Pagi pagi, sahabat saya Munardi yang lebih tenar dengan nama Alex (gak tau asal muasalnya darimana), sudah menjemput saya di depan mess dengan motor putihnya. Setiap akhir pekan, agenda kami adalah sarapan di warung kopi, menghirup segelas (bahkan kadang hingga dua gelas) sanger dingin yang nikmat dengan nasi kuning berbumbu khas Aceh yang terenak di kota ini.  Selanjutnya bersama teman-teman  kami menyusuri Banda Aceh hingga Aceh besar mulai dari Malahayati hingga Lhok Nga. Naik apa lagi kalau bukan naik motor.

Sebagai pendatang alias anak ibukota (uhukk..) yang haus hiburan, pantai dan warung kopi adalah tempat paling indah. Sayang, seringnya kami sendiri bingung mau kemana. Dan pagi itu, tiba-tiba saja kami memutuskan untuk menelusuri Jalan Malahayati-Krueng Raya. Selain jalannya mulus selicin wajah Ibu Atut, pemandangan di sepanjang perjalanan membuat lelah di boncengan motor menjadi tidak terasa. Dulunya, jalanan ini termasuk yang rusak parah karena bencana dahsyat tsunami 2004. Kini, infrastrukturnya makin cantik, dengan pemandangan gunung, pantai dan deretan rumah-rumah lucu yang diperuntukkan donor untuk korban tsunami.

blog3

Rynal, salah satu teman saya menawarkan untuk mampir ke Benteng Indra Patra. Benteng ini nyaris seperti bangunan tua yang senyap dan tidak terjamah. Sumpah, saya juga awalnya tidak tahu, Aceh menyimpan sisa-sisa budaya Hindu. Setahu saya Kerajaan di Aceh ya cuma Samudera Pasai sebagai kerajaan Islam tertua. Namun, konon ini adalah peninggalan sejarah  Hindu dari India di Aceh.  Konon, situs ini didirikan sekitar tahun 604 M oleh Putra Raja Harsya yang berkuasa di India, yang melarikan diri dari kejaran Bangsa Huna. Benteng ini merupakan satu dari tiga benteng yang menjadi penanda wilayah segitiga kerajaan Hindu Aceh, yaitu Indra Patra, Indra Puri dan Indra Purwa. Pada masanya, benteng ini digunakan sebagai tempat pemujaan agama Hindu.

IMG_3450

Semasa Kesultanan Aceh, benteng ini berperan sebagai salah satu garis pertahanan dalam menghadapi Portugis. Penataan bangunan, ruang-ruang serta posisi dari masing-masing bangunan dalam benteng memiliki fungsi -masing-masing. Saya bersama teman-teman sempat menaiki temboknya yang tinggi, duduk dan berfoto di lubang-lubang pengintaian sambil memandang laut lepas. Arsitektur benteng ini terlihat memang sudah maju, bahkan ada beberapa bunker penyimpanan senjata di beberapa titik. Dulu juga ada sungai buatan yang mengelilingi benteng ini, untuk menjaga serangan musuh dari daratan.

lubang pengintaian
lubang pengintaian

Memang sebagian besar benteng pertahanan yang ada di Indonesia terletak di tepi pantai. Tapi bagi saya sih, Indra Patra sangat istimewa. Posisinya yang tepat di pinggir pantai yang langsung menghadap Selat Malaka mampu memanjakan mata dan membuat perasaan terasa damai. Disini kita bukan hanya belajar tentang sejarah tetapi juga menikmati indahnya alam Aceh. Kalau jalan-jalan kesini, yakin deh sepanjang jalan kita akan disuguhi pemandangan indah khas Aceh. Perpaduan perbukitan dan sedikit gunung kapur di sebelah kanan jalan, berpadu dengan pantai di sebelah kiri jalan. Tidak jauh dari sana, ada Pantai Lhok Me; pantai berpasir putih dengan pepohonan di bibir pantai. Ada juga bukit Suharto dan Pelabuhan Malahayati yang sangat instagramable.

Bersama Alex di Bukit Suharto
Bersama Alex di Bukit Suharto

So, masih ragu-ragu buat ke Aceh?

Hits: 1372

Tadi malam saya bertemu seorang pejabat sebuah provinsi di Sulawesi. Beliau ini adalah counterpart Saya di pekerjaan yang lama. Kurang lebih dua tahun tidak bertemu, Ia menawarkan berkunjung kembali ke daerahnya. Saya yang memang niat cari jalan-jalan gratisan tentu saja bersemangat!.  Asal tahu saja, ketika masih bekerja di lingkungan Istana, kami tidak diperkenankan menerima satu rupiah pun dan dalam bentuk apapun dari provinsi-provinsi yag menjadi mitra kami. Nah, sekarang sejak pindah kerja.. ceritanya sudah beda kan?  Karena tidak punya conflict of interest lagi, tawaran itu kayaknya bakal saya follow up!  Hehehe…

Eits, tapi tunggu dulu… Tentu saja tidak ada yang free kan di dunia ini. Kami ngobrol banyak tentang pariwisata di daerahnya.  Mereka punya potensi alam yang indah, kuliner yang enak-enak dan budaya yang unik. Namun sayangnya, sejauh ini kegiatan yang dibuat Pemda tersebut untuk mempromosikan daerahnya masih terbatas pada kegiatan-kegiatan “konvensional” seperti Pemilihan Putri Pariwisata, Pagelaran Tari dan sejenisnya yang lebih bersifat hiburan rakyat. Intinya kegiatan-kegiatan yang tidak memberikan dampak yang signifikan bagi perkembangan kunjungan wisatawan di daerah itu. Kemudian pembicaraan itu pun mengalir, hingga terpikir apa yang bisa saya lakukan untuk pariwisata daerah itu.

***

Pada 2015, Presiden Joko Widodo, menyebutkan pariwisata Indonesia tumbuh di atas rata-rata negara lain di dunia yang hanya 4,4%,  rata-rata pertumbuhan pariwisata negara-negara di kawasan Asean juga hanya sebesar 6%, namun pariwisata Indonesia justru tumbuh 7,2%. Indonesia menargetkan pariwisata akan tumbuh hingga 12% per tahun. Melengkapi data tersebut, Menteri pariwisata menambahkan kunjungan turis mancanegara tahun 2015 mencapai 10,4 juta orang naik sangat signifikan dan estimasi perolehan devisa di sektor ini Rp144 triliun.

Untuk menarik wisatawan, promosi gencar dilakukan oleh banyak provinsi. Namun, istilah “tourism digital media campaign” mungkin baru populer akhir-akhir ini. Pada dasarnya definisi istilah ini adalah upaya kampanye pariwata melalui format-format digital seperti website dan sosial media. Tourism Digital Campaign juga sejalan dengan kebijakan pemerinth pusat dimana salah satu stregi pemasaran yang harus diaplikasian adalah BAS (Branding, Advertising & Selling) dengan kekuatan pada aspek digital.

Menteri Pariwisata Arief Yahya bahkan mengungkapkan satu-satunya cara agar promosi wisata Indonesia bisa lebih masif adalah dengan beralih dari promosi wisata melalui media konvensional seperti TV dan media cetak menjadi media digital

Lalu, ngerjain apa saja sih kegiatan tourism digital campaign ini? Pertama saya menggarisbawahi dikelolanya akun sosial media secara khusus dan serius. Keliatannya sepele, karena sosial media masih dianggap sebagian orang sebagai ajang pamer dan selfie. Tapi kini bahkan perusahaan-perusahaan kelas dunia sudah mulai mengelola akun sosial medianya dengan serius sebagai jembatan berkomunikasi dengan pelanggannya. Untuk tourism, menurut saya hal ini mutlak dan wajib dilakukan oleh Pemda. Pengguna internet di Indonesia adalah yang terbesar di dunia. Sebanyak 93% (72 juta) diantaranya merupakan pengguna Sosial Media, dimana 30 juta diantaranya anak muda (usia 18-35 tahun) yang merupakan pangsa pasar baru pariwisata.

Pada dasarnya, ada beberapa tujuan pengelolaan akun sosial media untuk pariwisata seperti: 1. Sebagai media informasi kegiatan-kegiatan pariwisata  yang digagas oleh pemerintah, swasta maupun Lembaga Non Profit(NGO), 2. media pertukaran informasi antar wisatawan dan calon wisatawan, 3.Referensi/wadah tempat bertanya tentang pariwisata daerah dan 4. media komunikasi dengan berbagai stakeholders.

Memang ada diantara kita yang menghubungi Miss Pariwisata Indonesia jika perlu informasi tentang tempat jalan-jalan yang asyik? Sekarang informasi mana yang tidak bisa diperoleh dengan jari jemari? Sementara itu, hampir seluruh aspek traveling sudah tersentuh teknologi. Dari pemesanan tiket, hotel, provider trip hingga rekomendasi perjalanan semua sangat tergantung dengan internet.

Kini, sudah menjadi trend bahwa berbagai platform sosial media, website dan blogging membuat semua orang seakan menjadi duta wisata daerahnya. Konsep kebangsaan dan nasionalisme yang selama ada di kalangan anak muda, menjadi unsur tak terpisahkan. Ada kebanggaan tersendiri, jika  bisa menayangkan foto-foto keindahan alam di sosial media mereka. Budaya latah selfie di tempat-tempat wisata yang lagi tenar memang sudah mewabah. Ada positif  ada negatifnya, sih.. tapi seharusnya Pemda sebagai pemasar utama pariwisata di daerahnya harus menganggap ini sebagai peluang besar. Kemudian ada fenomena blogging ditengarai lebih “powerful” dibandingkan beriklan secara konvensional. Bahkan biayanya pun terhitung lebih murah dibandingkan membuat satu kemasan iklan khusus di media. 

source: poweredbysearch.com
source: poweredbysearch.com

Sejatinya Pemda dapat merangkum sosial media, blogger, dan orang-orang yang konsen di bidang ini. untuk lebih banyak menulis tentang daerah kita. Caranya macam-macam. Misal undang 20 orang blogger selama beberapa hari untuk mengeksplore daerahnya. Pilih blogger-blogger kompeten dengan banyak follower dan mampu mengemas apa yang mereka lihat dalam tulisan yang apik dan mengundang (bukan mengundang birahi, ya…) Format publikasinya bisa beragam mulai dari blogging, video, foto, post update di Facebook, Instagram, Twitter, Path dll.

