Membayangkan macetnya tol Jagorawi di Senin pagi sama sekali tidak membuat semangat saya hilang untuk segera tiba di Solo. Jarang-jarang nih bisa mengeksplore salah satu daerah heritage Indonesia ini, apalagi akan menginap di Best Western Premier Solo Baru (BWPSB), salah satu hotel chain terbesar di Solo. Bersama Mas Disgiovery, pagi pagi banget saya sudah nangkring di Bandara Halim Perdana Kusuma. Biarpun blogger keren ini sudah hampir menjelajah seluruh Indonesia, ternyata dia baru pertama kali ke Solo, loh!. Klop deh, saya juga pertama kali untuk liburan!

bandara
Welcome to Solo!

Pesawat Citilink yang kami tumpangi mendarat dengan mulus di Bandara Adi Sumarmo Solo. Hmmm, ngomong-ngomong Adi Sumarmo siapanya Adi Sucipto, ya? Kalau kakak beradik, hebat yaa,..masing-masing punya bandara, pasti orang tua mereka bangga banget. Stop!! Garing!! Hehehe. Kami dijemput oleh staf BWPSB dan langsung menuju hotel.  Sepanjang jalan -persis lah kayak turis sok keren- semua sudut kota Solo tidak luput dari pertanyaan kami. Untungnya Mas penjemput yang baik hati, tetap melayani semua celotehan kami dengan senyum manis.

***

Rencananya, selama dua hari saya dan beberapa teman blogger akan mengeksplore kota Solo. Bagian ini akan saya ceritakan di tulisan terpisah ya, sekarang saya mau cerita dulu tentang BWPSB yang terhitung hotel baru di Solo. Awalnya, Saya tahu chain hotel internasional ini justru saat berkunjung ke Phoenix, Amerika Serikat. Disana Best Western (BW) hampir ditemui di setiap sudut kota di negara bagian Arizona. Ternyata, headquarters BW memang ada disana. Makanya standar fasilitas dan pelayanan BWPSB pun mengikuti standar Amerika. Sekedar informasi, BW mempunyai tiga tipe hotel yaitu; Best Western Core, Best Western Plus dan Best Wester Premier. Jadi kebayang dong, fasilitas BWPSB pasti lebih baik dari dua tipe lainnya. Hebatnya BW tipe Premier justru lebih banyak di Asia daripada di negara asalnya. Artinya pasar kelas premium di Asia termasuk Indonesia; cukup besar. Oh ya.. dari 12 hotel di Indonesia, BW Premier ada di dua kota lain selain Solo yaitu; Jakarta dan Bandung.

blog1
welcome greetings

Nyaman, Strategis, Lengkap

Konsep yang dibangun oleh BWPSB adalah kenyamanan dan kelengkapan fasilitas di tengah pusat kota. Posisinya juga strategis karena dikelilingi dua mall besar, dekat dengan pusat kota dan ke depannya tidak jauh dari lokasi akan dibangun rumah sakit berskala internasional. Cocok buat siapa saja yang berkunjung ke Solo baik untuk urusan bisnis atau liburan. 

lobi
lobi dari lantai 2

Dari sejak masuk lobby, BWPSB sudah memberikan rasa feel hommy.  Lobby-nya luas, mewah dan cozy. Kalau tiba disini sebelum jam check in, kita bisa menunggu sambil main billiard, atau mencicipi wine di Chrysolite Lobby Lounge. Eh, ada wine yang sudah lebih dari 10 tahun loh!

Lobby luas lengkap dengan meja billiard
Lobby luas lengkap dengan meja billiard

Total ada 384 kamar dengan 5 type di BWPSB, yaitu Superior, Deluxe, Super Deluxe, Suite dan Premier. Range harganya cukup terjangkau kok untuk Hotel Bintang 4+. Ssst,…Room Premier sering digunakan oleh beberapa petinggi negara, salah satunya adalah Presiden RI yang sudah purna tugas. 

Kamar saya ada di lantai 18, di koridornya ada kaca besar yang membuat kita bisa berlama-lama memandangi kota Solo. Cantik sekali. Kamar Superior ini sangat nyaman, dengan tempat tidur yang bikin kita betah plus ada meja kerja! Ini penting banget buat saya yang sering menghabiskan malam dengan menulis. Kamar mandinya pun cukup luas dengan toiletris yang lengkap plus segala perlengkapan kecil-kecil yang kadang kita lupa bawa dari rumah. Asyiknya, buat yang banci colokan, kamar-kamar di BWPSB punya colokan dimana-mana. So, kalau traveling bersama teman dan keluarga, tidak perlu membawa kabel ekstension atau gantian nge-charge gadget. Setiap tamu juga diberikan internet berkecepatan tinggi dengan akses yang sama di seluruh penjuru hotel. Jadi kita tidak usah repot-repot login ulang jika keluar kamar.

deluxe room
deluxe room
Bocoran nih buat para budget traveler yang ingin mencicipi BWPSB; sering-sering mengunjungi website-website booking hotel, karena di beberapa waktu tertentu BWPSB menawarkan smart room, yang harganya miring tapi fasilitasnya tetap sama seperti kamar-kamar lain. Lumayan kann…

