(diadaptasi dari beberapa tulisan orang)

Aku  sebenernya agak lupa kapan pertama kali mendengar kata ini dan tidak ditempatkan sebagaimana kaidah Bahasa Indonesia yang benar. Kalo gak salah sih, sekitar dua tahun lalu dan  orang pertama yang membawa kata itu masuk ke otakku, Andri alias si Opa. Lelaki infotainment yang sangat proaktif menyebarkan gosip gosip baru bahkan yang belum tayang di TV.  Lalu diteruskan oleh si Ibu  dan Jolie yang kayaknya gak lengkap ngomong tanpa secara. Malah kadang-kadang penyebutan secara melebihi konteks inti kalimatnya.  Intinya, entah darimana,  penempatan kata “secara” yang ganjil itu  secara tiba tiba menclok di berbagai kalimat. 

Dari penulusuran inbox email-email lama, ada satu email yang menyebutkan asal penggunan kata ini, konon pertama kali dipopulerkan oleh penyiar radio di MTV Trax FM yang sekarang dah ganti nama jadi TRAX FM.  Di I-Radio, kita bisa menikmasi alunan suara si Putri, yang demen banget ngomong kata ini. Tapi ada juga yang bilang ini bersumber dari bahasa kaum homo dan banci. Meski demikian kebeneran sesungguhnya belum bisa terlacak dengan pasti.  

Sementara itu, dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, berikut arti harfiah kata itu; 

1. sebagai; selaku; hendaklah kamu bertindak ~ laki-laki;
2. menurut (adat, kebiasaan); perkawinan akan dilangsungkan ~ adat keraton;
3. dengan cara; dengan jalan; perselisihan itu akan diselesaikan ~ damai;
4. dengan; hal itu diuraikan ~ ringkas;

Berikuta beberapa kutipan penggunaan kata secara yang diadaptasi dari berbagai media elektronik.

Read More

Hits: 2300

pusdatin.jpg andreabna.jpg

Kurang lebih dua minggu yang lalu ketika Apop ngabarin Andrea Hirata bakal ke Banda Aceh, senengnya luar biasa. Sebab, waktu doi “show” di Botani Square Bogor, infonya telat banget, pas nyampe Bogor dari Banda udah malem. Tapi tadi pagi, bisa juga ketemu sama si Ikal ini. Aku juga berhasil “menggembosi” temen-temen  terutama  Pusdatin crew yang tadinya gak minat banget, jadi ikutan nonton.  

Meski sempat diwarnai perdebatan masalah kostum, mulai dari kostum putri duyung, kostum barongsai (untuk mengingatkan Andrea akan Aling) hingga kostum pegawai kantor pos Bogor akhirnya tetep balik lagi ke “kostum standar BRR”.  Alhasil, jam 9 pagi teng, rombongan anak panti pasuhan itu pun sudah nangkring dengan manis di depan AAC Dayan Dawood Unsyiah.  Sayangnya, Wasi (lagi-lagi) gak bisa join karena pekerjaannya sebagai ketua kelas yang begitu menyita waktu (hiks…hiks…)  Untuk ukuran AAC yang kapasitasnya sekitar 800 kursi, acara itu terbilang sukses, apalagi di Aceh yang pembaca bukunya belum segila di kota-kota besar, sambutannya pun terhitung luar biasa.  Rombonganku pun sebagian besar dengan sedikit maksa dan ancaman ke panitia duduk di barisan pertama yang menjadi center ke panggung.  

Read More

Hits: 2989

Ih…senengnya akhirnya bisa pindah ke blog baru.. Kayaknya ini lebih enak di-explore dibanding yang dulu .  Alhamdulillah-nya lagi, dari blogspot ternyata bisa di-import kesini. Berhasil..berhasill.. yippie…

Hits: 690

Senin, 2 Juli 2007 Bandara Soekarno Hatta, Terminal 2F.
SMS Belyn “bentar lagi gue nyampe ya, cinta… lu tunggu aja depan KFC”. Trus gue telpon Jolie, jawabnya “Wewet,..tunggu aja napa!” Sementara aku berkeliling mencari mereka, Wiwin dan Baya rela nungguin koper segede kulkas yang kubawa. Pukul 7.30, tim pengantar jamaah haji itu pun lengkap. Jolie Recet, Belyn & Arlia (yang bela-belain bolos kerja demi gue, padahal alasan aslinya sih mau ke Dufan 😛 ) tak ketinggalan Baya dan Wiwin van Bogor. Padahal sumpah, gue gak mau dianter, gue takut sedih ninggalin mereka. *Acting doang* Lagian gue kan bakalan sering pulang dan pasti akan pulang.

Iseng-iseng buka HP, ternyata aku masih menyimpan beberapa “farewell sms” yang sayang kalo dihapus dan kuterima pada hari itu (kutipan asli)

Read More

Hits: 1728

SMS Apop: “Vik, lagi ngapain, masih bosen sama hidup elu gak? Gue lagi mellow juga nih..hehhehe.. Biasa.. Mo dapet kali ye”… Halah… sms yang kayak dukun aja tepat sasaran banget, disaat aku cuman bisa memandangi langit tanpa bintang dari jendela kamarku. Bosen. Jenuh. Sebelumnya ada telepon dari Jolie. Singkat. Hanya mengabarkan kalau ia sudah berhasil menerobos bandara yang nyaris jadi tambak bandeng dan kembali ke Kampung Utan dengan selamat. Gak begitu penting. Apalagi ini sepertinya sudah telepon ke tujuh puluh tiga hari ini dari dia. Bukan masalah pulsa sih, tapi masalah kuping gue yang kayaknya nyaris bisulan denger suara dia yang cempreng itu. *peace, jol!!* (Luv you) 😀