Eh, saya bukan promosi blogger loh! Tapi Bapak/Ibu Pejabat Yth, bugdet mengundang mereka itu jauh lebih kecil daripada Bapak/Ibu bikin event pemilihan Putri-Putrian. Serius! Seperti saya bilang, blogger itu kebanyakan mereka yang senang jalan-jalan, suka menulis, hobilah yang membuat mereka menjadi blogger. Paling penting lagi, rasa nasionalisme dan idealisme merekalah yang dengan suka rela menyebarluaskan cerita tentang Indonesia. Diundang dan dipercaya saja sudah sebuah kehormatan bagi mereka.

Masih banyak kegiatan-kegiatan lain yang bisa digagas. Tentu setiap provinsi akan tampil dalam kemasan yang berbeda tergantung kebutuhan, potensi dan berbagai pertimbangan lain. Tertarik? Saya dan teman-teman dengan semangat membangun negeri akan senang hati membantu Bapak/Ibu! Please free to contact me…

<span data-iblogmarket-verification=”bHSl68xC9WFo” style=”display: none;”></span>

Hits: 672

Diajak river tubing pada saat Famtrip Blogger yang digagas Badan Promosi Pariwisata Semarang (BP2KS), saya langsung mikir panjang. Boro-boro bisa ikutan, ngerti river tubing itu apa aja, nggak. Kebayang ini bakal mirip naik Kora-Kora di Dufan yang ujungnya jadi penyesalan seumur hidup. Bedanya river tubing ada airnya dan langsung di alam. Malas deh buat ikutan, Biarin aja dibilang katro dan gak kekinian, daripada mual dan pusing karena badan berputar putar. 

Eh, tapi pikiran itu sekejap berubah saat rombongan blogger memasuki Kawasan Wisata Desa Kandri di selatan Kota Semarang. Disana, kami disambut baik oleh Pak Zubaidi yang menyebut dirinya Pemandu Wisata Kandri. Ia mempresentasikan serunya river tubing, rute dan cara melakukan river tubing. Katanya, jalur yang akan kita lewati adalah jalur Sunan Kalijaga ketika mengumpulkan kayu jati untuk membangun Mesjid Demak, mesjid tertua di Indonesia. Hemmm, kelihatannya mulai menarik niih….

Tanpa ditanya sanggup atau tidak, tiba-tiba belasan blogger sudah berebutan pelampung, pelindung lengan dan lutut hingga helm yang dibawa oleh mobil pick up odong-odong. Yaa, kayaknya seru yaa.. Akhirnya berbekal Bismillahirrahmanirrahim, saya ikutan sibuk juga memilih perlengkapan. Toh, namanya ajal sih udah ada yang ngatur kann? Loh..loh.. Ini sumpah, soalnya saya takuttt. Masih banyak cita-cita belum tercapai, masih banyak dosa dan masih banyak utang… Hiks…

blog4
Are u ready ???!!

Dari meeting point pengarahan tadi menuju lokasi masih membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Persis sapi yang siap dikurbankan, kami diangkut dengan mobil odong-odong tadi menuju Sungai Kranji, tempat tubing dilakukan. Canda tawa sepanjang perjalanan dengan teman-teman blogger, dan pemandangan alam yang meneduhkan mata serta hati yang galau, mengalahkan rasa takut saya.  Eh, sialnya pas milih-milih ban, saya kebagian ban yang agak kempes. Duh, kepikir bakal hanyut dan  bakal tubing sendirian karena teman-teman saya sudah jalan duluan. Sementara mereka saya sudah mulai ber-tubing ria, saya masih menunggu mas-mas guide mencarikan ban baru buat saya. Rasa khawatir yang tadi membuncah, berkurang karena mas-mas ini sabar banget ngajarin dan memandu kita. Ternyata, teman-teman saya pun sebagian masih amatiran, toh setelah “berlayar” sendirian saya tetap ketemu mereka. Hehehe..

Siapa mau duluan??
Siapa mau duluan??

Jeram pertama yang kami temui adalah serupa niagara mini.  Aduh, ini sumpah atuttt banget, padahal tinggi air terjun mini ini tidak lebih dari 100 meter. Posisi yang dianjurkan oleh pendamping adalah membelakangi sungai, menerjunkan ban lebih dulu dan Hap!.. Kalau loncatanmu mantap, kamu bisa langsung duduk manis di atas ban. Tentu saja, saya tidak berhasil dan ban saya berlayar duluan dari Saya. Untungnya (masih untung…) saya bisa berenang, kemudian jadilah sinetron berjudul Jus Semangka Mengejar Ban. Hahaha..

seruuu...
seruuu…

Jeram kedua dan ketiga adalah jeram yang terjal dan cukup curam. Sama, seperti yang pertama; lagi-lagi saya terlepas dari ban. Masih untung (untung lagi….) anggota badan tidak ada yang terbentur, meski rasanya adrenalin sudah berpacu lebih cepat. Nah, pada jeram-jeram berikutnya, saya baru sadar teknik sangat diperlukan (ciyee…udah berasa expert). Posisi kaki dan posisi panggul harus diatur jika melewati jeram. Alhamdulillah setelah bisa mempraktekkannya, saya gak terpisah lagi dengan ban kesayangan saya itu. Malah jadi asyik banget bisa santai melayang-layang di atas air. Saking santainya mungkin bisa sambil ngopi-ngopi dan makan indomie. Bisa juga sambil baca koran dan nonton TV.  *Eh, yang terakhir mah lebay… Dan kami pun sukses hingga etape terakhir dengan total  waktu perjalanan sekitar 3 jam dengan jarak tempuh sekitar 3 km!. Sounds good kan buat pemula… Tau asyik begini saya menyesal kenapa sebelumnya pake acara cemas. Menyesal juga kenapa gak dari dulu ikutan olahraga air begini.

udah bisa santai kayak di pantai,..
udah bisa santai kayak di pantai,..

***

Cukup surprise juga ada  kegiatan ini, Saya pikir Semarang hanya menawarkan liburan ala kota sebagaimana ibukota-ibukota provinsi lain. Namun, hanya sekitar 30 menit dari pusat kota, sudah ada Desa Wisata Kandri yang merupakan potensi pengembangan wisata mandiri binaan Pemerintah Kota Semarang. Konsep desa seperti ini pernah saya temui di Kabupaten Bogor yang memang terletak di bawah kaki Gunung Salak. Ternyata, Kota Semarang pun punya potensi alam yang layak untuk mengundang wisatawan. Asal tahu aja, konsep ini merupakan konsep unggulan yang kini sedang digarap oleh Pemkot Semarang.

Selamat Datang di Desa Wisata Kandri
Selamat Datang di Desa Wisata Kandri

Tidak hanya river tubing, konsep agrowisata juga ditawarkan di Desa Kandri antara lain belajar bercocok tanam, beternak, mengikuti upacara-upacara ritual masyarakat dan sejenisnya. Untuk merasakan benar-benar kembali ke desa, wisatawan bisa  bermalam di rumah-rumah penduduk yang sudah disulap menjadi home stay. Biayanya cuma 50 ribu rupiah saja per kamar per malam! Soal makanan, jangan khawatir! Penduduk desa Kandri adalah masyarakat sadar wisata yang sudah membentuk kelompok-kelompok kerja termasuk kelompok penyedia ransum kita selama disana. Makanan yang disajikan pun adalah makanan tradisional khas desa. Sebagai contoh, selesai tubing yang super capek, kami disuguhi Nasi Kethek. Nasi berbungkus daun jati berisi orek tempe, sayuran dan beberapa lauk. Aroma daun jati dan daun pisang menjadi cita rasa tersendiri di santap siang kami.

Berminat? Bosen kan kalo ke Semarang cuma ke tempat yang itu-itu saja!.

Jelajah Wisata Desa Kandri

Kontak: Zubaidi (0858-7659-5211)

Baca Teman-Teman Saya!