Hari pertama di Solo, belum apa-apa saya sudah capek mengelilingi Pasar Klewer dan Keraton. Panasnya Solo itu benar-benar panas, sampe matahari juga mungkin kepanasan..hehehe.. (menirukan anekdot seorang komika), tapi rasa penasaran dengan Solo membuat semua lelah menjadi tak terasa. Apalagi ketika kembali ke BWPSB, fasilitasnya benar-benar memanjakan. Ada Bhuvana Spaluxe yang siap membuat tubuh lentur kembali, setelah itu kita bisa lanjut nongkrong-nongkrong cantik di Skyline yang terletak di lantai 22. Di malam-malam tertentu ada live music akustik yang keren dengan sajian makanan unik dan berganti-ganti setiap minggu. Hmmm, memandang keindahan Solo dari ketinggian, ditemani lagu-lagu Glenn Fredly dari live music, bisa membuat kita memasuki masa galau, loh! Makanya kalau kesini, jangan sendirian yaa… *senyum 🙂

fitness-center
fitness center

 

 

kolam

Paginya setelah pulas beristirahat kita bisa mencoba fitness center dan berenang di lantai 3. Kolam renangnya bermodel infinity alias seperti tak berbatas. Kekinian dan sangat instagramable! Sayang, kemarin saya lupa membawa bikini eh,..baju renang muslimah. Jadilah saya cuma duduk sendirian di pinggir kolam yang menyatu dengan bar. Asyik deh, kita bisa berenang dan pesan minuman tanpa beranjak dari kolam renang. Kalau tidak sempat keluar hotel, boleh juga menunggu sunset atau sunrise di area kolam renang yang katanya yang paling bagus di Solo.

Fasilitas MICE (Meetings, Incentives, Conferencing, Exhibitions) Terbaik di Solo

BWPSB kini menjadi salah satu pilihan terbaik untuk kegiatan-kegiatan konfrensi dan seminar di Solo. Dengan variasi ruang meeting dan konferensi, hotel ini bisa menjadi alternatif untuk kegiatan-kegiatan korporasi. Tidak tanggung-tanggung ruang konferensinya yang paling besar bisa menampung 2500 orang sekaligus dan ini adalah ruang konfrensi terbesar di Solo. Tidak heran kalau beberapa artis ternama pernah mengadakan konser disini. Parkirannya gimana?! Jangan khawatir, tempat parkirnya pun luas dan lega. Jadi kalau ada kegiatan massal, kita tidak perlu rebutan tempat parkir atau sampai harus parkir di luar gedung.

blog5
satu sudut ballroom

Buat yang mau kawinan, ini juga boleh jadi alternatif, loh!. Selain daya tampung yang besar tadi, dijamin AC-nya paling dingin karena didukung oleh eternit yang tinggi. Biasanya kalau kita kondangan di gedung, jika tamu sudah membludak, pasti akan terasa panas dan tidak nyaman. BWPSB menjamin, sirkulasi udara di Ballroom-nya sangat baik.  Nah, yang memang lagi hunting gedung pesta pernikahan di Solo, buruan booking! Untuk 2017 ball room BWPSB hampir fully book!

Ini nih yang paling penting! Makan!! Dua hari bermalam disini, saya puas sekali dengan sajian makanannya. Tidak hanya suguhan makanan nasional dan internasional, chef-chef berpengalaman di BWPSB juga mahir mengolah berbagai makanan khas Solo. Pokoknya kalau sibuk dan tidak sempat mencari makanan lokal, tenang…. hotel bisa menyediakan semuanya. Oya, saat sarapan pagi, jangan lupa mencoba jamu beras kencur dan cream yogurt-nya. Seger banget!

dessert yang menggoda
dessert yang menggoda
Penyajian makanan tradisional
Penyajian makanan tradisional

Terakhir, ditengah menjamurnya hotel hotel baru di Solo, BWPSB bisa jadi rekomendasi terbaik. Dengan segala kelebihannya; lokasi, fasilitas, berstandar internasional dan kenyamanan yang ditawarkan, bolehlah BWPSB disebut hotel all in one.

Jadi Kamu kapan main ke Solo?

narsis sebelum pulang, terima kasih BWPS!
narsis sebelum pulang, terima kasih Best Western!

Best Western Premier Solo Baru

Tel : +62 271 621 666   Fax : +62 271 788 0921
Email : reservation@bwpremiersolobaru.com
Address : Jalan Ir. Soekarno, Solo Baru, Sukoharjo – 57552, Jawa Tengah – Indonesia

 

 

Hits: 2056

Jokowi sudah tahu kan siapaa? Yaa taulaahh… keblinger aja kalau ada anak Indonesia yang ditanya siapa Presiden RI masih jawab Pak Harto. Hehehe.. Tapi Raim Laode? Apa semua orang sudah tahu? Pasti banyak yang belum kaann?? Coba deh sebelum lanjutin baca tulisan ini, kalian masuk Youtoube sebentar dan search “Raim Laode”.………… Gimana ? Udah ketemu? Udahhh? Lucu kaann??! Dia anaknya baik kok…bukan cuma lucu. Serius.

