekali-kali.

Finally…

***

Terima kasih untuk Pemda Prov. Lampung yang sudah memfasilitasi full kunjungan saya kesini. Namun, kalau boleh usul, mungkin untuk festival yang sama di tahun mendatang, harus lebih banyak kegiatan kreatifnya. Saya senang bisa diajak ke Pulau Sebesi dan Anak Krakatau, namun dua lokasi tersebut masih perlu banyak dibenahi agar dapat menarik lebih banyak wisatawan. 

Pulau Sebesi memang bagus, namun fasilitasnya masih minim dan jaraknya relatif jauh, masih sulit bersaing dengan pulau-pulau lain karena alamnya pun tidak terlalu istimewa. Sementara Pulau Anak Krakatau yang unik ini, terhitung daerah cagar alam, jadi wisatawan umum tidak mudah untuk masuk. Memang ini aset bagi Prov Lampung, tapi saya pribadi lebih setuju ini dijaga fungsinya sebagai cagar alam, daripada dibuka untuk umum malah dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Apalagi gunungnya masih aktif.

Kenapa ya,  tidak memperbanyak promosi wisata di dalam kota Lampung? Misalnya mengenalkan kami dengan makanan kuliner khas Lampung yang bisa jadi potensi wisata. Logikanya, gini…makin banyak orang datang ke Lampung (terutama yang naik pesawat terbang), maka mereka akan sampai duluan di Ibukota yaitu Bandar Lampung, bukan langsung menuju pulau. Kalau begitu, yang harus dipromosikan secara paralel dengan wisata bahari-nya adalah Tour De Bandar Lampung (hanya sebagai contoh). Sayang kemarin, blogger dan netizen yang jumlahnya ratusan itu tidak diberi agenda ini.

Menurut Saya, sektor pariwisata itu kini bergerak menuju kreativitas. Banyak daerah yang potensi wisata alamnya biasa saja, tapi pandai dalam kemasan sehingga menjadi menarik. Bukan hanya dalam bentuk festival yang satu dua hari selesai. Tapi kreativitas yang kontinu. Strategi pun harus disusun berdasarkan banyak pertimbangan. Saya juga percaya promosi pariwisata yang baik bukan hanya mengundang orang sebanyak-banyaknya untuk datang dan “meliput” lalu selesai. Lebih baik dilakukan oleh sekelompok orang saja tetapi secara regular, termonitor dan lebih penting lagi terukur.

Semoga saran kecil saya ini sudah banyak dilakukan oleh Provinsi Lampung! Selamat!

 

Hits: 1762

Kapan pertama kali mulai nge-blog? Kalau saya, sepertinya sejak pertama kali kenal internet, sekitar awal tahun 2000-an. Tapi serius punya blog sejak bermukim di Aceh pada 2007-2008. Kala itu, di Aceh hiburan satu-satunya adalah internet yang koneksinya cukup bagus. Saat youtube masih streaming, -Aceh yang dibangun kembali pasca tsunami- nonton youtube di Banda Aceh pada masa itu sudah seperti sekarang-, tidak ubahnya dengan nonton TV.  

Dulu, Saya pernah menggunakan format blogspot, wordpress dan beberapa format lain hingga akhirnya nekad beli domain sendiri di pertengahan 2008. Saya masih ingat migrasi-nya dibantu oleh beberapa teman yang memang bekerja di IT. Sementara Saya tidak punya background IT sama sekali. Boro-boro ngerti hosting itu apaan, domain juga baru paham setelah diceramahin. Namun setelah itu, saya “dipaksa” belajar sendiri, hingga paham fungsi-fungsi spanel/cpanel dan bisa modifikasi tampilan web sendiri. Eh, buntutnya panjang. Gara-gara nge-blog saya jadi tertarik tahu lebih banyak tentang teknologi informasi. Sampai-sampai nekad lagi mengambil Pasca Sarjana Manajemen Sistem Informasi setelah purna tugas dari Aceh. Dan semuanya berantai memberi dampak signifikan buat pekerjaan dan keseharian saya sekarang.. Hahaha.. Jadi curhat.. 🙂

6f24646e-dec8-46c3-8ed2-b37d28f9279c

Duh, panjang amat pengantarnya. But, Ok…itu masa lalu.. Ayok, move on!