Menghitung waktu, sudah berapa lama disini ? Di kamar yang indah ini? Sampai kapan akan disini? No.. No, bukan itu masalahnya, actually I love my job. Bukan jenuh dengan bumi Nanggroe, tapi jenuh sama apa yah? Hidupku, mungkin? Udak-aduk persis es campur. Bulak balik mikir lagi, apa ya?!! Seingatku selama ini hidupku memang lebih banyak gelombangnya daripada damai-nya. Tapi itu kan pelajaran hidup. Utak-atik mikir lagi; apa yah?! Kangen sama Bogor? Gak terlalu, kecuali merindukan hujan derasnya yang bisa mengantarku tidur hingga lupa bangun. Rindu hiruk pikuk Jakarta? Kayaknya gak juga, apalagi liat di TV, Jakarta lebih mirip rawa-rawa dibandingkan kota megapolitan. Terlalu sering bertemu orang-orang yang “salah”? Hemm… bisa jadi iya. Tapi melenakan otak dalam pikiran seperti itu hanya membuat adrenalin jadi turun, membuka pintu-pintu traumatis yang harusnya sudah dari dulu digembok rapat-rapat. Satu lagi, tentu saja aku takut dibilang tidak bersyukur. Ah, Capek. Lalu, apa??

Read More

Hits: 1869

Gara-gara ada film dengan judul di atas yang kini tengah tayang, aku jadi mengingat- ingat curhat-curhat dari teman-temanku yang sifatnya perempuan banget. Barusan juga ngabisin buku “Catatan hati Seorang Istri”, karya Asma Nadia yang sebenarnya adalah realitas kehidupan manusiawi. Mohon maaf buat teman-teman yang sengaja maupun tak sengaja tercantum ceritanya disini. Bisa protes kok…Tapi identitas tetap disamarkan (Hehehe..)

Sebulan lalu, satu pesan pendek masuk ke handphone-ku;
“Vik, skrg aku dah pisah sama suami, jd aku skrg lagi cari kerja lagi, bantu aku dong vik,cari kerja untuk biaya anak-anak gue. Kalo ada lowongan kasi tau ya..”
Sender: +62888238xxxx
Received: 18:36:46, 20-12-2007.
Lumayan mengangetkan buatku. Meski ybs memang pernah cerita jika rumah tangganya kurang harmonis akhir-akhir ini, tetapi pertemuan terakhir dengannya Oktober 2007 lalu menyiratkan semuanya sudah membaik dan aku pun berucap Alhamdulillah. Terbayang semua kemesraan mereka di masa kuliah yang nyaris membuat iri jika tidak terlampau “norak”. Tentang first kissing mereka katanya yang selalu terbayang, tentang bagaimana si dia yang setiap minggu ke Bogor (dari Bandung), tentang si dia yang begitu setianya mengawal ke ujung pantai Jawa Barat menemani sang kekasih melakukan praktek lapang dan akhirnya sebuah pernikahan yang indah hanya berjarak sebulan setelah wisuda.

Read More

Hits: 1698

Pernah denger istilah diatas ? Nah istilah bulok yang ini gak pake “g” tapi pake “k” yang merupakan akronim dari “Bujang Lokal”. Bisa jadi istilah ini cuma happening di Banda Aceh khususnya di suatu badan pasca tsunami (bukan iklan, jadi nama harus disamarkan). Inilah sebutan untuk para lelaki yang berstatus menikah tapi jauh dari istri & keluarganya. Belum ada data terpublikasi berapa sesungguhnya populasi bulok-bulok itu. Ehmm,…tapi tunggu di ruanganku ada satu, si big boss yang biasa dipanggil Kepala Sekolah, lalu di ruangan tetangga kayaknya lebih banyak mungkin ada 2-3 orang belum ditambah yg commuter alias sering bolak-balik Jakarta-Aceh. Lalu, ruangan sebelahnya lagi,,ada 1, sebelahnya lagi…minimal 2 juga. Jika rata-rata satu ruangan ada 2 orang,sementara di kantor pusat taruh kata ada 30 ruangan berarti minimal ada 60 orang bulok. Jumlah itu belum ditambah bulok-bulok regional alias yg ditugaskan ke pelosok daerah. Bayangkan jika itu hanya dari satu lembaga, sementara data mencatat tidak kurang dari 478 NGO dalam dan luar masih atau sempat eksis di NAD-NIAS pasca tsunami 26 Desember 2004 lalu. Dimana bisa jadi komposisi antara pendatang pekerja dan pekerja asli putra daerah seimbang. Tanpa disadari NAD telah menjelma menjadi sarang bulok! Menyeramkan….

Seorang teman yang kebetulan single, ketika pertama kali tiba di Aceh, mendapat pesan penting; Beware of Bulok! Kalau kata Bang Napi; Waspadalah! Mengingat tingginya populasinya di daerah ini. Mengapa harus waspada? Apakah kelompok ini menjadi komunitas baru yang mengancam dan menjadikan daerah ini daerah konflik dengan siaga satu seperti dulu ? Berlebihan. Meski begitu, bisa jadi ada benarnya, hanya bedanya menimbulkan konflik di rumah tangga bukan di Negara, namun gawatnya jumlah rumah tangganya sangat mungkin berbanding lurus dengan jumlah para bulok tersebut.

Read More

Hits: 2473