Oke, silakan baca juga tulisan saya tentang Raim yang sempat juga dimuat di Kompasiana. Dengan “berat hati”, sejak kemunculannya di TV, saya ngefans-banget sama Raim. Eh, gak berat hati deng…beneraan serius ngefans.. (takut ditimpuk Raim). Padahal aslinya saya jarang nonton TV! Gara-gara tulisan dan segala macam urusan yang sangat duniawi akhirnya kita ngobrol via sosmed. Penasaran dengan wujudnya, gimana (Raim, pisss!!! Jangan maraahhhhh), kita janjianlah buat ketemu. Sekalian sih, saya juga pengen nanya-nanya tentang Wakatobi sebagai salah satu daerah yang ingin saya kunjungi untuk sebuah pekerjaan.

Dan pada sebuah hari yang mendung (namun tak berarti hujan), kami merencanakan bertemu setelah sholat Jumat di sebuah tempat di bilangan Jakarta Pusat. Pagi-pagi saya sudah kontak Raim untuk mengingatkan janji tersebut. Baru sekitar 20 menit rekonfirmasi dengan Raim, jreng..jreng..jreng, saya mendapat telepon dari Istana (beneran Istana Negara, bukan Istana Boneka) untuk makan siang bersama Jokowi. Ini Beneraann Joko Widodo  yang RI 1. Ini baca deh ceritanyaaa disini, jadi saya gak perlu cerita panjang lebar lagi.

Di tengah suhu badan yang panas dingin, linglung, bingung dan kacau karena dipanggil Presiden, saya telepon Raim. 

“Im, aduhh…sorry banget, aku dapet undangan dari Istana untuk makan siang dengan Jokowi”. Dari ujung telepon, reaksi Raim kayaknya terdiam sesaat. Dia pasti mikir baru kali ini ada yang “berani-berani-nya” batalin janji sama calon artis besar Indonesia, dan alasannya mau makan siang dengan Presiden!! Hayoo, pernah gak ada yang janjian dibatalin gara-gara Presiden??!  Hahahaha… Sesaat kemudian Raim bilang: What??? Tidak apa-apa, kaka.. Nanti kita bisa atur ulang. Saya mengerti pasti kaka pilih Jokowi . Saya cuma ketawa, yaaa iyaalah, Im.. saya pasti pilih ketemu RI 1! Hahahaa… 

Namun singkat cerita, sore itu saya tetap bertemu Raim -yang kebetulan lagi kosong jadwalnya- dan bersedia menunggu Saya. Sosok aslinya ternyata jauh sekali dari panggung megah. Kalem, lebih banyak diam dan tidak seheboh di panggung.  Meskipun tidak banyak ngomong, saya tahu Raim cerdas, banyak kata-katanya yang singkat tapi tajam. Saya kaget, waktu  dia bilang ingin melanjutkan kuliah S2 di jurusan Sejarah seperti S1-nya bukan jurusan-jurusan keren seperti marketing, teknologi atau manajemen yang diminati banyak orang. Alasannya, justru karena banyak orang yang tidak mau mendalami sejarah, makanya dia mau belajar sejarah. Dengan semua kesederhanaannya kita bercerita tentang banyak hal, dari musik, seni, Jakarta yang kejam, pariwisata, teknologi, politik hingga mantan (uhuk…)

***

Cerita pendek tentang Raim tadi, menjadi pembuka saya untuk turut serta di Kompetisi Blog Review SUCA 2 ini. Seperti yang saya tulis pada paragraf sebelumnya, saya sendiri jarang banget nonton TV. Stand Up Comedy di hampir seluruh TV mungkin satu-satunya acara selain talkshow berita yang saya ikuti. Saya juga tahu SUCA awalnya dari Youtube. Dan Raim-lah yang membuat saya bergegas pulang ke rumah setiap hari lebih cepat demi menonton SUCA. Walaupun banyak juga tayangan SUCA yang saya tonton lewat Youtube. Maklumlah, pekerja seperti saya kadang waktunya memang tidak bisa diprediksi pukul berapa bisa tiba di rumah.

Saya memang tidak dapat me-review tayangan SUCA dari awal sampai akhir. Namun keinginan saya bertemu langsung dengan Raim seharusnya bisa menjadi tolak ukur bagaimana saya mengagumi acara ini. Raim memberikan warna pada komedi yang renyah, cerdas, khas Indonesia dan mengandung kritik sosial. Saat banyak anak muda mengidolakan selebgram yang hidupnya jauh dari norma-norma Indonesia pada umumnya, Raim justru membawa pesan bahwa Indonesia ini kaya akan budaya dan alam yang indah. Dia pede dengan ketimurannya. Dia bangga akan asalnya. Sesuatu yang hampir langka dengan anak muda yang kini makin kebarat-baratan. 

https://www.youtube.com/watch?v=EPEiprfQ8jE

Ternyata jadi stand up comedian itu tidak mudah loh! Bukan perkara gampang berdiri di muka umum, ngomong sendirian, harus lucu dan lebih lebih lagi harus punya muatan mencerdaskan kehidupan bangsa (ciyeee). Karena itu saya  percaya semua komika yang terpilih di SUCA pasti orang-orang dengan tingkat kecerdasan di atas rata-rata. Itulah yang membedakan komika dengan penyanyi. Kalau penyanyi, dia bisa menyanyikan lagu yang sama di setiap konsernya. Kalau komika membawakan materi yang sama itu-itu saja, pasti penontonnya bosan. Kerennya SUCA memiliki barisan mentor-mentor berpengalaman mampu membuat penampilan komika tetap segar setiap minggu bahkan setiap hari. 

