Cinta itu spt baris berbaris, perlu maju jalan…tidak cuma jalan di tempat

Cinta kadang seperti anggota DPR perlu “studi banding” utk memperbaiki masalah internal

Cinta itu kadang seperti virus, sulit dibasmi tanpa re-install..

Cinta itu simbiosis mutualisme bukan komensalisme apalagi parasitisme

Cinta itu seperti statistik…butuh cukup sampel dan pengujian berulang untuk menentukan validitas hasil

Cinta itu seperti medan magnet.. tarik menarik selalu ada dr 2 kutub yg berlawanan *tdk berlaku untuk homo*

Cinta itu spt sinetron dan penontonnya; dihina, dicaci, dimaki tapi selalu dinanti

Cinta itu seperti bilangan prima, hanya ada 2 faktor… yaitu dua orang yg ada didalamnya

Cinta itu seperti  mobil, harus selalu punya ban serep buat jaga2 kalo di jalan pecah ban

Cinta itu seperti ojek langganan, setia menunggu dan mengantar sampai tujuan

Cinta itu seperti makan sambel, biar udah kepedasan dan nangis nangis…besoknya diulang lagi..

Hits: 619

Aku bersyukur pernah bersamamu, meski itu hanya sesaat


Aku bersyukur pernah merasakan perhatianmu, meski itu hanya sesaat


Aku bersyukur pernah ada di hatimu, meski itu hanya sesaat


Aku bersyukur pernah menjadi bagian dari hari harimu, meski itu hanya sesaat..



Dan…… aku beryukur pernah jatuh cinta kepadamu,.. meski itu selamanya…


Hits: 707

Dalam sebuah chatting iseng dengan seorang teman laki-laki, aku bertanya: Eh, gw gak pernah tau ciri laki laki dewasa itu gimana ya? Dengan enteng dia di ujung sana menjawab : Laki laki itu pada dasarnya gak pernah dewasa, gak jauh beda sama anak kecil hanya dalam tubuh yang besar. Hihihih… Tentu saja aku ketawa membaca jawaban itu.  Tapi kalo dipikir pikir mungkin ada benarnya juga sih. Again, yang gw tulis di blog kan mostly pengalaman gw sendiri yaaa..  Dan ini adalah salah satunya.

Di kesempatan lain, aku juga sempat ngobrol dengan seorang teman yang sudah menjadi seorang Ibu dari anak laki laki berusia 5 tahun. Ibuk yang ini demen baca buku psikologi anak khususnya anak laki-laki. Dari cerita dia banyak kesimpulan yang aku ambil dimana ternyata laki laki kadang kadang memang mirip anak-anak. Upss.. Gimana ya gw ceritanya.. Hemmm, gini latar belakang keluarga sangat menentukan perkembangan mental seorang anak (laki laki). Menurut sebuah buku yang si Ibu ini baca, anak laki laki umumnya lebih rapuh dibanding anak perempuan, karena itulah tidak heran ada istilah namanya anak mami.  Umumnya sampai usia 6 tahun anak laki laki akan sangat nempel dengan Ibunya, setelah itu hingga usia 12 tahun biasanya mereka akan mengikuti tingkah pola ayahnya, di masa remaja ini adalah masa masa yang rawan karena pencarian jati diri dimulai. Dari buku itu sangat disarankan anak laki laki pada usia 17-18 tahun mulai tinggal terpisah dari orang tuanya, untuk melatih kemandirian dia. Yaaaa..ini agak susah sih,  misalnya sebuah keluarga anaknya sedikit…dan tuh anak dikepit terus sama maminya.  Mana tega maminya melepas dia tinggal terpisah..Kalo gak jaga-jaga, tuh anak bakal jadi anak mami selamanya..

Dari pengalamanku dekat dengan seorang “anak mami”, ternyata bener banget… Bergaul sama anak mami harus luar biasa extra sabar. Meski umurnya gak balita lagi, tapi sebagian mentalnya gak jauh beda sama balita. Pertama, sangat egois.. Ini berangkat dari keluarga yg selalu dimanja dan selalu diikuti kemauannya.  Jangan berharap bisa mendapatkan balasan hal yang sama ketika kita melakukan sesuatu. Habbit “dilayani” kadang bikin dia lupa untuk memberikan hal yang sama pada orang lain. Nyaris gak ada take and give dengan orang seperti ini.  Kedua; gampang ngambek, tapi gampang minta maaf.  Hihihi.. Sudah gak terhitung kejadian seperti ini terjadi berulang-ulang. Triggernya sih harus aku akui, kadang datang dari diriku sendiri juga. Aku pikir perempuan wajar sekali kalo kadang kadang juga ingin diperlakukan dengan hal sama seperti dia memberikan sesuatu. Karena ybs egois luar biasa… akhirnya jadi keributan yang (tidak) penting.