Kak Rian Tempat Wisata dan Kuliner Asyik di Semarang & Bermain tubing di Desa Wisata Kandri
Kak Richo  dari Sam Poo Kong ke Tay Kak Sie
Kak Sinyo FamTrip Bikin #SemarangHebat jadi Trending Topik (Part1) & Famtrip #SemarangHebat jadi Trending Topik (part2)
Kak Leo Jelajah Malam di Lawang Sewu & Kulik Kuliner di Restaurant Semarang
Kak Eka  Semarang Night Carnival 2016 & Lawang Sewu Malam Hari
Kak Taufan Gio Semarang Hebat Culinary Heritage & Semarang Hebat Adventure Carnival
Kak Danan Dongeng Rasa di Restoran Semarang & MG Setos Hotel Terjebak diantara Kubikel Raksasa
Kak Imama Hantaman Jeram Kali Kreo
Kak Chan Ada Tiongkok di Semarang
Kak Titi Gebyar Fantasi Warak Ngendok di Semarang Night Carnival 2016  & Lawang Sewu Kini dan 13 Tahun yang Lalu.
kak Wira Photo Essay : Semarang Night Carnival & Photo Essay Semarang Night Carnival
Kak Luhde Kisah dibalik Kuliner Semarang
Kak Puspa Antusiasme Masyarakat di Semarang Night Carnival 2016
Kak Astin Soekanto Lepaskan Zona Nyamanmu dengan Tubing di Sungai Kreo & Ekspresikan Dirimu di Old City 3D Museum
Kak Ghana Photo Stories Semarak Semarang Night Carnival
Kak Olive Langgam #SemarangHebat Menjaga Harmoni Akulturasi Budaya dari Masa ke Masa
Kak Fahmi Pesta Rakyat Semarang Night Carnival 2016
Kak Bobby Seru-seruan River Tubing di Kali Kreo Semarang
Mas Budi Keseruan Semarang Night Carnival 2016
Kak Nunu, Satu Hari Mengenal Tiongkok di Pecinan Semarang dan Budaya Semarang dalam Fantasi Warak Ngendog

 

Hits: 1957

Pada sebuah siang yang panas di sudut kota Semarang, saya kembali belajar tentang manisnya keberagaman. Saya sebenarnya terbiasa hidup di lingkungan multikultural. Datang dari kedua orang tua yang berbeda suku, sering berpindah-pindah tempat tinggal beda pulau, beda provinsi. Pindah kerja yang juga tidak kalah sering. Semua yang membuat saya akrab dengan perbedaan. Dan siang itu, di jalan kecil bernama Gang Lombok di sudut Pecinan Semarang, mata saya kembali terbuka bahwa perbedaan itu sejatinya menyatukan bukan memisahkan.

Seorang Ibu Guru beretnis Tionghoa mengenalkan murid-muridnya yang telah terlatih memainkan barongsai. Sekitar 10 menit kami disuguhi pertunjukan Barongsai dari murid-murid SD dan SMP Kuncup Melati di bawah Yayasan Khong Kauw Hwee. Guru-guru lain yang berhijab ikut serta memberikan semangat pada murid-muridnya. Sekolah ini memang ada di kawasan Pecinan, namun sama sekali tidak ada ekslusivitas satu golongan disini. Uniknya lagi, Yayasan menerima setiap murid dari latar belakang apapun terutama dari keluarga tidak mampu dan tidak serupiah pun iuran harus dikeluarkan oleh para siswanya.

Bersama Siswa Sekolah Kuncup Mekar Foto by : kopertraveler.id
Bersama Siswa Sekolah Kuncup Melati Foto by : www.kopertraveler.id

Tidak jauh dari sana, ada Kelenteng Tay Kak Sie. Mungkin selama ini Kelenteng di Semarang yang dikenal orang hanya Kelenteng Sam Poo Kong, tapi sebenarnya di Ibukota Jawa Tengah ini ada sekitar sembilan kelenteng, dan Tay Kak Sie ini salah satu yang tertua. Kelenteng yang dibangun 1772 ini, memang lebih kecil, tapi nafas vintage-nya sangat terasa. Ornamen merah dan naga di atapnya mengokohkan posisinya sebagai tempat ibadah. Masih satu komplek berdampingan dengan Tay Kak Sie, ada Rumah Abu, sebuah bangunan serupa kelenteng untuk meletakkan pundi-pundi abu jenazah. Disini juga ada Sin Chi (papan arwah) sebuah lempengan kayu yang bertuliskan nama mereka yang sudah dikremasi. Selain untuk didoakan, Sin Chi juga seakan mengingatkan kita bahwa kematiaan adalah hal yang paling pasti terjadi. Di Tay Kak Sie kami juga disuguhi drama dengan tarian komedi  oleh perkumpulan anak-anak muda kelenteng ini. Menarik!

Bersama Pengurus dan Pemuda Kelenteng Tak Kay Sie
Bersama Pengurus dan Pemuda Kelenteng Tak Kay Sie

Masih di Kawasan Pecinan Semarang, saya juga berkunjung ke Perkoempoelan Sosial Boen Hiang Tong (Rasadharma). Saya penasaran, katanya ada Sin Chi Gus Dur disimpan di gedung tua ini. Iya,.. Gus Dur alias KH Abdurrahman Wahid, Presiden RI Ke-4.  Loh, kok bisa ? Beliau kan muslim?!  Dilala, ini adalah bentuk penghormatan warga Tionghoa di Semarang kepada Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme yang dianggap banyak memperjuangkan hak-hak kaum minoritas.  Bahkan yang meletakkan Sin Chi itu, Ibu Sinta Nurriyah sendiri, loh! Saya sampai takjub, ternyata berbeda itu indah. Seperti air dan minyak yang tidak bisa bersatu, tetapi bisa hidup berdampingan.

Sin Chi Gus Dur
Sin Chi Gus Dur

Tidak itu saja, keberagaman juga ditunjukkan oleh sekelompok anak muda yang tergabung dalam Muda mudi Perkumpulan Sosial Rasadharma. Mereka bertekad melestarikan budaya Pecinan Semarang melalui sejumlah program-program positif. Sesuatu yang mungkin sudah agak langka di kota besar. Uniknya, anggota kelompok ini tidak hanya datang dari anak muda keturunan Tionghoa, tetapi siapa pun, etnis mana pun yang memiliki konsen pada budaya Semarang dan Pecinan pada khususnya. Tidak heran ketika kami berkunjung, seorang gadis muslim berhijab yang fasih berbahasa Mandarin  dan piawai memainkan alat musik Pecinan pun- turut serta.

Sebenarnya, sejarah memang berbicara bahwa akulturasi budaya Tionghoa, Islam dan Jawa sudah mendarah daging di Semarang. Kelenteng Sam Poo Kong yang sangat terkenal, menurut historinya adalah peninggalan Laksama Ceng Ho asal Tiongkok yang justru beragama Islam. Perjalanan Cheng Ho disebut-sebut sebagai ekspedisi yang menghasilkan Peta Navigasi Cheng Ho yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan. Ketika ia akan melanjutkan perjalanan, banyak anggota rombongannya yang tetap tinggal di Semarang. Sebagian dari mereka sudah memeluk Islam dan sisanya masih beragama Konghucu. Mereka inilah yang kemudian hidup berdampingan hingga kini.

Sam Poo Kong, A Must Visit in Semarang
Sam Poo Kong, A Must Visit in Semarang

Masih dalam rangkaian kegiatan yang digagas Badan Promosi Pariwisata Semarang (BP2KS), malamnya saya dan teman-teman blogger menghadiri Semarang Night Carnival (SNC). Kegiatan ini digelar sebagai rangkaian dari HUT Kota Semarang ke 469. Tema kali ini tetap sama; keberagaman dalam kesatuan dengan tajuk Festival Warak Ngendog. Warak Ngendog adalah hewan rekaan mistis yang menggambarkan akulturasi budaya dan sejak dulu dipercaya oleh leluhur Semarang. Kepalanya berbentuk kepala naga merupakan simbol China, badannya adalah Bouroq, simbol warga Arab/Muslim dan kakinya adalah kaki Kambing yang menjadi perlambang suku Jawa. Ketiga kelompok itulah yang mendiami Kota Semarang sejak dulu yang hingga kini tetap rukun dan damai. Usai dibuka oleh Walikota Semarang, acara dilanjutkan dengan penampilan drumband dari PIP Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang. Kemudian diikuti arak-arakan Warak Ngendog, Defile History of SNC dan diakhiri dengan defile dari Jepara Fashion Carnaval.

Semarang Night Carnival
Semarang Night Carnival

***

Di Semarang sehari merasakan indahnya perbedaan. Makin salut saya, dengan founding father negeri ini yang jauh-jauh hari sudah menjadikan Pancasila sebagai dasarnya. Sayang, kini keberagaman yang seharusnya menjadi kekayaan dan potensi dijadikan sebagian orang sebagai alat pemecah belah. Kita kurang belajar apalagi dari politik Devide Et Impera-nya Kompeni Belanda. Ayo, kembali belajar dari Semarang, belajar merasakan Indonesia yang sebenarnya!

Baca juga cerita teman-teman saya yah!

Rian, Tempat Wisata dan Kuliner Asyik di Semarang
Rian, Bermain Tubing di Desa Kandri
Richo, Dari Sam Poo Kong ke Tay Kak Sie
Sinyo, Trending Topik Semarang Hebat
Leo, Jelajah Malam di Lawang Sewu
Eka, Semarang Night Carnival 2016
Badai, Semarang Hebat Culinary Heritage
Danan, Dongeng Rasa di Restoran Semarang
Imama, Hantaman Jeram Kali Kreo
Farchan, Ada Tiongkok di Semarang
Wira, Photo Essay Semarang Night Carnival
Parahita, Gebyar Fantasi Warak Ngendog
Nunu, Satu Hari Mengenal Tiongkok di Pecinan Semarang
Luh De, Kisah Dibalik Kuliner Semarang
Puspa, Antusiasme Masyarakat di SNC
Astin, Lepaskan Zona Nyamanmu di Sungai Kreo
Budi, Keseruan Semarang Night Carnival
Ghana, Photos Stories, Semarak SNC
Olive, Langgam SemarangHebat

 

Hits: 5869

Sebenarnya saya ini bukan traveler-traveler banget. Kalau kata Rangga di AADC 2 (yang sukses bikin gagal move on), traveling itu kegiatan pergi ke suatu tempat, cenderung tanpa planning dan itinerary, mencari dan menemukan hal-hal yang orang lain tidak tahu dan lebih menyatu dengan lingkungan sekitarnya. Sementara liburan lebih “nyaman” dari traveling. Tidur di hotel yang baik, itinerary-nya jelas dan lebih banyak santainya. Nah, gara-gara itu, saya tiba-tiba teringat, beberapa tahun yang lalu saya pernah traveling dari Banda Aceh ke Brastagi dan Pulau Samosir bersama beberapa orang teman. Mereka sahabat-sahabat saya sesama pekerja kemanusiaan pasca tsunami Aceh.

taksi apa besi tua ?
taksi apa besi tua ?