Meski tidak sempurna, SUCA sangat patut menjadi salah satu talent show terbaik di Indonesia.  Yah, alasannya itu. Bukan hanya menghibur, program ini bisa jadi inspirasi untuk anak-anak muda yang kreatif. Dengan 42 peserta yang datang dari seluruh Indonesia dari berbagai kalangan dan kelas sosial ekonomi, SUCA adalah wadah baru bagi ide-ide kreatif generasi muda.  Tidak hanya Raim, saya bangga karena peserta SUCA sebagian besar datang dari daerah yang memiliki misi mengenalkan daerahnya. Ternyata komedi bisa menjadi bahasa yang sangat universal. Kamu yang besar di Papua dan kamu yang lahir di Aceh, disatukan untuk bersama-sama melihat luas dan indahnya Indonesia hanya dari satu panggung. Luar Biasa!

Walau masih ada kekurangan, ya namanya juga program TV yang tidak terlepas dari bisnis untuk mencari profit. Tapi Saya yakin kedepannya program ini masih akan terus diminati. Tentu saja harus dibarengi kerja keras Tim Indosiar. Maju terus, jadikan komedi bagian dari bangsa yang sudah “makin tidak lucu” ini. Jadikan lebih banyak seniman komika yang membuat Indonesia lebih segar dan berwarna. Dan paling penting jadikan generasi bangsa yang penuh inspirasi dan makin cinta negerinya.

 

 

 

Hits: 882

“Saya membatasi penggunaan teknologi untuk anak-anak di rumah” ungkap Steve Jobs seperti dikutip oleh New York Times 2010 lalu. Pada masa-masa bermain, Jobs membiarkan anak-anaknya menghabiskan waktu di luar rumah, bercengkerama dengan alam bukan games online yang membuat mereka seperti tidak kenal dunia lain. Jobs ngeri membayangkan hilangnya kehangatan di meja makan, karena anak-anak mulai kecanduan gadget. 

45d7772b-ff4d-4a94-b44b-ffa9c0d6a167

Jika Steve Jobs saja masih percaya alam adalah tempat bermain terbaik, kita sendiri kapan terakhir bermain di luar ruang? Mungkin generasi yang lahir setelah tahun 2000 apalagi anak-anak yang tinggal di kota metropolitan, tidak tahu namanya engklek, tidak pernah main kelereng dan tidak tahu apa itu gobag sodor. Kini mana ada lagi anak-anak yang bermain petak umpet di halaman rumah. Mana ada lagi anak-anak berpeluh mengejar layangan putus di sore hari.  Sudah sulit mencari anak-anak perempuan bermain tali dan bermain bekel di teras rumah, karena update status dan posting foto di sosial media (yang ternyata tidak sosial) lebih diminati. 

lagi kerja ini..bukan main games online..
lagi kerja ini..bukan main games online..

Mengurangi kerinduan akan masa-masa itu, Sabtu 8 Oktober 2016 lalu saya dan beberapa teman blogger mendapat kehormatan dari Menpora untuk meliput Tafisa (The Association For International Sport For All) Games 2016. Berbanggalah, pada 2016 Indonesia jadi Tuan Rumah perhelatan akbar olahraga tradisonal yang dihadiri oleh 87 negara ini. Tafisa merupakan satu-satunya pesta olahraga internasional yang berisi berbagai perlombaan dan eksibisi olahraga tradisional dan rekreasi dengan keunikan kultural. Ajang empat tahunan ini menjadi media pertemuan dan penjalinan persahabatan yang erat antar seluruh warga dunia yang mencintai olahraga tradisional. 

bersama Pak Menteri sebelum muter muter...
bersama Pak Menteri sebelum muter muter…

Satu hari penuh Pak Menteri mengajak kami berkeliling Ancol, melihat dari dekat berbagai perlombaan yang digelar. Bahkan beberapa kali Pak Menteri dengan asyik mengajak kita mengikuti beberapa lomba. Beliau semangat banget mencoba hampir semua permainan. Salut saya dengan staminanya! Gak ada capeknya!! Cuaca mendung dan sedikit gerimis sama sekali bukan halangan. Dari naik perahu naga, mencoba permainan lempar bola ala Perancis, jalan kaki keliling Ecopark, main dengan Enggrang, mencoba lembar batu ala Polan hingga menonton pagelaran tari asal Jambi. Belum lagi melayani ratusan pengunjung yang mau selfie. Aduhhhh…..begitu toh kalo jadi menteri! *Siap siap kali aja besok-besok ditelpon Jokowi lagi. Hahahaha.. 

197f7060-02ba-480c-9b56-6bf3d8479e4e
salah satu tarian lokal…

Saya baru tahu ternyata permainan engklek  juga ada di Spanyol dan Perancis. Itu loh, permainan dimana kita harus meloncati tanah atau batu yang sudah dibentuk persegi atau bulatan. Buat yang gak tau, bisa jadi kalian “terlalu anak kota” sehingga mungkin tidak pernah main di luar rumah. 😀  Engklek Indonesia lebih sederhana, kita tinggal loncat pada batu  yang berurutan, bisa dengan satu atau dua kaki. Sementara engklek Spanyol, harus jalan mundur dengan satu kaki pada kotak-kotak yang sudah diberi nomor. Kalo diperhatikan memang lebih mudah engklek Indonesia, seolah jadi cermin bangsa kita memang senang yang “mudah mudah” saja. Hehehehe.  