Read More

Hits: 612

Ini bukan cerita untuk mendeskriditkan satu pihak atau satu golongan ya (berat bener bahasanya) tapi hanya ingin berbagi pengalaman sedikit tentang sebuah pengalaman      bekerja dengan orang-orang yang berbeda di lokasi yang juga berbeda. Di Jakarta, aku pernah bekerja di tiga perusahaan swasta (termasuk yang sekarang) aku juga sempat  menclok ke Aceh kurang lebih tiga tahun untuk sebuah proyek rehabilitasi dan rekonstruksi pasca tsunami. Nah…dari dua tempat yang secara geografis sangat jauh itu  menyisakan, banyak cerita dan perbandingan, salah satunya tentang kualitas dan mental sumberdaya manusia yang menjadi rekan kerjaku baik itu di level yang sama, di level di  bawahku atau bahkan superiorku.  Lumayan menarik jika disimak..

Mungkin sebagian besar orang berpikir SDM di daerah itu “cenderung” tidak lebih berkualitas di bawah SDM dari ibukota. Jawaban saya, TIDAK!!  Selama di Aceh selain bekerja dengan pendatang yang umumnya berasal dari Jakarta dan sekitarnya, saya juga banyak bekerja sama dengan SDM yang asli orang sana. Sampel ulasan ini mungkin belum valid secara statistik, tapi ketika saya kembali ke Jakarta dan bekerja di sebuah perusahaan swasta, kok terasa banget ada gap, bahwa ternyata anak (SDM) ibukota  tidak jauh lebih baik dari pada rekan kerjaku di Aceh  dulu.  Malah di sisi mental jika ditarik dengan garis lurus, cenderung lebih buruk tuh….  Ini apple to apple yaa.. alias secara umum kualifikasi pendidikan dan pengalaman kerja mereka nyaris sama.

Memang ibukota menjanjikan semua fasilitas yang membuat sebagian besar masyarakatnya jadi lebih melek akan pengetahuan terutama soal teknologi. Tapi jujur mentalnya udah habis tergerus sama kemacetan ibukota. Sebagai contoh, kalo fight mah.. semua orang di Jakarta juga harus fight biar bisa hidup, tapi masalah kretivitas dan curiosity, dohhh.. maap maap saya bilang, sekarang saya menemui banyak anak Jakarta dengan pengalaman masih jauh dari apa-apa sudah belagunya minta ampun dengan tingkat sok tahu yang kadang kadang bikin geleng geleng kepala dan semangat untuk tau lebih banyak itu nyaris gak ada. Eitss..soal teknologi juga sebenernya anak daerah malah sama meleknya kok.. Malah aku sempat menemui beberapa “anak muda” Jakarta yg gapteknya lumayan gaptek banget *bahasa aneh*.

Banyak kasus dimana, lulusan baru dari universitas terkenal di Jakarta  dan sekitarnya merasa dirinya sudah hebat, sehingga “lupa” atau tidak mau melakukan hal hal yang terkesan cemen sepertiiii; ngentri data, ngetik laporan cemen atoo beresin file file dan pekerjaan pekerjaan lain yang bukan pekerjaan inti dan terlihat tidak berarti. Padahal, kalo buat anak baru yang baru kerja ato pun masih merintis karir, yaa alloh..gak usah belagu kali buat hal-hal begitu. Sebagai catatan  teman saya, seorang Senior Manager di perusahaan penerbitan terkenal di Jakarta, kadang-kadang masih mau melakukan hal-hal seperti entry data disaat urgent dan dibutuhkan.  Sebabnya? mungkin itu tadi..karena di jalan udah macet, di kantor ketemu fesbuk dan twitter, udah capek duluan buat berkreasi dan meningkatkan rasa keingintahuan (curiosity). Padahal tau gak sih, kalian justru hebat jika mengerti semua detail pekerjaan dari yang cemen cemen tak berarti hingga jika suatu saat ad adi posisi yang membutuhkan pemikiran tingkat berat.