Bertolak dari Aceh ke Medan sih masih gaya horang kayah, alias naik pesawat. Padahal, kalau perjalanan darat Banda Aceh-Medan bisa ditempuh sekitar 12 jam saja. Nah, dari Medan ke Brastagi, kami benar-benar tidak punya clue harus naik apa. Kendaraan umum yang kami tahu cuma sejenis minibus sejenis L300.  Untuk menuju terminal L300 ini kami naik taksi  (baca: rongsokan taksi yang odong-odong banget). Kayaknya waktu itu kita lagi program pengiritan nasional.  Petualangan pertama kami dimulai dr L300 itu. Bayangin, isi mobil kecil itu penuh banget. Dari inang-inang, tulang-tulang, sayur mayur bahkan hewan ternak.  Perjalanan dengan kangkung dan ayam pernah saya rasakan beberapa tahun sebelumnya, ketika menumpang kereta ekonomi jurusan Jakarta-Pandeglang. Lumayan, dua jam menuju Brastagi sempit-sempitan di dalam kabin dan jauh dari nyaman membuat perjalanan itu menjadi tidak terlupakan.

IMG_1977

Brastagi itu, udaranya mirip-mirip Puncak Bogor. Tapi tentu saja tidak super padat dan sesak seperti Puncak. Kami hanya mampir sehari di Brastagi, sebelum melanjutkan perjalanan menuju Danau Toba dan Pulau Samosir. Dari Brastagi ke Samosir ditempuh sekitar empat jam. Kali ini, karena anggota rombongan bertambah, kami memutuskan menyewa mobil plus supir. Sepanjang jalan kami dimanjakan oleh pemandangan perbukitan yang indah banget. Selanjutnya Ajibata menuju Tomok (Samosir) kami menumpang kapal ferry standar penyeberangan nasional deh. Yah, gitu-gitu aja.. Panas, bangkunya keras, makanannya gak enak dan penuh sesak. Tapi karena jaman itu masih muda, masa yang berapi-api (emang sekarang tua banget apaah?), kami menjalani semua dengan ikhlas dan damai.

DSC_0215
Pelabuhan Tomok

Kegiatan  kami selama tiga hari di Samosir mulai dari muterin pulau pake sepeda, nonton tarian tortor, belanja sampai sholat Ied! Serius… kebetulan saat itu bertepatan dengan Lebaran Idul Adha, jadilah kami kaum minoritas di kalangan penduduk samosir yang hampir seluruhnya non muslim. Disini ceritanya!

damai di tepi toba
damai di tepi toba

Banyak cerita yang selalu saya kenang dari liburan singkat ini. Cerita tentang Aceh dan kehidupan saya dulu selama disana, tidak ada habisnya. Sahabat-sahabat Saya di Aceh dulu adalah orang-orang terbaik yang pernah saya temui. Harus diakui, mereka sudah memberi banyak warna dan mempengaruhi hidup saya. Perjalanan ke Samosir ini adalah salah satu rangkaian yang masih selalu saya kenang. Sayang kalau tidak diabadikan ke dalam satu tulisan.

Hits: 1558

Bagi sebagian wanita, bepergian kadang merepotkan karena urusan packing barang bawaan Sampe-sampe, rasanya semua isi kamar wajib dibawa. Misalnya saja, pakaian dan sepatu yang harus berbeda di setiap occasion, topi, kacamata hitam, segala macam perawatan tubuh, berbagai perangkat kosmetik mulai dari bedak, lipstik, maskara bahkan mungkin saja ada yang harus membawa bulu mata palsu anti badai. Rempong deh cyinn…. Kalau liburan kita ala Princess Syarini yang lengkap dengan dayang-dayang, mungkin over bagasi serupa pindah rumah pun tidak masalah. Tapi kalo liburan “prihatin”, alias semi backpacker, ini merepotkan sangat! Bukan saja mengurangi kenyamanan diri sendiri, tetapi juga membuat teman traveling kita ikut-ikutan gak nyaman. Saya sih kalau ngeliat teman terseok-seok membawa gembolan berat, rasanya gak tega kalau gak bantuin. Tapi setelah tau isi bawaannya, dimana daster saja ada 4 biji, baju berbagai warna dan aksesoris gak penting, jadinya malah beteee. Belum lagi, bawaan yang ribet akan memperlambat gerakan kita.

Padahal agar praktis, sebaiknya bawa saja barang yang penting untuk efisiensi dan tentunya menghemat biaya bagasi. Berikut tips dari Tiket2.com untuk mempersiapkan packing saat liburan.

Pahami kebutuhan saat travelling
Itinenary akan membantu Anda memahami kebutuhan saat travelling agar membawa barang yang penting saja. Sebagian wanita sering dihinggapi perasaan khawatir ada yang kurang atau ketinggalan seperti khawatir kurang baju, khawatir kurang peralatan mandi atau khawatir kurang duit (eh, itu mah saya). Padahal kekhawatiran seperti itu ujungnya justru membuat isi koper dipenuhi barang-barang yang akhirnya malah tidak digunakan.

Buatlah check list
Ini hal yang penting banget! Setelah memahami kebutuhan travelling, segera buat check list mengenai barang apa saja yang harus dibawa. Hindari packing mendadak sebelum hari H, sehingga masih ada waktu untuk mempertimbangkan barang apalagi yang wajib dibawa atau bahkan harus dikurangi. Sesuaikan check list dengan itinerary dan kebutuhan seperti contoh di atas. Tips lain, jika ada barang-barang yang bisa ditemukan dengan mudah di lokasi traveling, sebaiknya dibeli di tempat, contoh peralatan mandi. Jika menginap di hotel yang cukup baik, saya jarang membawa handuk. Berat satu biji handuk, lumayan loh! Hindari juga membawa banyak aksesories, bawalah yang bisa dikenakan di segala suasana.  Khusus untuk pakaian, disarankan untuk membawa pakaian yang eye catching dan mix and match. Selain bisa bikin foto kita “instagramable”, juga membuat bagasi  menjadi lebih efisien.

travel-packing

Jangan melipat baju
Biasakan menggulung baju dibandingkan dengan melipat baju. Menggulung terbukti menambah ruang di ransel atau koper kita. Agar lebih aman, taruh pakaian di dalam sebuah plastik, agar terlindung dari basah. Manfaatkan berbagai kantong atau tempat di koper/ransel untuk membuat barang bawaan menjadi “managable”. Selipkan 1-2 buah kantong kresek untuk memisahkan pakaian bersih dan kotor. Siapkan juga karet, peniti atau gunting kecil yang biasanya bermanfaat saat travelling. Tips ini cocok banget buat cewek-cewek yang berlibuar ala petualang.

Hindari membawa pakaian tebal
Jika Anda terpaksa harus membawa pakaian tebal, sebaiknya dipakai saja agar tidak menambah beban berat tas atau koper. Atau jika tidak membawa pakaian tebal, gunakan pakaian berlapis, sarung tangan, dan kaos kaki sebagai alternatif. Kalaupun berlibur ke daerah dingin, bawa hanya 1-2 buah yang berwarna netral, agar mudah dipadupadankan.

Letakkan benda berat di bawah tas
Sepatu, sandal, dan baju bisa diletakkan di bagian bawah koper atau tas traveller. Untuk barang kecil seperti tas kosmetik, perlengkapan mandi, kacamata, makanan, letakkan di bagian atas atau kantung yang terpisah dan gampang diambil.

Bawalah dua tas saja
Dua tas ini termasuk satu buah tas kecil dan tas besar. Tas kecil digunakan untuk menaruh dompet, paspor, tiket pesawat, kamera poket, kosmetik atau obat-obatan. Isi tas besar dengan semua baju dan perlengkapan liburan lainnya.

Silahkan share artikel ini jika bermanfaat untuk Anda ya, ladies traveler! Yuk Liburan !

 

Hits: 962

Pertanyaan yang paling sering akhir-akhir ini datang ke saya adalah: Bagaimana caranya bisa menulis, gimana caranya memulai untuk menulis atau apa sih yang bisa kita tulis. Eh, ini sumpah bikin GR loh! Berasa kayak gw udah mahir banget dan keren gitu… Hahaha. Padahal mungkin mereka-temen-temen gw yang suka baca blog- ini cuma iseng doang, mau bikin eyke GR. Secara di luar sana, temen-temen saya yang lain sudah canggih-canggih sampe bikin buku bahkan nulis di harian-harian ternama ibukota. Apalah awak ini. 🙁 Tapi okelah, untuk menghargai mereka para fans saya itu, saya akan sedikit memberikan tips menulis,wejangan atau lebih tepatnya sharing tentang topik ini. Sama sekali saya belum merasa jago loh.., tapi ini saya anggap sebagai sarana pembelajaran juga. Tarikkk mang…

Menulis itu dimulai, bukan “dipelajari”
Menurut saya sih awalnya emang agak lucu pertanyaan seperti itu. Toh, hal pertama yang diajarkan ketika kita masuk sekolah adalah membaca dan menulis. Namun ternyata menulis dengan baik, nyaman dibaca, runut dan punya isi itu, memang bukan pekerjaan mudah. Saya pun hingga kini masih terus belajar. Ini dia jawaban pertama dari pertanyaan-pertanyaan tadi: Belajar! Bagaimana cara belajarnya?! Saya percaya belajar menulis yang baik itu adalah memulainya. Bukan mempelajari teorinya. Nah loh?! Toh, sebenarnya menulis sudah jadi pekerjaan sehari-hari kita sejak jaman sekolah. Minimal banget deh kita pernah merangkai kata saat menjawab pertanyaan essay. Memulainya pun sebenarnya bisa dimana saja, apalagi saat ini ketika gadget sudah menjadi pendamping yang paling setia karena ditenteng kemana-mana. Bagi mereka yang kerja kantoran, berkomunikasi via email sebenarnya bisa sebagai ajang belajar untuk mengungkapkan ide melalui tulisan. Ini susah-susah gampang sebenarnya. Oleh karena itulah saya membiasakan diri memberi laporan secara tertulis dibandingkan laporan secara lisan. Manfaatnya, selain akan punya “record” tentang pekerjaan, kita juga bisa belajar banyak menulis dari sini.