Pak Menteri main engklek..
Pak Menteri main engklek..

Uniknya, -meskipun seperti turnamen- Tafisa bukan seperti olympiade.  Tidak ada juara dan medali. Juaranya adalah kebersamaan, sesuai dengan tagline Tafisa : Unity in Divesity. Puluhan atlet berkumpul dari berbagai negara berbagi kebersamaan dengan keceriaan dan kegembiraan. Di satu sisi, sekelompok bule bertanding menyodok bambu panjang dengan beberapa pria lokal. Persis seperti main tarik tambang, tapi tambangnya diganti bambu serupa yang sering digunakan dalam panjang pinang. Hmm, kebayang gak?!

Sementara itu di pantai karnival, siapa pun boleh mencoba volley pantai asal bisa mengumpulkan pemain sendiri. Boleh juga mencoba perahu naga pun bersama siapa pun yang kita mau. Lintas bahasa, lintas negara. Wah, ternyata, permainan tradisional bisa juga menjadi bahasa yang universal. Kostum unik dan lucu dari para delegasi, membuat kegembiraan terpancar jelas di wajah mereka. Ya, ini memang bukan seperti kompetisi.

6bb60653-3359-444e-b917-8efbf70eaea2

Salah satu yang juga menarik adalah sekelompok orang Bandung yang menamakan diri Komunitas Hong. Saya sempat berbincang dengan salah seorang pendiri satu-satunya komunitas yang melestarikan permainan tradisiona ini.  Katanya, komunitas ini juga mempelajari banyak permainan tradisional dari negara lain. Tidak main-main loh, mereka melakukan riset yang serius untuk mengetahui makna dan filosofi dibalik sebuah permaianan.

a046886c-261f-4d16-aaa6-c330c9112386
di barak komunitas hong..

Sayang,  gaung acara ini tidak terlalu kinclong. Namun bagi saya, bukan masalah publikasinya, tapi semangat Tafisa-lah yang harus lebih banyak ditularkan. Kita mungkin lupa berapa banyak kultur  dengan “local wisdom” diperoleh dari bermain, dan bagaimana semua itu hampir tinggal cerita, saat nyaris semua permainan telah menjelma dalam format digital.  

Tafisa 2016 jadi awal kita bernostalgia, mengenang masa-masa dimana kekerabatan ada tanpa sekat dan masa  saat kuota internet bukan segala-galanya. Lebih penting lagi sebenarnya ini adalah cara kita menjaga budaya bangsa.  Cara kita “menjual” Indonesia yang kaya akan budaya, nilai dan filosofi. Kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya.

Credit Picture to:

www.obendon.com

www.adlienerz.com

www.peekholidays.com

www.thetravelearn.com

www.bawangijo.com

www.tindaktandukarsitek.com

www.winnymarlina.com

www.parah1ta.jalanjalanyuk.com

missnidy.blogspot.co.id/

 

Hits: 1079

Kalau ada yang bilang home is where the love is, mungkin Museum Peranakan Penang bisa menjadi contoh rumah yang penuh cinta.

Museum ini awalnya rumah biasa, kediaman seorang keturunan Tiongkok bernama Chung Keng Kwee yang didirikan pada akhir abad ke-19. Babah, sebutan untuk Chung Keng Kwee konon merupakan orang paling kaya di Penang pada masanya. Babah menikah dengan beberapa wanita lokal Melayu, karena itulah museum ini sering juga disebut Museum Babah Nyonya. Hebatnya istri-istrinya itu, dulu hidup rukun di rumah yang kini sudah menjelma menjadi museum tersebut. Kalau jaman sekarang ada gak yaaa, para madu yang mau tinggal serumah begitu?  Ada sih pasti ya, apalagi kalau suaminya semapan dan sekaya Baba. Hehehe.. 

museum9
Ruang Utama di Pintu Masuk

Salah satu itinerary jalan-jalan saya ke Penang beberapa waktu lalu adalah berkunjung kesini. Awalnya saya tidak memang terlalu banyak berekspektasi. Saat tiba di lokasi pun, museum ini hanya seperti rumah Melayu yang dari luar terlihat biasa saja, bahkan tidak tampak seperti museum. Halamannya sempit dengan kapasitas parkir tidak lebih dari lima enam buah mobil saja. Saya sempat berpikir: apa sih istimewanya sih tempat ini…

Ruang Keluarga
Ruang Keluarga

img-20160814-wa0155

Ternyata memang istimewa…

Ada dua bagian utama  yang saling terhubung di museum ini. Bagian pertama dulunya merupakan tempat tinggal keluarga Babah sementara bagian kedua menjadi tempat untuk mengelola bisnisnya. Pengunjung terlebih dulu akan memasuki rumah utama di bagian pertama sebelum menjelajah sisi bangunan yang lain. Baru masuk, sebuah ruang besar akan menyambut kedatangan pengunjung. Bagian tengah ruangan ini dibiarkan kosong dan terbuka tanpa plafon agar cahaya matahari bebas lepas masuk ke dalam rumah. Konsep ini sebenarnya ditemukan juga di kelenteng atau vihara. Fungsinya, selain memperlancar sirkulasi udara, juga mengandung filosofi  rejeki yang yang lebih lancar mendatangi empunya rumah.  