Sorry to say, kalo rekan rekan kerjaku di daerah dulu, punya kreativitas, tanggung jawab, mental dan yang paling penting rasa keingintahuan yang jauh lebih tinggi dibandingkan beberapa yang saya temui akhir-akhir ini. Mungkin karena ibukota memberi semua fasilitas, jadi banyak anak anak sini yang cenderung “menggampangkan” apa-apa, sehingga gak ngerti yang namanya pay attention to detail. Miris…

Semoga cerita ini terjadi hanya di sisi saya saja…atoooo., semoga juga saya salah menyimpulkan karena contohnya hanya dari satu daerah saja.. Ini hanya perbandingan based on pengalaman kok, kalo diulas apa dan mengapa-nya ntar bisa jadi jurnal ilmiah.. *Capekkk deh..

Buat temen temen di daerah, keep fight! Kalian bisa kok bersaing dengan anak Jakarte !! *smile*

Hits: 635

Di usia yang udah kian “uzur”  begini, aku sangat menyadari pertanyaan yang paling sering aku dapatkan atau istilahnya Frequently Asked Question (FAQ) adalah sudah menikah? Atauu.. kapan menikah? Pertanyaan ini tentu saja paling sering datang dari orang yang dikenal atau dari teman lama yang sudah lama tidak berkomunikasi. Nah…khusus untuk teman-teman lama ini aku selalu menganggap hal itu sangat wajar. Ya, namanya temen, itu pertanyaan standar utama ketika sebuah komunikasi terjalin lagi. Aku tentu saja berusaha “damai” menjawab pertanyaan itu, bilang aja yang sebenernya…kalau sampai sekarang emang belum ketemu jodohnya dan mohon didoain aja deh… Bener kan?  Menjadi tidak wajar apabila teman-teman itu mendadak sok tahu dan, tiba-tiba meluncurlah berbagai nasehat dan petuah seolah-olah mereka lebih tau kehidupanku. Sebagai contoh; “Duh lo sih pilih pilih”, “makanya jangan kebanyakan kerja..”, “eh..ngapain pake kuliah lagi..tuh bikin gak ketemu jodoh..” en de bra en de bra en de bra ..

Herannya “petuah” seperti itu tidak hanya datang dari teman-teman yang dulu memang dekat, tapi juga orang- orang yang dulu cuman kenal selintas atau bahkan hanya temannya teman. FYI, Aku sangat menghargai “nasehat nasehat’ itu, dan aku anggap sebagai bentuk perhatian bahkan doa, tapi sebagai teman yang baik harusnya tidak menjudge seolah kalian lebih tau diri gw daripada gw sendiri. Oh, no… misal kita gak ketemu 5-7 taun ..Sudah banyak hal yang terjadi di diri gw.. dan gw gak perlu curhat hal itu kan sama kalian ?? Aku suka geleng geleng sendiri sama teman teman yang katanya “berpendidikan” itu, kok rempong bener ngurusin privacy orang yah? Harusnya bisa dong bedain mana bagian  yang pribadi dan sensitive, mana yang gak.  Keluargaku yang tidak terlalu berpendidikan saja gak pernah tuh sok ngasih nasehat dan mendadak jadi ustadz. Udah deh, udah sama sama dewasa semua.. siapaaa jugaa aa yg gak mau nikah..Gw ngerti kok masalah umur, kesuburan lebih lebih lagi itu tentang urusan dengan Tuhan. Tapi keknya saat ini lebih penting doa deh.. daripada petuah gak penting yang cenderung menyudutkan begitu.

Ini sebenernya satu contoh budaya buruk bangsa ini. Budaya jaman dinosaurus yang masih aja dipake. Suka repot ngurusin hidup orang.. Mungkin maksudnya baik tapi lama lama kok jadi kebablasan. Coba kalo ketemu temen lama itu, cari obrolan yang lebih produktif deh..sukur sukur bisa bikin bisnis. Lagian nih…misal gw belom nikah? Lo pikir gw gak bahagia? Atoooo gw mengancam kehidupan mahluk di dunia? Duh pleaseee…. Buang jauh jauh pikirin sempit jaman kerajaan Kutai Kertanegara itu.. Kasian sekali orang-orang negara ini kalo tiba tiba mendadak semua rajin ngurusin hal hal pribadi orang. Giliran korupsi aja diem diem…

Oya, ini gak marah marah kok…cuman pengen cerita doang… Hahahahhaha

Hits: 662