12645068_1078677352184496_3629225290308695949_n

Mulai dari ide sederhana.
Pasti banyak yang sering merasakan susahnya mencari ide menulis. Sama!! saya juga begitu. Tapi setelah sering-sering main ke tetangga, maksudnya ke blog-blog orang, ternyata banyak tulisan sederhana tapi menarik. Tidak usah dululah berpikir untuk menghasilkan tulisan cerdas yang penuh dengan teori-teori keren yang seolah menunjukkan tingkat intelektualitas penulisnya. Terkadang banyak hal-hal di sekitar kita yang keliatan bodoh tetapi menarik untuk ditulis. Pernah baca buku-buku Raditya Dika kan? Dia sukses mengangkat cerita-cerita yang kayaknya “cemen” jadi luar biasa. Idenya yang “sederhana” itu justru kena di segmen yang ia tuju. Tidak heran kalau bukunya pun laris manis. Intinya, simplicity is the best. Banyak juga yang enggan menulis karena takut salah, takut dihujat, takut hantu, padahal menulis sesungguhnya adalah berbagi persepsi, bukan masalah benar atau salah.  Urusan benar atau salah jadi nomer enam (karena nomer 1 sampai 5 tetep Pancasila). Semakin sering kita menulis, pendapat kita akan semakin berkembang, percaya diri kita pun turut meningkat. Tentu tetap dengan mengindahkan kaidah kaidah tata bahasa dan kepatutan ya, bukan menjurus ke tulisan-tulisan penyebar kebencian yang marak saat ini.

Lebih banyak membaca
Kemampuan menulis, pada dasarnya berbanding lurus dengan kekerapan membaca. Dari sering membaca, kita jadi tahu bagaimana merangkai kalimat, menyampaikan maksud dan tujuan penulisan. Sering dtemukan, banyak orang-orang pandai tapi kalau membuat kalimat panjang-panjang bahkan satu paragraf kadang hanya untuk 1 kalimat. Kebiasaan seperti ini, saya yakin karena ia jarang membaca. Repot kan kalau kita harus bolak balik membaca ulang satu kalimat, karena terlalu panjang yang ujungnya malah membuat bingung. Lebih dari itu, dari membaca, kosa kata kita akan bertambah banyak, ini akan mempengaruhi cara pemilihan kata (diksi) saat menulis, Paling penting lagi, dengan menulis, wawasan kita akan bertambah yang akan berguna banget untuk menjaring ide.

Jadi diri sendiri!
Tulisan kita sejatinya adalah jati diri kita. Banyak orang yang mencoba menggunakan cara dan gaya penulis yang sudah tenar. Yah, gak ada salahnya sih, tapi terus menerus menulis dengan cara orang akan membuat kebosanan dan kelelahan (lelah hayati, bang,,,) Tidak usah berpikir bahwa menulis harus sesuai pola bahasa yang baku. Tulisan itu sama seperti bahasa, kuncinya komunikatif alias nyambung dengan pembacanya. Untuk menemukan gaya masing-masing, jalan satu-satunya: mulailah menulis! Seorang teman pernah bercerita, bahwa dia masih bingung mau menulis, padahal sudah ikut kursus. Balik lagi, teori is nothing tanpa praktek. Membiasakan diri menulis memang tidak mudah, tapi percayalah…kalau sudah dijalani pasti jadi candu.

Bagi saya, menulis adalah wujud eksistensi diri. Mungkin blog saya belum sepopuler mereka-para profesional blogger. Saya juga tidak terlalu peduli, tulisan-tulisan saya akan jadi hits atau tidak, nantinya akan dibaca orang atau tidak,  bagi saya menulis ibarat mencatatkan pengalaman-pengalaman hidup yang bisa jadi warisan untuk anak cucu kelak.  If you would not be forgotten as soon as you are dead, either write things worth reading or do things worth writing (Benjamin Franklin)

Hits: 1163

Buat saya yang sering traveling, menemukan kamar hotel atau penginapan yang nyaman adalah tantangan tersendiri. Dengan sebagian besar gaya liburan yang simple, praktis dan backpacking, harga selalu menjadi konsen utama saya dalam memilih hotel. Walapun demikian, kamar yang bersih, nyaman, lokasi strategis juga tidak kalah pentingnya. Gak mau dong tinggal di kamar yang bikin liburan jadi ribet dan bukannya refreshing, malah kita tidak nyaman untuk beristirahat. Urusan pesen kamar ini memang keliatan simpel, tapi survei membuktikan biaya penginapan umumnya adalah salah satu budget terbesar dalam liburan. Untuk mengakalinya, sebagai traveler kita harus pandai mengatur strategi. Kalau saya, strategi pertama liburan adalah, menentukan hari libur justru bukan saat liburan panjang. Poin awal ini penting banget. Selain harga-harga bisa melonjak 2-3 kali lipat saat musim liburan, rasanya menikmati tempat wisata yang penuh sesak juga bukan sesuatu yang menyenangkan. Buat yang kerja kantoran, simpen jatah cuti baik-baik ya..

Baru baru ini saya menemukan website www.airyrooms.com yang menawarkan konsep berbeda dibandingkan berbagai online travel agent yang sudah lebih dulu eksis. Ternyata airyrooms juga sudah banyak direkomendasikan oleh teman-teman traveler. Airyrooms adalah sebuah perusahaan teknologi di bidang hospitality yang istilah kerennya adalah Virtual Hotel Operator (VHO) yang bermitra dengan berbagai hotel budget terbaik di seluruh Indonesia. Kini airyrooms telah memiliki jaringan di lebih dari 18 kota dan akan terus bertambah.

sumber: airyrooms.com
sumber: airyrooms.com

Hotel Budget dengan Fasilitas Oke
Nah, buat kamu-kamu yang ingin pelesiran yang tetap nyaman namun budget terbatas, Airyrooms wajib banget jadi pertimbangan. Uniknya, meskipun kamarnya tersebar dimana-mana dan dikelola sendiri oleh hotel/penginapan partner, Airyrooms memberi standar yang sama untuk setiap kamarnya. Jadi jangan khawatir, kita tetap bisa menikmati fasilitas yang sama di seluruh jaringan Airyrooms diantaranya AC, TV layar datar, air hangat, wifi gratis, air minum gratis dan lain-lain. Tentu saja kita masih bisa mendapatkan fasilitas lain yang memang disediakan oleh hotel partner. Enaknya lagi hotel-hotel yang bermitra dengan Airyrooms dijamin ada di lokasi strategis yang sebagian besar tidak jauh dari tempat-tempat wisata terkenal di kota-kota yang menjadi jaringan Airyrooms.

Soal harga, Airyrooms menjamin harga kamar mereka sangat bersaing dengan hotel-hotel terkemuka seperti hotel aston, whiz, swiss belinn, holiday inn, ibis, mercure, harris hotel, 1o1 hotel, padahal fasilitasnya bisa sama dengan hotel-hotel tersebut. Gak percaya, silakan cek beberapa testimonial dan review-nya di online travel agent lain seperti Traveloka dan Tripadvisor.

Review Hotel Airy Pakuan Bogor

Review Hotel Airy Airy Citraland International Surabaya

 

 

Pesan dan Bayar Mudah
Satu lagi keunggulan Airyrooms, jika kalian berada di daerah dengan akses internet yang terbatas, pemesanan bisa dilakukan melalui telepon dan aplikasi whats app. Proses pembayaran sepenuhnya akan dibantu oleh Customer Services yang siap melayanin 24 jam! Ini tentu inovasi baru, karena Airyrooms bisa jadi adalah travel agent online  pertama yang menyediakan pemesanan via whats app. Satu lagi, harga yang tertera di website Airyrooms sudah net alias tidak ada pungutan biaya macam-macam transaksi. Metode pembayaran pun sangat simple, bisa transfer atau menggunakan kartu kredit. Masalah keamanan, jangan khawatir. Airyrooms menjamin semua transaksi aman dan terkendali!

Buat yang mau rame-rame, banyak juga kamar yang ditawarkan cocok buat kita kita yang mau liburan bareng keluarga dan sahabat. Asik kan, selain harga terjangkau ,kalau rame-rame malah jadi lebih murah lagi, karena kita bisa sharing.  Pilihannya pun beragam, dari sekedar hotel yang hanya tempat transit, hingga hotel yang menyediakan fasilitas-fasilitas lain seperti kolam renang, fitness center atau tempat bermain anak.

source: airyrooms.com
source: airyrooms.com

Mau tau dimana saja lokasinya dan mau booking hotel yang murah dan fasilitasnya memadaiYuk ke Airyrooms! Happy Holiday

Hits: 808

Kembali ke Sabang bagi saya adalah kembali menyusuri harapan. Harapan yang sembilan tahun lalu pernah menemani hari-hari saya. Dulu, Sabang mungkin hanya sebuah kata yang saya dengar dari salah satu lagu wajib anak sekolah. Sabang cuma sebuah kata yang menunjukkan pangkal dari luasnya wilayah negara ini. Pesona Bahari Sabang laksana magnet yang terlalu kuat sehingga saya tidak kuasa untuk menolak panggilannya kembali,

Melewati kontur Sabang yang berkelok mengingatkan saya pada jalan menuju Pantai Senggigi di Pulau Lombok, tempat pertama kita bertemu. Saya mencoba meresapi sisa-sisa cinta yang mungkin masih membekas di tepi Pantai Iboh dan Pantai Gapang. Dulu disini kita pernah memandang temaramnya bulan dari bibir pantai berpasir putih yang landai hanya beralaskan tikar lusuh. Saat itu saya berharap ada bintang jatuh, kemudian saya ingin meminta kepada Penciptanya, agar kita bisa disini lebih lama. Membangun villa kecil di tepi Iboh dan mewujudkan mimpi saya untuk lebih banyak menulis sambil memandang laut lepas berhiaskan pohon nyiur dari jendela kamar kita. Ya, saya bosan dengan kehidupan dan hiruk pikuk Jakarta. Memandang laut lepas dengan siluet perahu nelayan dan membiarkan waktu seolah berhenti berputar adalah tujuan saya kembali kesini.