 

museum7

Berhadapan langsung dengan ruang terbuka itu, ada meja besar yang berfungsi selain sebagai meja makan keluarga, juga sering digunakan untuk menerima tamu bisnis. Uniknya, di kiri dan kanan meja tersebut, diletakkan dua kaca berukuran besar yang berfungsi layaknya CCTV. Seluruh aktivitas ruangan utama terpantul pada kedua cermin tersebut. 

Masih di lantai satu, berdampingan dengan ruang utama ada jalan tembus menuju vihara pribadi dan masih digunakan hingga saat ini. Konsepnya masih sama, kosong di bagian tengah, namun penuh ornamen khas Tionghoa. Bedanya hanya tidak didominasi warna merah, melainkan warna abu-abu dengan ukiran-ukiran besar yang didominasi warna hijau, abu abu dan emas.

vihara
vihara

Hampir seluruh sudut rumah penuh dengan guci antik dan kristal-kristal mahal. Semuanya dipajang pada lemari-lemari kaca yang tidak boleh disentuh. Lukisan lukisan bergaya tiongkok terlihat di beberapa bagian ruangan. Dengan penataan yang cenderung minimalis, dipilih perabot yang berkesan klasik dan menunjukkan kelas sosial sang pemilik rumah. Walau dipenuhi aksesoris, tata letak keselurahan tetap memberi kesan luas, yang membuat pengunjung bebas mengamati barang-barang koleksi. Mungkin dulunya memang dibuat leluasa, agar anggota keluarga dapat nyaman bercengkarama.  Secara total jumlah koleksi museum ini mencapai 1000 buah. Benar-benar gila dan gak tanggung-tanggung buat semua “rumah biasa”.

museum2

Dari lantai dua, seluruh aktivitas di lantai satu bisa dipantau, karena keduanya dibuat terbuka dan dihubungan dengan tiang kayu yang sangat eksotis. Lantai dua sebenarnya tidak terlalu luas, namun penempatan kaca-kaca yang nyaris sebesar dinding membuat ruangan tampak lebih leluasa. Disini juga ada kamar tidur utama, lengkap dengan seperangkat kursi dan dipan antik yang berkelambu. Pada satu sisi dipajang pula koleksi kain milik Nyonya Rumah. 

Ruang Tidur Utama
Ruang Tidur Utama

Nah, bangunan kedua yang terletak di belakang rumah utama dulunya memang digunakan sebagai workshop empunya rumah. Salah satu bisnis Baba dulunya adalah pembuat perhiasan emas. Di satu sisi, dipresentasikan perangkat pengerajin emas. Sementara pada sisi berdampingan, dipamerkan koleksi perhiasan keluarga ini. Wah, sampe tak berkedip mata ini melihat kinclongnya deretan perhiasan mahal dalam kaca-kaca kristal yang tebal. dengan pengamanan berlapis.

menempa emas..
menempa emas..

Kebayang dong harganya,… kalau jadi warisan kita di Indonesia, bisa gila bayar tax amnesty-nya!! Hehehehe. Sementara itu dinding workshop dihiasi koleksi  tekstil dan busana perempuan melayu kuno yang tertata apik dalam bingkai tembus pandang. Tidak itu saja, belok sedikit dari workshop, dipamerkan deretan perangkat dapur yang kini mungkin hanya bisa kita temui di rumah nenek. Uniknya, lantai di bangunan kedua, konon didatangkan dari Inggris. Motifnya memang unik, seperti ada karpet yang nempel di lantai.

museum8
Ruang Koleksi Perhiasan

Keseluruhan, isi museum ini menakjubkan. Pantas saja menjadi salah satu bagian dari World Heritage Site of Georgetown. Tampak depan yang biasa-biasa saja, ternyata tidak mencerminkan isi dalamnya. Buat yang mau ke Penang, saya rekomen deh tempat ini. Bukan cuma keren buat foto, tapi juga edukatif banget, pas untuk liburan keluarga.

 source featured image: www.kasublog.com

 

 

Hits: 1313

Lagi asik menikmati sarapan pecel, whats app saya berbunyi. Riesma, sahabat saya ingin memastikan alamat-alamat sosial media dan blog Saya. Katanya lagi ada yang hunting, kalau beruntung bisa diajak makan siang dengan Presiden Jokowi hari ini. Iseng saya jawab: “Wah, kasian amat… Presiden lagi gak punya temen makan siang, ya?!!” Hehehe..

