Apa ekspektasimu saat berlibur ke pulau kecil yang jauh dari pusat peradaban dan hiruk pikuk kota?

Memang, sudah banyak pulau-pulau terpencil yang menjadi daerah wisata dan fasilitasnya dapat dikatakan layak, mulai dari hotel, transportasi dan akomodasi. Namun, khusus untuk hotel Natuna saya sungguh tidak banyak berekpektasi. Pulau terdepan di utara di Indonesia ini, memang belum lama berbenah dalam bidang pariwisata. Menurut saya, bisa tidur nyaman tanpa diganggu nyamuk saja, sudah merupakan prestasi bagi daerah dulu yang lebih dulu dikenal sebagai pangkalan militer NKRI. 

Ternyata saya salah…

Awal Desember lalu saya berkunjung ke Natuna. Beberapa hari sebelumnya saya sudah memesan hotel melalui aplikasi traveloka. Tidak banyak pilihannya seingat saya. Saya memilih hotel De Best, yang keliatan dari foto-fotonya cukup nyaman dan lokasinya strategis. Harganya pun sangat terjangkau. Semalam sebelum kedatangan, saya dihubungi seseorang dari hotel yang mengatakan akan menjemput kami di bandara. Padahal saya nggak mesen penjemputan loh! Dan ternyata itu fasilitas gratis untuk tamu hotel. Wow..

Tiba di Natuna, ternyata yang menjemput kami langsung adalah Mas Edy, pemiliki hotel yang sering juga dipanggil Koko Edy, pemuda asli Natuna ganteng (yang konon mantan model, hahaha). Dia menyapa dengan ramah dan melayani seluruh pertanyaan kami selama dalam perjalanan menuju hotel. Dari mulai rumah makan, tempat hiburan sampai akomodasi untuk jalan-jalan. Semua dijawab komplit oleh beliau. Yang paling menyenangkan, selama 4 hari disana, Koko Edy setia menjadi tour guide kami! Yeay!

Sampai di hotel, kesan pertama; Oh Not bad at all kok! Meskipun bangunan asalnya ruko, ternyata kamarnya luas, bersih, amenities yang cukup lengkap, ada AC, TV, air panas untuk mandi, air dalam kemasan yang cukup dan tidak berisik walaupun dekat dari jalan raya. Ada meja tulis juga, cocok banget buat saya yang kemana-mana nenteng laptop. Hehehe

Ekspektasi saya sangat tidak berlebihan. Teringat sekitar dua tahun sebelumnya, saat kunjungan ke Pulau Selayar, hotelnya sempit, sumpek dan bukan tempat yang nyaman buat beristirahat. Mengingat karakteristik kedua pulau yang relatif sama, saya pun tidak banyak berharap.

Dengan kamar yang luas ini, kita nggak perlu khawatir jika barang bawaan berceceran dimana-mana. Bisa koprol! Hehehe.. Yang paling menyenangkan adalah, hampir setiap kamar dilengkapi dengan jendela ke luar. Ini penting banget sih buat saya, soalnya saya kurang suka kamar yang tidak memiliki cahaya matahari langsung.

Di ruang tengah, ada lobi yang lumayan lah buat ngobrol malam-malam dengan sesama pelancong. Sayangnya sofanya kurang banyak sih, padahal space-nya masih cukup luas.

Di lantai 1, ada ruangan luas yang dulunya ditujukan untuk restoran. Namun sayangnya, ketika kesana restorannya sedang tidak beroperasi. Namun tempat ini tetap nyaman untuk ngobrol dan minum-minum kopi sambil menikmati sore di Natuna.

Karena terhitung hotel budget, De Best tidak menyediakan sarapan, namun di sekeliling hotel banyak jualan makanan kok. Pegawai hotel juga akan dengan senang hati membelikan jika kita minta. Bukan cuma affordable, harga per malam yang rata-rata Rp300.000, malah bisa dibilang less price alias murah. Lumayan lah, buat subsidi silang dengan biaya tiket pesawat yang sudah mahal kesini.