Malamnya, kita menikmati seafood yang bumbunya kamu racik sendiri sembari mendengar debur ombak yang seolah bercerita tentang kita. Obrolan malam kita selalu dilengkapi dengan meneguk nikmatnya kopi Aceh. Meskipun banyak perbedaan diantara kita, kamu sama seperti saya; penikmat kopi. Kopi itu sama seperti cinta, dia menyatukan meskipun selalu terasa getir diawal, manis akan kita rasakan di ujung hirupannya. Seperti cinta, kopi pun membuat candu, meskipun rasa pahit tak sepenuhnya hilang dari aromanya. Dan ini Aceh, si penghasil kopi kelas dunia. Namun sejatinya Ini bukan hanya tentang kopi. Ini bukan hanya tentang dimana kita menikmati kopi itu. Ini adalah cara kita berbagi cerita, cari kita berbagi rasa. Kopi adalah suara hati dan potongan rindu. Rindu kamu, rindu Aceh, rindu Sabang.

Di sebuah pagi kamu menantang untuk berenang dari Iboh menuju Rubiah yang hanya berjarak sekitar 350 meter. Gila memang… tapi itu biasa bagi turis, divers dan penikmat wisata bahari seperti kita. Bagi saya, pesona taman laut Rubiah tetap bisa dinikmati tanpa harus berenang menuju pulaunya. Teman-teman divers yang saya kenal, bahkan pernah mengatakan Rubiah adalah salah satu spot terbaik untuk diving dan snorkeling terbaik di Indonesia bahkan di dunia. Begitu banyak kegiatan wisata bahari di Sabang yang kamu ceritakan kepada Saya. Saya bahkan baru tahu, Sabang juga menawarkan kegiatan memancing di laut dalam (deep sea fishing) di dekat Pulau Rondo.

 

Mari-Rayakan-Sabang-Marine-Festival-2016-Lewat_Tulisan (1)

 

Kamu juga sempat mengajak Saya, berjalan kaki menuju Tugu KM 0. Menyusuri tepian tebing dengan pepohanan rindang. Luar biasa bahagianya saya bisa sampai di ujung terbarat Indonesia itu. Sesuatu  yang dulu mungkin cuma mimpi. Tugu itu, kini telah direnovasi menjadi lebih menarik, meskipun bentuk aslinya masih sama. Konon di Merauke, batas terujung timur Indonesia pun memiliki bentuk tugu yang seragam. Yang selalu saya ingat, kamu bahkan hapal hewan-hewan yang sudah lama berdiam di seputaran tugu itu. Sampai-sampai kamu punya nama untuk menyebut seekor monyet dan seekor babi hutan yang sepertinya sudah sangat welcome terhadap turis-turis disana. Uniknya lagi, mungkin Tugu KM 0 adalah satu-satunya tempat di Indonesia yang memberikan sertifikat kepada para pengunjungnya. Dan, nomer sertifikat saya adalah 59525. Artinya saya adalah pengunjung ke 59525 yang mendapat sertifikat dari Walikota Sabang. Cinderamata paling unik yang pernah saya dapatkan dari sebuah daerah bahari. Tidak hanya tugu, dibanding dulu hampir semua fasilitas wisata mulai dibenahi. Saya merasakan nafas wisata bahari sudah menjadi bagian seluruh penjuru Sabang. Kota kecil yang tenang, rindang, penduduk yang ramah membuat saya betah berlama-lama disini. 

Hari ini, disini, Saya duduk di batuan terujung Indonesia. Tadi malam sepertinya hujan, pepohonan disini pun masih basah. Namun Saya suka bau hujan,  seperti rasa suka saya pada kopi Aceh, pun seperti  rasa damai yang menyergap kala memandang birunya air Samudera Hindia. Merasakan indahnya negeri ini membuat saya makin bangga jadi warga nusantara. Bedanya, saat ini Saya sendiri. Sembilan tahun lalu, saya kehilangan berita tentang kamu, namun cerita sesaat kebersamaan kita akan selalu jadi cerita abadi bagi Saya. Kamu memang pergi, tapi jejak-jejak cerita kita di Sabang akan selalu jadi prasasti di hati Saya. Kapan pun dan kemana pun saya melangkah, Sabang adalah tempat kembali.

 

Hits: 1437

Kadang-kadang reuni-an itu beda-beda tipis kayak kondangan. Pertanyaan gak jauh-jauh dari: Sudah punya anak berapa? Kerja dimana? Jadi apa? Suami/Istri kerja apa? dimana? Memang sih, reuni itu tujuannya silaturahim. Saya juga kalau dateng ke reuni, niatnya begitu plus sedikit nyari jaringan buat kepentingan nyari rejeki. Tapi ujungnya, reuni cuma jadi ajang bertemunya orang-orang yang saling kepo. Kok, gw kok kayaknya baper banget ya.. Hahaha.. Mungkin inilah derita jomblo ngenes,suka sensitif duluan kalau ditanya status. Hahahaha…

Soal pekerjaan apalagi. Paling males kalau ada yang menyodori pertanyaan yang tidak bisa dijawab dalam 1-2 kalimat pendek. Misal: Kerja dimana? Dan saya jawab: Oh, saya konsultan freelance untuk pengelolaan fasilitas publik (beuh…contoh kok ribet amat..). Si penanya pun mengernyitkan dahi tanda bingung. Jaman saya (apalagi sebelum saya) dan mungkin sebagian orang jaman sekarang, menjawab pertanyaan seperti itu dengan merek-merek keren seperti:  Saya kerja di Pertamini, Saya kerja di Bank Midun atau Saya kerja di Oil Company pasti akan keliatan lebih keren, mantep dan membuat derajat kita seolah naik tiga level. Masih sulit rasanya membuat wajah si penanya terkagum-kagum jika kita menjawab: “Saya sekarang punya bisnis online, jualan lewat instagram. Kesannya pasti lebih mewah jika dijawab: Saya sekarang dinas di Kementerian Keuangan. Uhuk.

Ujung-ujungnya reuni sering bahkan selalu berujung gengsi. Percaya deh, pasti banyak yang males, kalo setelah lebih dari sepuluh tahun terpisah, dan kita masih naik bajaj datang ke lokasi reuni. Reuni seolah menjadi ajang pembuktian kesuksesan yang diukur dari “penampilan” kita saat datang. Jadi bahan obrolan seru, jika si Udin yang dulu dekil, kumel, item dan jelek sekarang hanya 11-12 dengan bintang iklan televisi dan bergaya bak eksekutif muda. Lebih enak digosipin jika si Wati yang dulu tidak pernah dilirik cowok di kampus tetiba menjadi bintang reuni. Atau bahkan sebaliknya si Robert yang dulu keren, kini beda tipis dengan pencandu narkoba sama hebohnya jika si Bianca yang dulu bunga sekolah sekarang sudah menjanda tiga kali.

Memang, reuni itu niat utamanya silaturahim, apalagi menurut agama saya, silaturahmi adalah media untuk memperpanjang umur. Tapi saya pribadi lebih senang datang ke reuni-reuni kecil dengan teman-teman dekat yang memang sudah mengenal saya, plus masih sering kontak meskipun tidak intens. Saya paling males untuk “mempresentasikan” diri dalam  sebuah reuni. Kini kecanggihan teknologi membuat “reuni dunia maya” bisa dilakukan kapan saja. Di beberapa kejadian, saya malah sering kagok datang ke sebuah reuni besar sendirian. Bertemu orang-orang lama membuat kita butuh sedikit waktu untuk “menyesuaikan diri”. Namun adanya grup-grup chat di smartphone membuat rasa kagok itu sedikit berkurang.

Lucunya, selain alasan-alasan diatas ada hal lain yang membuat orang enggan datang ke reuni. CLBK! Yes, dari beberapa rubrik relationship, saya sering sekali membaca banyak perselingkuhan yang terjadi adalah buah dari reuni. Ini benar-benar patut diwaspadai oleh suami/istri yang pasangannya punya niat reuni. Serius! Mungkin dulu banyak cinta yang belum kesampean. Dan kini kita bertemu lagi sang mantan dalam rupa yang lebih kinclong dan lebih mengejutkan lagi, seperti Bianca diatas, dia sudah kembali single. Tiba-tiba anak istri di rumah pun terlupakan! Beware!

Hits: 1409

Kalau sesekali berkunjung ke Sumatera Selatan, bolehlah mampir-mampir ke Pagaralam, kota kecil di kaki Gunung Dempo berjarak kurang lebih 6 jam dari Kota Palembang. Enam Jam? Jauh juga yaa, bro.. Tapi tenang, pemandangan indah sepanjang perjalanan tidak akan membuat enam jam itu menjadi perjalanan yang membosankan. Kalau punya dana lebih, bisa juga naik pesawat kecil (yang sayangnya jadwalnya masih terbatas). Atau, jika sedang ke Bengkulu, tidak ada salahnya juga meluangkan waktu sekitar 4 jam menuju Pagaralam.