Ngomong-ngomong soal blog, memang sudah trend-nya menggunakan domain sendiri. Menggunakan domain sendiri, terlihat lebih serius, profesional dan membuat rasa percaya diri dalam menulis meningkat. Kelebihan lainnya, dengan menggunakan domain pribadi, mendesain blog sesuai selera pun menjadi lebih leluasa. Nah, selain konten yang harus kaya, menarik dan enak dibaca, punya website sendiri harus didukung dengan hosting yang baik. Males banget, kalau lagi promosi blog, tapi hostingnya tidak asyik, suka down, putus atau minimal lelet. Apalagi kalau blog kamu sudah banyak pesan sponsornya. Sungguh kurang profesional, jika blog kita sering down padahal lagi jadi buzzer satu produk atau jasa. 

***

Minggu lalu, saya bersama beberapa blogger dikenalkan dengan Qwords.Com. Ternyata Qwords sudah 12 tahun menyediakan jasa hosting website di tanah Air. Kalau sudah sesenior itu, pastilah Qwords hosting bisa diunggulkan dalam jajaran penyedia jasa hosting. Salah satu jasa yang ditawarkan adalah WordPress Hosting.

Kenapa saya khusus menulis tentang jasa ini, karena saya yakin banyak blogger yang masih menggunakan format wordpress.com dan ingin meng-upgrade blognya dengan domain sendiri dan yang pasti memerlukan hosting.

f20f4c4c-844b-4663-9505-6fadac57703c

Memang banyak perusahaan lain yang menawarkan jasa yang sama, tapi kamu perlu tahu beberapa kelebihan WordPress hosting dari Qwords.Com. Apa saja?  Ini nih beberapa diantaranya, check this out!

Pertama; Cloudbasic hosting, artinya skalanya (dari sisi kapasitas) daripada hosting biasa. Karena terhubung dengan banyak server, cloud memungkinkan koneksi yang lebih stabil dan efisien. Kedua; penyimpanan menggunakan SSD yang berkecepatan tinggi. Ketiga; Penggunaan WordPress menjadi lebih optimal karena ada ekstra cloudpop. Keempat; didukung cloudflare biar website makin cepat diakses. Kelima; Sudah didukung HTTP2 dan SSL, jadi jika digunakan untuk transaksi akan terjamin keamanannya. Pasti masih ada beberapa keunggulan lain yang membuat pengguna akan say bye-bye sama blog yang dikit-dikit down.

Yang tidak kalah penting nih,.ada masa percobaan 30 hari gratis plus gratis migrasi dari provider mana pun! Jawaban banget kan buat kita yang enggan migrasi hosting karena males ribet, nggak ngerti masalah teknikal dan tidak punya waktu buat ngurusin.

 

Screen Shot 2017-09-02 at 1.03.00 AM

 

Satu lagi nih, yang ringan-ringan. Mungkin kalian sama seperti saya, yang akun Google (sekarang Google Suite)-nya nyaris over kuota. Mau dihapus beberapa yang gak mugkin juga, karena banyak data dan file penting yang bisa saya butuh sewaktu-waktu dimana pun. Jalan satu-satunya adalah membeli kuota lebih. Tidak punya paypal, tidak punya kartu kredit atau sekedar malas ribet? Jangan khawatir, Qwords siap membantu dengan harga yang sama dengan Google. 

 

Screen Shot 2017-09-02 at 1.15.18 AM

 

Qwords juga masih memiliki berbagai produk dan jasa lain loh. Untuk lebih lengkapnya, bisa buka webnya disini. Segmen yang dilayani pun beragam, mulai dari korporasi hingga personal. Faktanya, Qwords yang masuk dalam 10 Jajaran hosting terbaik di Indonesia,  kini mengelola lebih dari 10 ribu hosting dari sekitar 8000 pelanggan dan sudah beroperasi di Jakarta, Surabaya, Bandung dan Yogyakarta. Oya, kalau tengah malam ada masalah dan kita lagi asyik menulis gimana? Nggak perlu khawatir, Customer Service-nya 24 jam!

 Gimana? Mulai kepikiran mau ganti hosting? Hmmm.. 

Hits: 1228