Tak berapa lama, ponsel saya berbunyi. Seorang perempuan mengaku dari Tim Komunikasi Istana bertanya beberapa hal terkait kegiatan digital saya. Saya jawab dengan jujur, baik di blog ini maupun di Kompasiana, saya sering menulis tentang Pemerintah secara umum, meski tidak menyinggung Presiden secara khusus. Tidak ada tulisan yang menunjukkan saya ini “die hard” nya Jokowi, bahkan beberapa tulisan malah memberikan kritik bagi beliau. Telepon ditutup, saya tidak berharap banyak. Bener-bener gak ngarep. Siapalah gw ini…

Telepon berbunyi lagi 30 menit kemudian. “Mbak Vika, bisa ready di Istana pukul 11 siang?” kata suara di seberang sana. Saat itu waktu tengah menunjukkan pukul 09.40 WIB, artinya saya cuma punya waktu 1 jam lebih sedikit untuk tiba di Istana. Sarapan pecel saya sudah habis, sementara layar laptop masih menayangkan angka-angka yang harus dianalisis. Di sisi meja kerja, tergeletak beberapa pesanan buku Jam Weker yang harus ditandatangani.  Siangnya saya ada janji dengan Raim Laode (akan saya ceritakan ini di tulisan berbeda). Tiba-tiba saya terserang sesak nafas, mual dan panic attack! Saat itu juga saya langsung menghubungi Riesma: Bo, gw jalan ke Istana, sekarang!!

Buru-buru semua peralatan kerja saya bereskan.. Di luar hujan lumayan deras. Mas Adi, pramubakti kantor membantu saya mencari taksi menuju Sarinah tujuannya jelas buat cari baju, karena tidak mungkin pulang ke rumah di Bogor. Hari itu tidak ada janji meeting formal, saya berbusana casual; baju kaos dan celana semi jins. Sementara pihak Istana mewajibkan dresscode baju putih, tanpa celana jins dan tidak menggunakan sandal. Keputusan saya ambil degan cepat meski masih diliputi rasa kurang percaya. Ini serius? Beneran? Ah, mimpi kali….*cubit cubit pipi sendiri..

Taksi pun meluncur. Dalam perjalanan, saya batalkan seluruh janji hari itu. Beberapa kolega mengira saya bercanda, satu dua yang lain bilang; setelah kembali saya wajib lapor lengkap dengan foto. No Pic Hoax katanya! Saking sibuk dengan ponsel, saya tidak memperhatikan pak driver taksi mengambil jalur yang salah. Dari daerah Bendungan Hilir menuju Sarinah yang paling praktis melalui Sudirman-Bundaran HI malah lewat Pejompongan, muter dari Dukuh Atas yang macet parah. Mau marah sama driver-nya pun gak guna juga… Nyaris 20 menit kami masih stag di Depan Pemakaman Karet, saya cuma bisa ngedumel sendiri. Sampai di putaran Dukuh Atas, saya turun (meskipun masih gerimis), dan melanjutkan dengan ojek menuju Sarinah. Pas mau bayar, eh…ternyata uangnya gak cukup. Untung, mas mas ojek bersedia menunggu.

Waktu sudah di 10.35, bergegas saya menuju rak pakaian wanita. Tanpa banyak pilah pilih, saya ambil sepasang yang kira-kira paling pas, langsung diganti di kamar pas, gak nyoba-nyoba lagi dan hampir gak liat harganya! Hahahaa.. Untung ketika bayar di kasir, masih terjangkau sama dompet. Kurang dari 10 menit, semua selesai. Gilaaa..ini shopping tercepat dalam hidup gw! Setengah berlari saya menuju ATM. Mas ojek masih setia menunggu, saya bayar dan kemudian ganti moda taksi menuju istana. Masih dengan rasa nervous plus deg-deg-an, tempat pukul 10.55 saya tiba di Gerbang Sekretariat Negara.

img20160930123636
menunggu…

Wah, tiba-tiba Saya terserang dejavu! Saya pernah bekerja di lingkungan Istana selama 2,5 tahun di masa Presiden SBY. Lorong-lorong Istana dulu begitu akrab dengan deretan foto-foto Ibu Negara di hampir semua sisi. Pohon besar yang dibentuk bak payung masih berdiri tegak di depan Istana Negara. Kantin Istana yang dihiasi akuarium Ikan Arwana dan rawon terenak di Kantin Setneg membayangi pikiran saya.  Ruang pers sudah berbeda, toko souvenir sudah pindah posisi dan minimarket di parkiran motor sudah tidak ada. Terasa sekali kini banyak yang berubah.

Tiba di gedung utama, saya dan undangan lain sudah ditunggu panitia yang rapih berbaju batik. Mereka menyapa dengan ramah dan meminta kami mengisi daftar hadir. Kelihatan mereka serius sekali menyambut para tamu. Kami di-briefing hingga pukul 12.15 sambil menunggu Presiden selesai menunaikan sholat Jumat. Semua Dos and Donts diberi tahu di forum ini. Eitss… saat itu Saya baru sadar, ponsel saya dalam posisi lowbat. Sementara ponsel satu lagi ketinggalan lengkap dengan chargernya di kantor, karena buru-buru tadi. Panik dong!! Gimana ceritanya, gak ada ponsel, gak ada kamera. Untungnya ada Paspamres dan panitia yang berbaik hati meminjamkan charger ke Saya

Kami dikenalkan dengan koordinator media digital Jokowi. Ia menjelaskan bagaimana tim-nya secara acak mengundang peserta. Ada algoritma dan beberapa pertimbangan, yang memang tidak bisa dijelaskan secara gamblang. Ya sudah ya… anggap saja, saya dan undangan yang lain sedang beruntung. Hehehe. Saya juga sempat berkenalan dengan undangan-undangan lain, beberapa diantaranya bahkan datang dari luar Jawa. Jangan kalian kira mereka itu para buzzer dengan akun ribuan follower, banyak diantara mereka orang-orang biasa, yang terlacak pernah memberikan usulan kepada Presiden melalui akun-akun sosmed beliau.