CIMG1331
Bye.. Jakarta.. 🙂

Mungkin banyak yang berpikir Puncak adalah maskot pegunungan dan kebun teh padahal Pagaralam juga kebun teh yang dikelola oleh PTPN VII. Kontur daerahnya pun nyaris sama dengan Puncak Bogor. Kantor Pemerintahan di Pagaralam menurut saya adalah salah satu lokasi yang paling unik karena berada di perbukitan menuju kebun teh. Dua lokasi kantor pemerintahan yang juga “lucu” menurut saya adalah Provinsi Gorontalo yang juga di perbukitan dan Kantor Bupati Badung, Bali yang mewah, luas ibarat Pura di perbukitan. Uniknya di Pagaralam ada undakan anak tangga yang sering disebut Tangga 1000 di tengah-tengah kebun teh. Lumayan kan, gak usah tracking kalau mau jalan-jalan kesini. Kalau mau menikmati sawah seperti di Ubud, pun ada di Pagaralam. Bedanya, disini daerahnya masih sangat alami. Belum banyak villa-villa mentereng, taman-taman wisata apalagi seperti hotel – hotel di Bali.

IMG_1754
Ini bukan Puncak!

Kembali ke Pagaralam adalah kembali ke alam. Disini ada beberapa air terjun yang masih sangat alami yang bahkan sepertinya kurang “diurus” oleh Pemerintah. Kurang lebih tercatat ada 6 air terjun disini: Curug Ayek Kaghang, Curug Batu Betulis, Curug Basemah, Curug Embun, Curug Lematang Indah, Curung Mangkok. Oya, orang sini menyebut Curug dengan Cughung (dengan penyebutan huruf r yang agak cadel. Nah, di perjalanan menuju Pagaralam pun, akan ditemui jurang berkelok seperti kelok 8 di Sumatera Barat. Bagi yang senang sejarah, Pagaralam juga banyak menyimpan sisa-sisa jaman megalitikum yang lagi-lagi memang belum dianggap aset yang penting. Beberapa tahun terakhir, pemerintah nampaknya mulai melek akan potensi Pagaralam. Karena tanahnya yang subur beberapa hasil perkebunan salah satunya teh dan kopi, sudah dikemas secara ekslusif yang cocok banget buat oleh-oleh. Asal tahu aja, Pagaralam adalah salah satu pemasok sayuran segar untuk wilayah Sumbagsel.

IMG_20140729_133127
paling enak makan di pinggir sawah…

Kalau ingin merasakan liburan ke rumah nenek, seperti lagu anak-anak jaman dulu, Pagaralam-lah tempatnya! Merasakan kembali makan di sawah, memetik sayur dan menangkap ikan sendiri adalah liburan yang terkadang nilainya lebih “mahal” daripada jalan-jalan di mall. Di daerah-daerah lain seperti Bogor, Bandung atau bahkan seperti agrowisata yang sudah penuh Hotel di Bali adalah hal yang sudah banyak dijumpai, namun belumlah demikian di Pagaralam. Biarlah Pagaralam tetap dengan keasrian dan alami-nya. Biarlah (untuk sementara) Pagaralam menjadi Pagar Alam yang sesungguhnya. Jauh dari polusi, jauh dari tangan-tangan jahil dan jauh dari hiruk pikuk dunia kota.

Hits: 896

Namanya Supardi. Saya mengenalnya hanya beberapa hari dalam perjalanan umroh beberapa waktu lalu.  Kami tergabung dalam rombongan yang sama. Kami sebenarnya  tidak intens berkomunikasi, hanya sesekali di sela ibadah atau dalam perjalanan tour di di dalam bis. Terakhir saya berbincang cukup lama ketika menunggu keberangkatan pesawat kami kembali ke Jakarta.

Kalau ada sinetron tukang bubur naik haji, nah ini cerita tentang tukang sayur pergi umroh. Supardi, don’t judge a book by its cover… Datang bukan dari keluarga berpunya dan berprofesi sebagai pedagang sayur keliling di sebuah daerah di pinggiran kota Bandung –tidak menjadi alasan untuk tidak memenuhi panggilan Allah.

supardiUsianya belum genap 25 tahun. Awalnya saya pikir ia salah satu anggota dari rombongan yang mendapatkan hadiah umroh dari sebuah institusi di Bandung. Dari gerak gerik, pembawaaan dan cara bicaranya kita pasti bisa menebak bahwa ia bukan dari kalangan “luar biasa”. Pertama kenal dia cuma bilang; “Saya kerjanya di pasar”. Kelihatan, Ia juga bukan orang dengan pendidikan tinggi. Saya lupa menanyakan pastinya. tapi sepertinya ia hanya sempat bersekolah hingga SMP. Namun dalam caranya bertutur sama sekali tidak ada rasa rendah diri malah terkesan sangat bersahabat.

Selama umroh saya jarang bertemu dengannya, sepertinya dia lebih banyak beri’tikaf di masjid. Belakangan dia baru memberi tahu, selama program yang hanya 10 hari (plus perjalanan) itu, ia berusaha menamatkan Al Qur’an. Luar biasa menurut saya (baca: dibandingkan dengan saya yang suka males-malesan) Tak jarang setiap mengaji Supardi menangis, karena sama sekali tidak terbayangkan bisa sampai jazirah Arab. Frekuensinya melakukan rukun umroh juga lebih banyak dibanding jamaah lain. Hebatnya lagi karena perawakannya yang kecil, ia berhasil menerobos ke depan hajar aswad melalui kaki-kaki jamaah yang berebutan mencium batu hitam itu. Sementara untuk mencapai batu itu, perjuangan “mengalahkan” jamaah dengan badan-badan super besar berkulit hitam tentu bukan hal mudah. Benar-benar berkah Allah buat Supardi.

Di obrolan terakhir, ia banyak bercerita tentang perjuangannya menuju Baitullah. Setahun terakhir, setiap pulang kerja ia selalu menangis jika melewati sebuah masjid di kampungnya. Tiba tiba saja terbersit keinginan yang sangat kuat untuk pergi ke tanah suci. Berbagai cara yang halal pun diupayakannya.  Selama setahun ia berusaha melunasi dulu hutang modal jualan sayur ke koperasi di desanya. Setelah lunas, barulah ia menabung untuk memenuhi mimpinya itu.  Ia mengaku juga dibantu oleh seorang pemuka agama di desa yang menguatkan untuk menyisihkan laba dagangannya. Hingga awal Maret 2013, ia sama sekali tidak menyangka jika Pak Ustadz itu sudah mendaftarkannya untuk berangkat di bulan April ini. Tentu saja bekal tabungannya belum cukup. Dalam waktu kurang dari sebulan, ia pun “jungkir balik” mencukupi biaya yang totalnya mencapai Rp18 juta. Jumlah yang bukan sedikit, apalagi harus dicukupi dalam waktu kurang dari sebulan.  Anehnya, ada saja jalan halal untuk mendapatkan uang lebih.  Ia sendiri bingung, baru kali ini jualannya bisa mendapatkan untung hingga Rp2 juta dalam seminggu. Masyaallah..

Dari semua cerita panjangnya, saya terkesima ketika ia mengatakan; “betapa adilnya Allah yang menurunkan Islam di bumi Arab Saudi yang gersang, tandus dan nyaris tidak ada apa-apa”. Saya diam, mencoba mencerna apa yang ia katakan dengan analisis yang tidak terlalu tinggi-tinggi.  Ternyata jawaban dia sungguh di luar imajinasi dan kemampuan analisis saya (yang sok tinggi). Katanya (dengan dialek Sunda-nya yang kental): “Coba bayangkeun, kalau Islam turun di Pulau Jawa yang subur, siapa yang mau bercocok tanam?  Siapa yang mau memanfaatkan hasil bumi?” Semua akan sibuk beribadah seperti hiruk pikuk di Tanah Haram. Jlebb!!! Pernahkah saya berpikir begitu? Kayaknya belum pernah deh…..dan saya yakin lingkungan saya yang penuh dengan orang-orang sekolahan dengan pekerjaan mentereng dan mengaku beriman, belum tentu juga berpikir yang sama. Ya Allah, Supardi pedagang sayur keliling yang tidak makan bangku sekolahan ini membuka mata saya, bahwa Allah juga begitu adil memberikan ia pemikiran sederhana tapi mendalam. Bahwa pada akhirnya dunia dan akhirat memang harus seimbang, hingga sedetail itu alasan Allah menurunkan Islam di Tanah Arab.

Kemudian kami berpisah, mungkin ia sudah lupa dengan saya, namun terima kasih Supardi, kamu sudah memberi keyakinan lagi, bahwa buat pergi ke Tanah Suci bukan masalah waktu dan masalah biaya tapi masalah niat yang kuat. Terima kasih juga sudah membuka mata saya untuk tidak boleh memandang rendah orang lain dari kalangan mana pun ia berasal. Semoga kapan-kapan kita bisa ketemu lagi, yah..  Oh, ya kalo sempet baca ini (mungkin gak, Supardi googling-an??.. Thanks juga waktu di bandara sempet gotong-gotong jatah air zam-zam saya yang 10 liter itu… 🙂

Tulisan bersama-sama dengan Komunitas TravelBloggerIndonesia untuk 14 Februari. #travelmate. Yuk dibaca posting teman-teman saya berikut ini..