De Best rekomen banget deh buat yang ada rencana berkunjung ke Natuna. Kalian bisa dengan muda booking via Traveloka.

Kalau ke Natuna, ajak-ajak saya ya… Saya mau banget lagi…

 

 

Hits: 1480

Mencari satu kalimat awal untuk membuka tulisan tentang Natuna ternyata bukan pekerjaan mudah. Sama tidak mudahnya dengan pura-pura bahagia saat hati sesungguhnya sedang tidak bahagia. Namun siapa sangka, pulau terdepan di utara Indonesia ini justru membolak-balikkan semua hanya dengan satu pandangan ke biru lautnya.

Sayangnya, semalam hujan, hari ini pun mendung. Pantai Tanjung memang masih biru, namun langitnya buram abu-abu. Saya duduk di sebuah pondok kecil disini, di pantai yang ditempuh kurang dari 15 menit dari pusat Ranai, ibu kota Natuna. Saya tidak yakin bisa mendapatkan atmosfer foto terbaik hari ini dengan cuaca mendung di awal Desember. Gerimis pun mulai turun. Terpaksa niat berburu foto diurungkan. Tapi siapa kira bahwa mendung memang tak selamanya hujan? Belum sempat berkemas, tiba-tiba matahari hadir seolah jadi pertanda itulah cara Tuhan mengabulkan doa. Seketika, dengan waktuNya sendiri, disaat mungkin yang terpikir adalah ketiadaan harapan.

Pantai landai berpasir putih ini sungguh masih alami. Belum ada deretan hotel apalagi villa mewah. Airnya berwarna biru tosca, jernih nyaris tanpa sampah. Perahu nelayan terombang ambing diatasnya, mengikuti irama gelombang diiringi lantunan deru ombak yang menenangkan. Seujung pandangan mata Pulau Senua nampak dari kejauhan, jaraknya mungkin kurang dari tiga mil saja. Katanya Senua adalah pulau wajib dikunjungi jika tiba di Natuna. Konon pulau ini merupakan jelmaan dari seorang perempuan yang tengah hamil. Bentuknya memang menunjukkan demikian. Sayang, hari ini cuaca kurang mendukung untuk bersampan kesana.

Langit abu-abu tadi mendadak cerak biru muda dengan arakan awan putih yang jadi pelengkap utama Tidak ada kosa kata lain yang menyusup ke sendi-sendi raga selain kedamaian.

Saya kemudian memesan tabel mando, katanya ini “pizza” khas Natuna. Sepiring makanan adonan tepung terigu, sagu bercampur dengan irisan tongkol kemudian datang ke meja saya. Ya, bentuknya bulat seperti pizza, diameternya mungkin sekitar delapan senti, persis seukuran piring makan. Makanan langka, kata penduduk disini. Rasanya gurih, pas dengan saus sambal kental yang dihidang bersamanya. Sebuah kelapa mudah hijau bertengger manis disampingnya. Mungkin ini hari yang sederhana bagi orang Natuna, tapi sungguh mewah bagi orang metropolitan yang makin muak dengan santapan polusi.

Tak jauh dari pantai Tanjung, berjejer batu-besar yang melindungi hampir seluruh pantai di Natuna. Eksotisme Natuna sejatinya ada pada batu-batu besar yang jika diperhatikan bentuknya menyerupai berbagai mahluk hidup. Konon, batu-batu ini adalah tumpahan dari perbukitan Natuna. Keindahan pegunungan yang berseberangan dengan pantai seolah beradu padu dan membuat saya yakin mengatakan bahwa pulau ini sungguh cantik.

Saya tidak pernah berpikir untuk bisa sampai disini. Terlalu jauh itu alasan utamanya. Mahal itu alasan keduanya. Namun terkadang jarak dan rupiah jadi bukan kendala, manakala yang kamu cari ada disana. Keindahan, kedamaian, dan kesejukan. Ya disana, di Natuna.

Tunggu tulisan saya tentang bagaiman ke Natuna dan akomodasinya seperti apa di posting berikutnya!

 

 

 

Hits: 1634