Tepat pukul 12.35 kami dipersilakan masuk ke ruang utama. Semua tas dan gadget dititipkan pada Paspamres. Hemm, sebel gak bisa cari pokemon deh! … Rasanya gimana gitu, masuk ke ruang makan megah Istana dengan lampu-lampu kristal mewah dan di meja makannya sudah ada label nama kita masing-masing. Waktu masih kerja disana, saya ingat yang bisa dapat label nama seperti itu minimal Gubernur! Serius! Gak Boong! Ini beneran kayak mimpi!!

Tak berapa lama, Presiden memasuki ruangan. Tidak ada protokoler, tidak ada MC seperti acara resmi. Presiden -dengan baju putih dan celana hitam standarnya- dengan  ramah dan menanyakan kabar dan darimana domisili kita. Hebatnya, Presiden-lah yang mengelilingi kursi kita masing-masing, bukan kita yang antre salaman dengan beliau.

 blog4

Setelah sedikit beramah tamah, Presiden langsung mengajak makan siang. Meja panjang kecil tertata rapih di sudut ruangan. Menunya apaa yaa?! Ternyata bukan menu barat yang mewah. Ada goreng burung punai (konon ini masakan favorit beliau), gulai kepala kakap, sambel goreng ati, bakso, rebusan daun pepaya, beberapa jenis sambal dan emping. Tidak ada makanan penutup alias dessert. Bayangan makan siang penuh formalitas, seketika menguap, karena Presiden sangat santai. Ia mempersilakan kita mengambil makanan bersamaan dengannya, tidak perlu sungkan. Bahkan Ia rela antre di belakang tamu undangan. Sambil becanda, beliau bilang: boleh nambah dan boleh bungkus buat pulang 😀

***

Saat makan bersama, pembicaraan dan diskusi dibuka, dengan suasana yang begitu cair. Dari rencana awal ngobrol tentang sosmed, melebar kemana-mana. Mulai dari tax amnesty, HAM, masalah Papua, pariwisata, pendidikan hingga gaji pensiunan. Setiap peserta diberi kesempatan satu-satu untuk ngomong. Boleh saran, pertanyaan, kritik apapun dengan rambu-rambu yang sudah diberi tahu saat briefing. Berat? Gak kok, obrolan meja makan ini kerasa ringan banget. Sepertinya Presiden kita sudah cukup terlatih menjelaskan banyak hal dengan logika sederhana. Kalimatnya pun patah-patah dan berjeda agar kita bisa ikutan nimbrung. Beberapa hoax yang selama ini berhembus di masyarakat pun, dijelaskannya dengan santai. Ada beberapa isu yang coba diluruskan oleh Presiden seperti Freeport, full day school hingga utang luar negeri. Sebenarnya Saya sempat pengen nanya gini: Pak, bosen gak dengan sidang Jessica yang bertele-tele? Tapi takut dikeprok sama Paspamres.. Wakakkaka.

 

Sumber: Biro Setpres
Sumber: Biro Setpres

Setelah sesi makan siang selesai, tibalah saat sesi foto. Presiden begitu sabar  meladeni undangan yang sebagian besar pengen selfie. Fotografer istana kayaknya dilewatin aja.. Hehehe.. Kadang-kadang Paspamres memang sibuk dengan segala aturan. Tidak boleh terlalu dekat, tidak boleh lewat batas ini, batas itu. Tapi so far sih, Jokowi-nya sendiri gak protes! Aduhh..ini beda banget dengan pengalaman saya mengejar beliau di Car Free Day Bogor atau Cap Go Meh Festival di Bogor tahun lalu.  Lebih bahagia lagi, Saya bisa langsung memberikan kenang-kenangan Buku Jam Weker buat beliau. Semoga sempat dibaca ya, pak..

antre selfie
antre selfie

Saya tidak akan mengulas satu-satu isi diskusi siang itu. Akan saya bagi ke teman-teman nanti secara lisan saja. Namun yang jelas saya sangat sangat senang dan bangga bisa jadi sepersekian persen rakyat jelata yang diundang makan langsung dengan orang nomer satu di negeri ini. Tanpa sekat, tanpa jarak, tanpa banyak aturan protokoler. Saya tahu Jokowi kerap mengundang beberapa kelompok, profesi dari berbagai kalangan untuk makan siang di Istana. Sebuah kebiasaan yang nyaris tidak pernah dilakukan oleh Presiden-Presiden sebelumnya. Pencitraan? Politik memang citra (kata Presiden RI ke-6). Tapi sesuatu yang dikerjakan secara rutin hanya demi citra tanpa datang dari hati, pasti melelahkan. Dan…saya percaya, Pak Jokowi melakukan semua ini dari hati bukan hanya demi citra. Believe me..

blog3

Tidak pernah sedikit pun  pernah mimpi dan terlintas di kepala, bisa semeja makan dengan RI 1. Mimpi saya cuma satu; pengen banget bisa naik pesawat Kepresidenan. Halal kan kalau mimpi saja? Hmmm.. Siapa tahu ini jadi jalan untuk mewujudkan mimpi itu. Aaamin… Who knows? We never know, because life is so unpredictable!

 

 

 

 

 

Hits: 5328