1. Shabrina – 14 Signs You Found The Perfect Travel Mate
2. Astin Soekanto – Travelmate, Tak Selalu Harus Bareng Terus Traveling Kemana-mana
3. Parahita Satiti – #UltimateTravelmate: Rembulan Indira Soetrisno
4. Dea Sihotang – Hindari 7+1 Hal Ini Saat Sedang Ingin Cari Teman Jalan
5. Titiw Akmar – 10 Alasan Mengapa Suami Adalah Travelmate Terbaik
6. Mas Edy Masrur – Istriku Travelmate-ku
7. Olive Bendon – My Guardian Angel
8. Leo Anthony – Travelmate(s), It’s Our Journey
9. Indri Juwono – Si Pelari Selfie, sebut saja namanya Adie
10. Rembulan Indira – Ultimate Travelmate : Kakatete
11. Karnadi Lim – Teman Perjalananku dan Kisahnya
12. Rey Maulana – Ke Mana Lagi Kita Berjalan, Kawan?
13. Atrasina Adlina – Menjelajah Sebagian Ambon Bareng Bule Gila
14. Richo Sinaga – My Travelmate, Pria Berjenggot dengan Followers 380K
15. Puspa Siagian – Travelmate : GIGA
16. Sutiknyo Tekno Bolang – Mbok Jas Teman Perjalanan Terbaik
17. Taufan Gio – Travelmate Drama, Apa Kamu Salah Satunya?
18. Lenny Lim – 3 Hal Tentang Travel-Mate
19. Matius Nugroho – 3 Host, 3 Negara, 3 Cerita
20. Wisnu Yuwandono – Teman Menapaki Perjalanan Hidup
21. Fahmi Anhar – Teman Perjalanan Paling Berkesan
22. Liza Fathia – Naqiya is My Travelmate
23. Imama Insani – Teman Perjalanan
24. Indri Juwono- Si Pelari Selfie
25. Putri Normalita- My Unbelievable Travelmate

Hits: 3007

Hujan semalam membuat pagi ini masih terasa basah. Saya melangkah ringan menuju Suryakencana sebuah daerah pecinan di Bogor. Pagi ini saya ingin merasakan aura tahun baru Cina di salah satu pusat kota Bogor.  Bersama seorang teman pagi-pagi kami sudah nongkrong di depan Vihara Dhanagun. Terlihat sudah banyak umat yang bersiap-siap untuk beribadah. Ternyata banyak juga mereka yang memang cuma pengen lihat-lihat seperti kami. Dan ternyata, Pak Polisi dan penjaga vihara mengijinkan kami masuk hingga ke tempat ibadah daIMG-20160208-WA0015n boleh mengambil foto selama tidak menganggu mereka yang beribadah. Wow!

Vihara Dhanagun, bagus banget, dan konon sudah berusia 300 tahun. Meski letaknya berhimpitan dengan pasar, tidak menghilangkan suasana magis dan sakral yang melingkupinya. Ornamen merah dan emas memenuhi ruangan kelenteng yang membuatnya terasa mewah. Di halaman kelenteng dihidupkan banyak lilin-lilin raksasan berwarna merah. Kata penjaganya, lilin-lilin itu masing-masing mempunyai pemilik yang namanya tertulis di batang lilin dalam huruf China. Konon, lilin adalah media untuk menyampaikan doa.

Lepas dari Vihara Dhanagun, kami menyusuri jalan Suryakencana untuk mencari Sarapan pagi. Jalanan sepanjang tidak lebih dari 3 km ini terkesan semerawut. Deretan toko-toko di kawasan yang padat ini, masih memiliki bangunan-bangunan tua  yang sebagian besar masih difungsikan untuk berdagang. Disini ada toko-toko legendaris Bogor yang sudah berdiri sejak puluhan tahun lalu. Beberapa diantaranya mulai terlihat sepi, tergerus era digital marketing dan modern channel lainnya. Ada satu dua gedung yang masih memperlihatkan sisa-sisa kolonial, sayangnya kesan tidak terawat tampak sangat menonjol. Salah satu bangunan tua itu digunakan sebagai cabang Bank Mandiri.

20160208_103019
gedung tua di Suryakencana

Suryakencana adalah salah satu pusat kuliner di Kota Bogor.  Bukan cafe mewah yang menjadi andalan, tetapi justru pedagang kali lima dan ruko-ruko tua yang mungkin sudah berdagang puluhan tahun yang jadi destinasi.  Makanan itu pun masih diolah secara tradisional. Saya menemukan satu orang Bapak yang sudah berjualan martabak lebih dari 30 tahun dan, ia tetap mempertahankan cara memasaknya yang menggunakan arang. Di Gang Aut salah satu jalan disini, tersedia bermacam-macam makanan perpaduan Tionghoa dan Sunda. Walaupun letaknya agak blusukan, kalau hujan pun becek, ternyata tiap akhir pekan daerah ini pasti penuh dengan pengunjung. Oh ya, tahun lalu, saya sempat kesini juga, menyaksikan Pesta Rakyat yang memang digagask bersamaan dengan perayaan Imlek.

20160208_085249

Hampir seluruh daerah di dunia ini memiliki daerah Pecinan bahkan Banda Aceh yang terkenal dengan kota syariah pun memiliki daerah pecinan. Dan kenyataannya mereka berbaur sebagaimana mestinya.  Sementara itu, dua daerah pecinan di luar negeri sangat berkesan bagi saya adalah Pecinan di Malaka, Malaysia dan China Town San Francisco.Suasana Pecinan di Malaka, sangat kental dengan arsitektur perpaduan Melayu, Muslim dan Portugis, sementara di San Francisco, China Town tidak saja jadi pusat souvenir tetapi seperti menjadi pusat peradaban orang Asia di Amerika. Tidak saja didiami orang China, namun tempat ini menjadi pusat perdagangan barang-barang Asia. Meskipun arsitekturnya terkesan modern, tetapi ornamen China Town di San Francisco, meriahnya sama dengan perayaan imlek di Indonesia yang hanya satu tahun sekali.

Hits: 1245

Membaca status Facebook seorang teman, saya sering terkagum-kagum sendiri. Hari ini dia bisa berkomentar lancar tentang Partai Golkar yang tiba-tiba menyatakan dukungannya ke Pemerintah. Kemarin, dengan canggihnya ia mengeluarkan analisis teror Bom Thamrin (Sarinah). Saat bersamaan, ia membagi berita tentang Gafatar, kelompok aliran terlarang disertai komentar yang (kelihatannya) cukup cerdas. Kemudian ia tiba-tiba jadi detektif ulung mengomentari kasus kriminal pembunuhan Mirna yang sedang ramai dibicarakan.  Dan populasi orang seperti itu tidak sedikit. Coba buka  sosial media, masyarakat kita selalu mampu menjadi pakar ahli atau komentator ulung terhadap kasus-kasus yang lagi marak. Eh, dilala.. saya pun kadang merasa diri saya bagian dari mereka. Hahahha..

Wow, luar biasa, darimana kita bisa begitu multitasking?!

Dengan hanya membaca satu berita, kita sudah cukup percaya diri untuk berkomentar. Kadang baca beritanya pun hanya dari satu media -dimana kini sebagian besar media memang tidak netral-. Cckckck.. Belum lagi, kita sering sekali menelan mentah-mentah apa kata media tanpa mencari informasi pembanding. Lebih lucu lagi, kalau baca berita, coba lihat bagian komentarnya. Saya salut, meski banyak yang belum tentu punya  pengetahuan yang cukup tentang topiknya, ternyata tidak menghalangi mereka untuk berkomentar. Wah, seru-seru.Bahkan kadang ada yang saling berantem, mengeluarkan kata-kata tidak pantas padahal sejatinya mereka tidak saling mengenal. Kalau dibikin Komentator Championship, saya yakin pesertanya pasti banyak!  Kebalikannya, di media sosial kolom komentar justru sudah sangat lazim digunakan sebagai tempat promosi jualan. Makin banyak follower, siap-siap akan akan dapet makin banyak komentator buka lapak. Nah, loh?!

8906476-Illustration-of-a-Group-of-Kids-Talking-Stock-Illustration-talking-children-people

Jangan heran kalau sekarang komentator menjadi sebuah profesi. Kalau dulu cuma ada profesi komentator bola, sekarang semua  bisa punya komentator yang kalo di televisi sering disebut dengan julukan keren seperti: pengamat atau pakar. Saya tidak bilang, komentator itu jelek loh, banyak dari mereka memang pakar di bidangnya. Contohnya beberapa ajang pencarian bakat di Televisi sangat mengandalkan komentator. Mereka umumnya memang tidak memberi penilaian kepada peserta, tetapi komentar mereka nyaris bisa mempengaruhi vote penonton di rumah. Tapi lebih banyak lagi komentator karbitan yang mendadak ditodong stasiun televisi untuk memberi pendapat tentang satu kasus yang lagi marak, tapi knowledge-nya terhadap kasus yang dia komentari masih sepotong-sepotong. Para komentator ini, entah yang profesional maupun yang amatir, tanpa disadari mampu menggiring opini publik. Setiap komentator hampir selalu mempunyai sudut pandang yang berbeda dengan komentator satunya. Celakanya, sebagian masyarakat kita belum cukup dewasa dan cerdas untuk melihat semuanya secara imbang. Akhirnya, mana yang paling banyak disorot, mana yang paling sering tampil, perlahan tapi pasti akan mempunyai lebih banyak “pengikut”.

Gejala apa ini?! Coba tanyakan kepada ahli psikologi atau ahli sosial kemasyarakatan. Boleh juga tanya sama pakar IT, telekomunikasi atau telematika. Satu dekade yang lalu, fenomena ini mungkin nyaris tidak ada, setelah dunia digital makin marak, rasanya hidup itu garing kalau tidak berkomentar setiap hari. Hahahaha..Nah, berkomentar sebenernya sah-sah saja.

Cuma baiknya kalau mau berkomentar, coba cari tahu dulu lebih banyak bukan asbun mengikuti trend. Baiknya sih, berkometarlah hanya untuk sesuatu yang benar-benar kita pahami, gak cuma bikin rame doang. Lebih penting lagi, jangan cuma berkomentar, tapi do something real!

Hits: 697